HEBOH kasus bullying kembali terjadi. Peristiwanya terkait dengan sekolah. Tapi jangan terpaku dengan pelaku dan korban. Karena ada faktor lain yang juga tak boleh diremehkan.
Kasus perundungan atau bullying kembali terjadi di lingkungan sekolah. Kasusnya menjadi heboh karena diduga melibatkan anak artis.
Selain sorotan terhadap pelaku dan korban, sebab-sebab lain apa yang juga tak boleh diremehkan agar peristiwa serupa tidak terulang.
Satu, biasakan anak-anak untuk tidak terjebak pada pengelompokan pergaulan.
Adalah hal lumrah jika orang bergaul mengikuti kecenderungannya. Termasuk juga anak-anak di lingkungan sekolah.
Namun, pengelompokan pergaulan siswa tak selamanya memberikan kebaikan. Misalnya, munculnya fanatisme kelompok bahwa kelompoknya saja yang hebat sementara yang lain payah.
Karena itu, orang tua atau pendidik bisa saja mencairkan pengelompokan ini. Yaitu dengan ‘bongkar pasang’ melalui pengelompokan kegiatan belajar. Hal ini dimaksudkan agar semua siswa bisa saling kenal dan akan saling memahami satu sama lain.
Dua, jauhi anak-anak dari lingkungan kekerasan.
Perilaku kekerasan tidak melulu di kalangan anak pria, wanita pun bisa berpeluang sama. Karena itu, penghindaran lingkungan kekerasan juga untuk semua anak: pria dan wanita.
Lingkungan kekerasan yang sangat berpengaruh antara lain aplikasi game, film, dan budaya asing di lingkungan sekolah mereka.
Boleh jadi, menghindarkan mereka dari lingkungan kekerasan ini sulit seratus persen. Karena era digital saat ini memungkinkan semua bisa didapat dengan cara mudah.
Selain menjauhkan mereka dari lingkungan kekerasan, bekali kekebalan atau imunitas anak dari pengaruh lingkungan kekerasan.
Misalnya, kesadaran bahwa kekerasan tidak menyelesaikan masalah, hindari menghakimi seseorang dengan cara kekerasan, dan lainnya.
Tapi, menghindarkan anak-anak dari lingkungan kekerasan tidak berarti menutup mereka dari keinginan seni bela diri. Karena kekerasan dan seni bela diri merupakan dua hal yang tidak saling berkaitan.
Dalam seni bela diri, justru anak-anak dibekali dengan kedewasaan dalam penggunaan fisik. Mereka biasanya dibangun kesadaran bahwa bela diri itu perlindungan diri bukan legitimasi tindak kekerasan.
Tiga, bangun kesadaran tentang persaudaraan.
Membangun kesadaran anak-anak tentang persaudaraan akan menguatkan pertemanan. Baik persaudaraan atas dasar agama atau ukhuwah, atau persaudaraan sebagai sesama satu sekolah yang sama.
Dengan kata lain, membangun kesadaran persaudaraan menjadikan intensitas pergaulan di sekolah atau lingkungan rumah bukan semata-mata karena semangat kepentingan. Tapi juga keinginan untuk saling berbagi dan berkorban.
Dan sebisa mungkin semangat persaudaraan ini tidak dibatasi pada ruang lingkup tertentu. Tapi diperluas untuk bisa berkiprah ke orang banyak.
Jadi, jangan dengan cara ini justru memunculkan fanatisme baru. Bangun kesadaran bahwa kebaikan dan prestasi tidak hanya di lingkungan sendiri. Tapi juga di kelompok yang lain. Sehingga semangat persaudaraan ini memunculkan perlombaan, bukan persaingan.
Jadi, coba geser kasus bullying jangan hanya pada pelaku dan korban. Tapi ke arah pola asuh yang selama ini mereka dapatkan, di sekolah maupun di rumah. [Mh]