DI balik kemenangan Maroko atas Spanyol lewat adu penalti 3-0, ada lantunan al-fatihah yang viral di media sosial. Netizen pun ramai membicarakan hal ini.
Dalam tulisannya berjudul “Laga Belum Usai” di IG @uttiek.herlambang, Uttiek M. Panji Astuti mengulas tentang kemenangan Maroko tersebut.
“From them we fly and fly… This is a magic beauty that can not be defeated,” tulis Prof. Dr. Ali al-Sallabi dalam akun IG-nya mengomentari kemenangan Maroko melawan Spanyol 3-0.
Kemenangan itu terasa sangat heroik, karena adrenalin penonton terkuras sejak perpanjangan waktu yang tak kunjung menghasilkan angka, hingga harus dipungkasi dengan adu pinalti.
Menjelang adu pinalti, penonton kembali disuguhi pemandangan tak biasa dalam laga sepak bola dunia. Seluruh pemain menderaskan Alfatihah yang kemudian viral di sosial media.
Konon kata netijen, bacaan Alfatihah inilah yang membuat bola yang ditendang pemain Spanyol tak mampu menembus mistar gawang Maroko.
Bagi pakar sejarah seperti Prof. Dr. Ali al-Sallabi, kemenangan ini bukanlah kemenangan biasa. Namun berkelindan dengan sejarah kebesaran Islam di tanah Eropa.
Menariknya, ibarat membuka lembar demi lembar catatan sejarah, setelah berhasil menaklukkan Spanyol, Maroko akan bertemu Portugal di laga selanjutnya yang akan dilangsungkan di Al Thumama Stadium, Doha, Sabtu (10/12).
Entah kebetulan atau tidak, perjalanannya mirip pembebasan Semenanjung Iberia. Setelah membebaskan wilayah yang sekarang disebut Spanyol, pasukan Muslimin bergerak ke arah Portugal.
Hingga akhirnya wilayah Spanyol, Portugal, Andorra, Gibraltar (yang kini masuk wilayah kekuasaan Kerajaan Inggris) dan sebagian Prancis menjadi bagian dari kebesaran Daulah Ummayah di Andalusia selama 8 abad lamanya.
Salah satu bukti jejak keberadaan Islam di tanah Portugal diungkap oleh Adalberto Alves, seorang penulis yang berhasil mengumpulkan kosa kata bahasa Portugis yang berakar dari bahasa Arab.
Tak kurang jumlahnya mencapai 19.000 dan dibukukannya dalam sebuah kamus.
Salah satu kata yang masih digunakan sampai sekarang adalah ungkapan “oxala” (dilafalkan oshallah). Kata ini berasal dari bahasa Arab “Insya Allah”, yang diucapkan saat menjanjikan sesuatu.
Kekuasaan Islam di wilayah Portugal mulai jatuh tahun 1249, ketika Raja Afonso III berhasil menguasai Faro, benteng Muslim terakhir di Algarve.
Baca Juga: Maroko Jadi Negara Muslim Afrika Kedua yang Lolos ke Babak 16 Besar Piala Dunia 2022
Al-Fatihah Di Balik Kemenangan Maroko
View this post on Instagram
Sebagian besar Muslim syahid. Sebagian mengungsi ke wilayah yang masih berada dalam kekuasaan Muslim, termasuk ke Maroko dan wilayah Afrika Utara lainnya.
Sebagian kecil lainnya diizinkan tinggal di lingkungan yang terpisah. Dan yang paling memilukan, sebagian yang lemah iman berhasil dimurtadkan.
Keberadaan umat Islam di Portugal baru benar-benar berakhir empat tahun setelah kejatuhan Granada. Tepatnya pada 1496, Raja Manuel I mengeluarkan dekrit yang isinya mengusir semua Muslim dan Yahudi dari tanah Portugal.
Setelah itu mulailah masjid-masjid dihancurkan atau digunakan sebagai gereja, tempat tinggal pribadi para bangsawan, hingga barak militer dan sebagainya.
Tahun 2015 Pemerintah Portugal meminta maaf dan mengakui terjadinya pengusiran pada kaum Yahudi dan sebagai kompensasinya menawarkan kewarganegaraan Portugal pada keturunan Yahudi yang diusir.
Namun ironisnya, Muslim yang diusir oleh dekrit 1496 yang sama tidak diberikan perlakuan serupa. Saat ini jumlah Muslim di Portugal hanya sekitar 0.5 persen dari sekitar 11 juta populasi penduduk negara ini.
Laga Maroko melawan Portugal di ajang Piala Dunia bukanlah kali pertama, sebelumnya pada 11 Juni 1986 Maroko berhasil membekuk Portugal dengan skor 3-1.
Semoga kemenangan ini kembali terulang. Dan nantinya kita akan menyaksikan sujud syukur yang dihujamkan di laga final Piala Dunia 2022 Qatar. InsyaAllah.[ind]