ChanelMuslim.com – Syekh Shaffiyyurahman al Mubarakfuri menulis dalam buku Sirah Nabawiyah tentang penjelasan sejumlah cara turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad. Syekh Shaffiyyurahman mengutip penjelasan dari Ibnu Qayyim mengenai tingkatan-tingkatan wahyu.
Berikut ini adalah beberapa cara turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad saw.
Pertama, berupa mimpi yang hakiki. Ini merupakan permulaan wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad saw.
Kedua, berupa sesutau yang dibisikkan ke dalam jiwa dan hati beliau, tanpa dilihatnya. Hal ini sebagaimana disabdakan Nabi saw:
“Sesungguhnya Ruhul Quds (Malaikat Jibril) menghembuskan (membisikkan) ke dalam hatiku, bahwasanya jiwa tidak akan mati hingga disempurnakan rizki baginya. Oleh karena itu, bertakwalah kalian kepada Allah, berindah-indahlah dalam meminta serta janganlah keterlambatan rizki atas kalian, mendorong kalian untuk memintanya dengan cara melakukan perbuatan maksiat terhadap-Nya karena sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah tidak akan didapat kecuali dengan melakukan ketaatan kepada-Nya.”
Ketiga, malaikat muncul di hadapan Nabi Muhammad dalam rupa seorang laki-laki, lalu berbicara dengan beliau hingga beliau bisa menangkap secara langsung apa yang dibicarakannya. Dalam tingkatan ini, kadang para sahabat juga bisa melihatnya.
Keempat, berupa wahyu yang datang menyerupai bunyi gemerincing lonceng. Cara ini merupakan wahyu yang paling berat dan malaikat tidak terlihat oleh pandangan Nabi, hingga dahi beliau berkerut mengeluarkan keringat sekalipun pada waktu yang dingin. Hingga unta tunggangan beliau menderum ke tanah jika beliau sedang menaikinya. Pernah juga suatu kali, paha beliau berada di atas paha Zaid bin Tsabit sehingga Zaid merasakan beban demikian berat yang hampir saja tidak kuat menyangganya.
Kelima, berupa malaikat dalam bentuk aslinya yang dilihat langsung oleh beliau. Lalu diwahyukan kepada beliau beberapa wahyu yang dikehendaki Allah. Peristiwa seperti ini dialami oleh beliau sebanyak dua kali sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam surat An-Najm.
Keenam, berupa wahyu yang disampaikan Allah kepada beliau yaitu di atas lapisan-lapisan langit pada malam mi’raj ketika diwajibkannya shalat dan lainnya.
Ketujuh, berupa firman Allah secara langsung kepada Nabi Muhammad saw tanpa menggunakan perantara, sebagaimana Allah berfirman kepada Musa bin Imran. Peristiwa seperti ini juga dialami oleh Nabi Musa as dan diabadikan secara qath’i berdasarkan nash Alquran dan menurut penuturan beliau dalam hadist Isra.
Menurut Syekh Shaffiyurrahman al Mubarakfuri, sebagian ulama menambahkan dengan tingkatan wahyu yang kedelapan, yaitu Allah berfirman langsung di hadapan beliau tanpa ada tabir. Akan tetapi, ini merupakan masalah yang diperdebatkan oleh ulama salaf dan khalaf. Namun menurut Syekh Shaffiyurrahman, tingkatan yang terakhir ini merupakan pendapat yang tidak kuat.[ind/Walidah]