CERITA di balik puasa Hari Tarwiyah dijelaskan oleh Ustaz Abdullah Haidir. Seperti kita ketahui, tanggal 8 Zulhijah dikenal sebagai hari Tarwiyah.
Dinamakan hari Tarwiyah
التروية
berasal dari kata
روَّى يروِّي
yang berarti menghilangkan dahaga dengan meminum air.
Zaman dahulu, pada hari ini, para jamaah haji bersiap-siap berangkat ke Mina lalu ke Arafah.
Karena saat itu di Mina dan Arafah belum tersedia fasilitas pengadaan air seperti sekarang, jamaah haji menyimpan air di wadahnya masing-masing untuk bekal minum mereka nanti di Mina dan Arafah.
Bagi jamaah haji, ini adalah hari untuk memulai amalan-amalan haji yang sangat utama.
Baca Juga: Hukum Puasa Tarwiyah
Cerita di Balik Puasa Hari Tarwiyah
Bagi yang melakukan haji Tamattu dan dia sudah berada di Mekah, maka di waktu Dhuha dia kembali memulai ihramnya untuk haji dengan didahului perkara-perkara sunahnya,
seperti mandi, bersuci dan memakai wewangian di tubuhnya, lalu memakai pakaian ihram.
Setelah itu, menyatakan niat untuk haji; Labbaikan hajjan. Kemudian disunahkan baginya ber-talbiah.
Adapun haji Qiran dan Ifrad, tetap sebagaimana adanya dalam keadaan ihram.
Lalu di hari Tarwiyah ini, seluruh jamaah haji disunahkan ke Mina dan bermalam serta melaksanakan shalat lima waktu di sana pada waktunya masing-masing dengan cara qashar tanpa jamak.
Ini memang hukumnya sunah. Karena itu, sebagian jamaah haji banyak yang langsung menuju Arafah.
Adapun bagi yang tidak berhaji, amalan yang berlaku adalah amalan yang sifatnya umum dengan memperbanyak amal saleh, dan yang sifatnya khusus yaitu memperbanyak takbir, tahlil, dan tahmid.
Ini berlaku bukan hanya tanggal 8 Zulhijah, tapi sejak tanggal 1 Zulhijah.
Adapun puasa tarwiyah yang cukup dikenal di sebagian masyarakat, memang ada riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda;
صَوْمُ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ كَفَّارَةُ سَنَةٍ ، وَصَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ كَفَّارَةُ سَنَتَيْنِ
Puasa hari Tarwiyah menghapus dosa setahun, puasa hari Arafah menghapus dosa dua tahun.
Hadis ini dikutip oleh As-Suyuthi dalam kitabnya Jami’ul Ahadits, no. 13723, dari Abu Syaikh dan Ibnu Najar dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma.
Hadis ini umumnya dinyatakan dha’if oleh para ulama.
Syekh Nashirudin Al-Albany memasukkan hadis ini sebagai hadis dhaif dalam kitabnya Irwa’ul Ghalil, tapi dalam kitab Dhaif Al-Jami Ash-Shagir beliau nyatakan sebagai hadits maudhu’ (palsu).
Namun dari segi pengamalan, orang yang berpuasa di hari Tarwiyah, tidak lantas dapat dikatakan sebagai perbuatan sia-sia atau bid’ah.
Sebab hal ini dapat dikategorikan sebagai bagian dari amal saleh yang sangat dianjurkan untuk dilakukan di sepuluh hari pertama Zulhijah.
Kalaupun hadis di atas adalah dhaif, maka sebagian ulama membolehkan mengamalkan hadits dhaif untuk fadha’ilul a’mal (motivasi melakukan amal tambahan untuk menambah pahala). Wallahu a’lam.[ind]