USTAZ Farid Nu’man Hasan menjelaskan mengenai adab berlisan.
Menjaga lisan, sederhananya adalah bicara yang baik atau diam. Sebagaimana hadits:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari no. 6457).
Artinya, menjaga lisan termasuk salah satu ciri orang beriman.
Opsi pertama adalah bicara yang baik, jika tidak ada, barulah diam.
Di sisi lain, menjaga lisan merupakan salah satu jalan keselamatan, sebagaimana hadits lainnya:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا النَّجَاةُ قَالَ أَمْسِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيئَتِكَ
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir berkata, “Aku bertanya: Wahai Rasulullah bagaimana supaya selamat?”
Beliau menjawab: “Jagalah lisanmu, hendaklah rumahmu membuatmu lapang dan menangislah karena dosa dosamu.” (HR. At Tirmidzi no. 2406, hasan).
Juga hadits lainnya:
من صمت نجا
Siapa yang diam maka dia selamat. (HR. At Tirmidzi, Ahmad, dan lain-lain. Al ‘Iraqi mengatakan: jayyid).
Tidak Selamanya Diam Itu Baik
Diam walau pada dasarnya baik, tapi tidak selamanya baik. Ada keadaan harus bicara maka bicaralah.
Adab Berlisan dalam Islam
Baca juga:
Abu Ali Ad Daqaq Rahimahullah mengatakan:
ُ مَنْ سَكَتَ عَن ِالْحَقِّ فَهُوَ شَيْطَانٌ أَخْرَسُ
Siapa yang diam saja, tidak menyatakan Al Haq, maka dia adalah syetan bisu. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/20).
Seseorang yang diam terhadap kemungkaran padahal dia lihat dan mampu mencegah dan menghilangkannya, maka itu sebab turunnya siksa merata.
Allah Ta’ala berfirman:
{ وَٱتَّقُواْ فِتۡنَةٗ لَّا تُصِيبَنَّ ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنكُمۡ خَآصَّةٗۖ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ }
Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. (Surat Al-Anfal: 25).
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata:
يُحَذِّرُ تَعَالَى عِبَادَهُ الْمُؤْمِنِينَ فِتْنَةً أَيِ اخْتِبَارًا وَمِحْنَةً يَعُمُّ بِهَا الْمُسِيءَ وَغَيْرَهُ لَا يَخُصُّ بِهَا أَهْلَ الْمَعَاصِي وَلَا مَنْ بَاشَرَ الذَّنْبَ بَلْ يَعُمُّهُمَا حَيْثُ لَمْ تُدْفَعُ وَتُرْفَعُ
Allah memberikan peringatan kepada orang-orang beriman tentang datangnya fitnah, yaitu ujian dan bala bencana, yang akan ditimpakan secara merata baik orang yang jahat atau yang lainnya, tidak khusus pada pelaku maksiat saja dan pelaku dosa, tetapi merata, yaitu di saat maksiat itu tidak dicegah dan tidak dihapuskan. (Tafsir Al Qur’an Al Azhim, 4/32).[Sdz]