UNGKAPAN “orang jahat adalah orang baik yang tersakiti” sempat menjadi trending pada tahun 2019 ketika film Joker yang dibintangi Joaquin Phoenix dirilis. Kalimat itu seakan menjadi pembenaran atas semua kejahatan dan kebengisan yang dilakukannya.
Baca Juga: Abdullah bin Mas’ud, dari Penggembala jadi Pemegang Rahasia Rasulullah
Contoh dari Rasulullah agar Tidak Menjadi Orang Jahat Akibat Disakiti oleh Orang lain
Benarkah cara berpikir seperti itu?
Mengutip sebuah wawancara dengan seorang psikolog sosial yang dimuat di salah satu media. Apa yang dialami Joker hanya bisa terjadi pada jiwa yang lemah dalam prinsip dan konsep diri yang tidak kuat.
Ketika pribadi-pribadi yang lemah seperti karakter Joker tersakiti dan merasa hancur harga dirinya, entah itu karena perkataan, sikap, atau perilaku orang lain, maka si individu tersebut akan goyah jiwanya.
Untuk menetralisir rasa sakit, si individu akan melakukan bermacam pembenaran. Namun hal ini tak akan terjadi pada individu yang memiliki konsep diri kuat, berpikiran logis dan positif, serta memiliki kontrol diri dan emosi yang stabil.
Manusia paling mulia, Rasulullah SAW pernah memberi contoh bagaimana seharusnya bersikap saat tersakiti pada peristiwa Thaif.
Tiga tahun menjelang hijrah, Rasulullah SAW melakukan perjalanan ke Thaif untuk mengajak Kabilah Tsaqif, penguasa Thaif, memeluk agama yang hanif.
Sekaligus meminta pertolongan dan perlindungan sepeninggal Siti Khadijah (619 M) dan wafatnya Abu Thalib (620 M). Seperti diketahui, semenjak kedua sosok yang melindunginya itu wafat, serangan kaum Quraish kian menjadi-jadi.
Perjalanan Rasulullah SAW ke Thaif dilakukan secara diam-diam dengan berjalan kaki. Di kota ini, Rasulullah tinggal selama 10 hari.
Namun, perlakuan penduduk Thaif sangat kasar. Rasulullah SAW dilempari batu hingga kakinya terluka. Zaid bin Haritsah yang mengiringi Rsulullah SAW pun terluka kepalanya karena lemparan batu. Hingga keduanya berlindung di kebun milik ‘Utbah bin Rabi’ah.
Sekalipun menerima perlakukan yang menyakitkan, Manusia Mulia itu justru mendoakan penduduk Thaif.
”Aku hanya berharap kepada Allah, andaikan saat ini mereka tidak menerima Islam, mudah-mudahan kelak mereka akan menjadi orang-orang yang beribadah kepada Allah.”
Seratus tiga puluh lima tahun kemudian, keteladanan itu dicontoh oleh Abdurrahman bin Muawiyah bin Hisyam bin Abdul Malik atau Abdurrahman I atau Abdurrahman ad-Dhakil.
Tercatat pergantian dari Daulah Ummayah Damaskus ke Daulah Abbasiyah adalah periode paling berdarah dalam sejarah kepemimpinan Islam.
Keluarga Ummayah habis dan hanya menyisakan seorang pemuda “The Last Ummayah” berusia 19 tahun. Seorang diri harus menyelamatkan diri menempuh perjalanan yang penuh risiko karena terus diburu.
Melalui Irak, mengarungi gurun Suriah menuju Palestina. Kemudian menyeberangi gurun Sinai ke Mesir, lalu melewati beberapa wilayah Afrika menuju Andalusia yang telah ditaklukkan oleh nenek moyangnya.
Semua penderitaan dan rasa sakit yang harus ditanggungnya seorang diri apakah membuat pribadinya menjadi pendendam dan berkeinginan menghancurkan semua orang yang pernah menyakitinya?
Tidak!
Di negeri barunya ia justru mencurahkan energi untuk membangun peradaban yang tak pernah dibayangkan manusia sebelumnya.
Abdurrahman ad-Dhakil yang membawa Andalusia yang awalnya hanyalah sebuah wilayah kecil menjadi pusat peradaban dunia.
Ia juga mendirikan Masjid Cordoba, yang menjadi pusat penyebaran agama dan ilmu. Dimuliakannya para alim dan ulama. Diberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pencari ilmu. Sekaligus rasa aman dan keadilan untuk rakyatnya.
Hasilnya? Cordoba menjadi kota sejuta cahaya, pusat peradaban dan pengetahuan. Selama lebih dari 800 tahun sejarah mencatat dengan tinta emas. Andalusia, negeri tempat segala hal hebat berawal.
Setelah memerintah selama 32 tahun, Abdurrahman Ad-Dakhil wafat pada 172 H dalam usia 61 tahun. Saat Sang Sultan mangkat, Khalifah Harun Al Rasyid dari Daulah Abbasiyah yang selama ini berseteru pun merasakan duka mendalam. “Abdurrahman layak disebut Rajawali Quraish.”
Kebesaran hati, kekuatan jiwa, membuat seorang yang tersakiti bisa membalik keadaan. Menjadi seorang yang dihormati dan disegani tanpa perlu melakukan teror pada pihak-pihak lain yang dianggap lemah.
Islam telah menyontohkannya! Semoga dengan contoh ini, kita bisa menyikapi lebih bijak ketika merasa tersakiti, baik oleh orang lain atau karena hal tertentu.
Jangan sampai kita begitu saja menjadi orang jahat hanya karena tersakiti. Mari mencontoh akhlak Rasulullah dengan bersabar dan mendoakan.
[Maya/Cms]
Sumber: Tulisan Uttiek Herlambang