BANYAK tanda-tanda terhampar di sekitar kita berkiatan dengan bukti kekuasaan Allah. Memperhatikan tanda-tanda itu bertujuan untuk menguatkan keimanan kita, mengokohkan pondasi akidah dan meyakinkan diri atas kebesaran Allah.
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya yang berjudul Muftaah Daar as-Sa’aadah mengatakan bahwa memandang dan memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Allah ada dua cara:
Baca Juga: Tidak Gunakan Kekuasaan untuk Keuntungan Pribadi
2 Cara Memandang Bukti Kekuasaan Allah
Pertama, melihat dengan mata kepala misalnya, melihat birunya langit, bintang-bintang, tinggi dan luasnya. Ini adalah perhatian yang sama antara manusia dan hewan.
Berbagai ilmu pengetahuan dikembangkan dan teknologi terus diperbaharui. Ini bisa menjadi alat untuk melihat betapa detail Allah menciptakan alam semesta, manusia, dan makhluk-makhluk lainnya.
Semua memerankan fungsinya masing-masing serta memberi manfaat satu sama lain.
Kedua, melihat dengan mata hati (bashirah). Cara ini mampu melihat lebih luas dari apa yang dilihat oleh mata kepala.
Seseorang mampu membuka pintu-pintu langit dan berkelana di penjuru kerajaan langit, di antara para malaikat.
Ia dapat menyaksikan keluasan-Nya, keagungan-Nya, kebesaran-Nya, dan ketinggian-Nya.
Cara kedua ini, menurut Ibnu Qayyim berkaitan dengan memahami keadilan dan karunia Allah atas makhluk-Nya.
Juga berkaitan dengan hikmah dan rahmah yang berlaku pada seluruh isi alam.
Betapa kita mampu meyakini bahwa Allah Maha Mampu dan Berkuasa. Saat hamba-hamba berdoa secara bersamaan, tidak ada kebingungan sama sekali dari-Nya.
Bahkan, secara bersamaan ia dapat mengabulkan permohonan mereka. Ia juga tidak dirugikan dengan permintaan hamba-hamba-Nya karena kekayaan-Nya tidak akan pernah berkurang sedikitpun.
Ketika hati telah mampu berkelana ke berbagai tanda-tanda kekuasaan Allah, maka saat itulah ia tunduk pada kewibawaan Allah, khusyu bermunajat kepada-Nya, tidak ada keraguan dan keputusasaan atas rahmat-Nya.
Itulah dua cara memandang bukti kekuasaan Allah. Untuk melakukan dua cara tersebut, seorang hamba harus mengandalkan ilmu serta hikmah dari pengetahuan yang telah ia dapatkan tersebut. [Ln]