KELUARGA bahagia pandai mensyukuri nikmat ditulis oleh Ustaz Cahyadi Takariawan.
Terkadang, kita melihat ada orang yang tidak pernah memiliki beban atau masalah dalam kehidupan.
Orang yang selalu tampak ceria bahagia. Kita menganggapnya sebagai orang hebat, yang tak punya permasalahan.
Demikian pula, kita melihat ada keluarga yang tampak selalu harmonis bahagia, seakan tak pernah ada badai dalam kehidupan mereka.
Padahal kondisinya belum tentu seperti itu.
Ketika kita melihat orang yang tampak selalu bersemangat dalam kehidupan, bukan berarti mereka tidak punya permasalahan.
Ketika kita melihat orang yang tampak selalu bahagia dalam kehidupan, bukan berarti mereka tidak punya persoalan.
Ketika kita melihat keluarga yang tampak selalu harmonis bahagia, bukan berarti mereka tidak punya pertengkaran.
Namun, mereka adalah orang yang tak suka menceritakan berbagai kegetiran.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Mereka adalah orang-orang yang lebih suka berpikir positif, pandai mensyukuri hidup, dan pandai menikmati kehidupan.
Mereka adalah orang-orang yang lebih suka mengeksplorasi hal-hal yang membahagiakan, ketimbang menumpahkan berbagai kesedihan.
Mereka adalah orang-orang yang memilih untuk menjalani hidup dengan kebahagiaan, dibanding mengutuk berbagai kegelapan.
Belajar Menikmati Hidup dari Seorang Kakek.
Keluarga Bahagia, Pandai Mensyukuri Nikmat (1)
Saya pernah punya sahabat di Yogyakarta, seorang Kakek tua penjual tape singkong keliling dengan sepeda kayuh.
Hampir setiap hari ia lewat di depan rumah kontrakan saya.
Ketika saya masih hidup mengontrak di Kota Jogja sekitar tahun 2002-2005.
Bahkan Kakek ini sering berhenti berlama-lama di depan rumah kontrakan, sampai saya keluar dan membeli tapenya.
Saking seringnya bertemu, akhirnya kami sudah seperti sahabat.
Pantasnya ia menjadi bapak saya, melihat usianya.
Baca juga: Qonaah Istri Membuat Keluarga Bahagia
Sampai saya sering mengunjungi rumahnya yang sangat sederhana di daerah Berbah, Sleman.
Menilik kondisi rumahnya, penampilan dan usahanya, tampak kalau ia hidup dalam berbagai keterbatasan, bahkan mungkin pula kesulitan.
Sang Kakek tinggal bersama istri dan beberapa anaknya.
Rumahnya berdinding anyaman bambu, dengan genting kuno yang kecil ukurannya, serta lantai dari tanah tanpa ada tembok semen sama sekali.
Jika musim hujan, selalu tiris, air masuk ke dalam rumahnya, dan membuat lantai rumahnya ditumbuhi rumput karena kerap tersiram air hujan.
Di rumahnya tidak ada motor. Hanya ada satu sepeda kayuh yang ia gunakan untuk jualan tape keliling Kota Jogja.
Yang sangat mengagumkan bagi saya, ia lebih sering bercerita tentang kebahagiaan hidupnya sebagai penjual tape.
Bukan bercerita tentang kegetiran hidup yang dialami.
Bukan tentang kesulitan, kepahitan, atau kesedihan.
Mungkin karena kegetiran itu sudah dirasakan setiap hari, maka menjadi tidak berasa lagi baginya.
Yang lebih ia rasakan adalah kegembiraan, maka itu yang selalu diceritakan.[Sdz]