ADAB seorang murid adalah mewakili gurunya.
Seorang murid harus paham betul bahwa tindak tanduknya dipandang oleh orang lain sebagai hasil dari didikan gurunya.
Bahkan terkadang ada yang memandangnya sebagai tamtsil (tindak tanduk murid menyerupai gurunya).
Makanya banyak guru yang namanya semakin harum karena seorang murid, dan tidak sedikit seorang murid yang merusak nama baik seorang guru dari perilaku dan perbuatannya.
Jika muslim di depan non muslim, mewakili atau memvisualisasikan keislamannya, maka murid di depan orang lain mewakili atau menggambarkan manhaj gurunya (ajaran gurunya).
Jadi bayangkan jika ada murid yang kurang adab kepada orang lain (termasuk kepada gurunya), maka yang jelek juga nama gurunya.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Itulah sebab para ulama terdahulu meyakini bahwa ilmu tanpa adab jadi hilang ilmunya tanpa bekas (atsar) dan tidak bermanfaat.
Bahkan bukan lagi tidak bermanfaat, namun bisa jadi mudharat, karena menimbulkan kesombongan maghrur, dan lain sebagainya.
Maghrur itu tertipu, menganggap dirinya paling benar dan mulia.
Imam Malik Radhiyallahu ‘Anhu pernah berkata; “Belajarlah adab (etika, tatakrama) sebelum belajar sebuah ilmu.”
Imam Ibnu Mubarok berkata: “Kami belajar adab (etika) selama 30 tahun, dan baru belajar ilmu lainnya selama 20 tahun.”
Adab Murid Mewakili Gurunya
Imam Sufyan Ats-Tsauri berkata: “Mereka tidak menyuruh (mengirimkan) anak-anak mereka untuk menuntut ilmu, hingga mereka mempelajari adab dan beribadah selama 20 tahun.”
Kemuliaan guru seperti orang tua kita. Namun, rahasia dunia ada pada kedua orangtua, sedang rahasia akhirat ada pada tangan guru kita.
“Law Laa Murobbi Ma Aroftu Robbi” (Jika bukan karena murobbiku, maka aku tidak akan mengenal Tuhanku).[Sdz]
Sumber: Serambi Ilmu dan Faidah