IMAM shalat juga manusia. Ia bisa bagus hafalannya, bisa juga terlupa. Tapi, mengoreksinya mesti dengan adab yang baik.
Apa saja?
Pertama, biarkan sejenak imam mengingat-ingat hafalannya yang “tercecer”. Dengan keheningan sejenak, diharapkan daya ingat imam bisa kembali pulih.
Jadi, jangan lantas karena imam dirasa-rasa mengalami “macet”, langsung saja makmum berteriak untuk meluruskan. Karena dengan begitu, justru hafalan imam bisa tambah kusut.
Kedua, biarkan orang yang di belakang imam saja yang melakukan koreksi.
Orang yang di belakang imam baiknya bukan orang sembarangan. Bukan orang yang hanya secara kebetulan ada di belakang imam sementara tidak bisa apa-apa.
Bisa dibilang, orang ini seperti wakil imam yang siap sewaktu-waktu bisa mengoreksi bacaan imam atau pun menggantikannya.
Menggantikan imam bisa dalam dua keadaan. Yaitu, imam batal wudhu, sakit atau lainnya. Bisa juga karena imam minta sendiri untuk menukar posisi dari imam menjadi makmum. Hal ini terjadi karena imam tiba-tiba letih atau kurang sehat.
Jadi, jangan asal berdiri saja ketika sebagai makmum. Pahami posisi kalau berdiri persis di belakang imam. Karena makmum inilah yang paling berhak untuk mengoreksi atau menggantikan imam.
Ketiga, jangan makmum yang jauh di belakang ikut-ikutan mengoreksi.
Makmum yang hafal bacaaan surah yang sedang dibaca imam, kadang merasa spontan untuk mengoreksi bacaan imam ketika salah atau lupa. Hal ini sah saja.
Tapi, sangat diharapkan agar yang melakukan ini sekali lagi yang berada persis di belakang imam. Bukan yang berada jauh di belakang.
Ada ekses yang akan muncul. Yaitu, suara koreksi makmum tidak didengar imam dengan jelas. Dan, karena berteriak-teriak supaya terdengar imam, akan muncul seperti suara gaduh yang tidak jelas.
Lebih parah lagi jika yang melakukan koreksi tidak satu orang. Maka, jadilah suara gaduh itu menambah bingung imam.
Keempat, jika tidak ada makmum yang mengoreksi atau karena suara koreksi tidak jelas, maka imam bisa memilih dari beberapa pilihan.
Yaitu, menyudahi bacaan surah yang terlupa itu dan langsung takbir untuk melakukan ruku’. Atau, bisa juga mengubah surah yang dibaca. Dari surah A misalnya, ke surah B yang lebih dikuasai.
Kelima, jaga keikhlasan dalam mengoreksi bacaan imam.
Setan bisa masuk dalam berbagai macam modus. Hal ini dimaksudkan agar ibadah seorang hamba Allah menjadi rusak.
Salah satunya dengan mengoreksi bacaan imam. Jangan sampai ada niatan ingin dipuji jamaah shalat lain. Seolah-olah, ia ingin diketahui makmum lain juga memiliki hafalan surah tersebut.
Keenam, pastikan bacaan surah yang dikoreksi memang benar-benar dikuasai.
Begitu banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang memiliki kemiripan. Kalau tidak terbiasa mengulang hafalan, kadang kemiripan itu bisa membuat hafalan menjadi salah.
Lebih parah lagi ketika salah itu diterapkan dalam mengoreksi bacaan imam. Sebenarnya, bacaan imamlah yang benar, dan yang mengoreksi justru yang salah.
Kasus lain ketika imam memang terlupa. Tapi karena yang mengoreksi salah menyambungkan hafalan yang dibaca imam, maka bacaan imam menjadi nggak karuan. Atau setidaknya, imam menjadi tambah bingung.
Inilah salah satu keindahan shalat berjamaah. Jika imam salah atau lupa, ada yang mengoreksi. Dan hal itu tidak mungkin terjadi jika dalam shalat sendirian. [Mh]