Alasan utama Nabi Muhammad dan para sahabat hijrah dari Mekah ke Madinah bukan karena ancaman keamanan. Nabi sudah lama mendapat ancaman pembunuhan dan hampir separuh perjuangannya di Mekah yaitu tahun ke 7 hingga 13 H sering diancam untuk dibunuh.
Maka jika ancaman keamanan menjadi alasan sebenarnya Rasulullah hijrah, mengapa tidak sejak awal Rasulullah dan para sahabat berhijrah?
Ancaman pembunuhan yang sudah lama terjadi ini bisa dilihat dari pemboikotan yang dilakukan kafir Quraisy dan berdampak pula secara kolektif pada masyarakat Mekah.
Baca Juga: Strategi Hijrah Rasulullah Bersama Abu Bakar
Alasan Utama Nabi Hijrah Ke Madinah Bukan Karena Ancaman Keamanan
Dan tujuan pemboikotan ini lagi-lagi untuk rencana pembunuhan Nabi.
Pembunuhan secara langsung tidak mudah dilakukan oleh kafir Quraisy karena akan menimbulkan keributan dari keluarga besar pihak yang akan dibunuh.
Dan Nabi Muhammad berada di perlindungan Bani Hasyim dan Bani Muththalib, sebagaimana kita ketahui bahwa fanatik kesukuan di Mekah sangatlah kental.
Kalau saja pembunuhan Nabi ini dilakukan maka akan terjadi gejolak perang saudara di Mekah. Sehingga mereka menekan Bani Hasyim dan Bani Muththalib dengan pemboikotan untuk melepas Nabi Muhammad.
Oleh karena itu di tahun 7 hingga 13 ini rencana pembunuhan telah ada dan mengalami kesulitan untuk mengeksekusinya.
Sebagai contoh, peluang pembunuhan sempat terbuka saat Rasul kembali dari Thaif. Namun beliau meminta suaka kepada kelompok terkuat di Mekkah yaitu Bani Naufal. Maka semakin sulitlah eksekusi pembunuhan pada Rasul ini.
Meskipun ancaman keamanan ini adalah fakta, namun bukanlah alasan terkuat Rasul hijrah ke Madinah.
Jauh sebelum Rasul meninggalkan Mekah yaitu tiga tahun sebelum itu, setelah terjadi pemboikotan, Rasul sudah mencari alternatif pusat dakwah di luar Mekah, salah satunya ke Thaif.
Pencarian alternatif pusat dakwah ini disebabkan karena tabiat risalah Islam itu sendiri yang akan diterapkan untuk seluruh umat manusia di dunia.
Mekah sebagai pijakan dasar saja bukan pembatasan, dan sebagai batu lompatan untuk menuju yag lebih besar. Maka pijakan dasar ini haruslah ideal.
Namun selama 10 tahun dakwah Rasul di Mekah dapat disimpulkan bahwa Mekah tidak kondusif menjadi batu lompatan dakwah Islam, dan Islam tidak bisa bisa diterapkan secara kolektif.
Rasul sudah mencoba, namun belum bisa membuat masyarakat muslim yang terstruktur dan tersistem, serta masyarakat muslim dengan entitas dan identitasnya tidak bisa dibangun di Mekah. Islam di Mekah hanya bisa diterapkan secara individu.
Dibuktikan dengan para sahabat di Mekah yang disiksa tidak dapat pembelaan baik dari umat Islam sendiri maupun Rasulullah, seperti pembunuhan keluarga Ammar. Rasul hanya bisa menyarankannya untuk bersabar.
Ini menunjukkan Islam di Mekah masih sangat individual, karena tidak ada kekuatan untuk melakukan pembelaan terhadap mereka yang lemah.
Rasul juga sempat mengupayakan terbentuknya masyarakt Islam secara kolektif dengan masuk Islamnya Umar.
Dimana pada akhirnya umat Islam bisa mengakhiri aktivitas tertutup mereka di Darul Arqam dan secara terbuka beraktivitas di Masjidil Haram. Namun, tetap saja, tak lama kemudian mereka langsung diboikot.
Dari sinilah Rasulullah melihat bahwa Mekah tidak kondusif untuk melaksanakan risalah Islam secara utuh dengan terbentuknya masyarakat Islam atau terbangunnya Islam sebagai umat.
Inilah tujuan dari hijrah yang sebenarnya yaitu sebagai tuntutan perkembangan penerapan Islam dalam kehidupan secara kolektif, sedangkan ancaman keamanan hanyalah faktor sekunder. [Ln]