ChanelMuslim.com – Saat ini banyak orang berjualan, utamanya makanan.
Aku sebagai guru pernah mengajarkan cara masak, cara membuat kue, cara baking, dan lain-lain.
Lalu timbul kritikan, “Pelajaran jangan masak terus! Bosan.”
Padahal, hanya 3 kali dan itu pun ada ilmunya. Ilmu science, math, dan english. Dalam hatiku, aku berharap dengan melihat caraku mengajar baking atau membuat kue maka oneday bila anak-anak didikku kerja lalu naudzubilah di-PHK atau lagi kurang uang, mereka bisa membuka usaha kuliner.
Sayangnya, banyak yang tak paham seperti yang terjadi dimana-mana saat ini. Hampir semua orang menawarkan makanan, dan tiba-tiba menjadi pada pintar masak. Skill masak di waktu kecil akan berguna di hari tua.
Kadang aku membeli karena kasihan. Lalu aku kirimkan lagi pada saudara yang lain, keluarga guru-guru, atau tetangga lain kompleks yang banyak kekurangan. Karena kompleksku tinggal taraf hidupnya lumayan tapi kompleks sebelah banyak tukang cuci, tukang pijit, gojek, dan lain-lain.
Biasanya, aku suka bagi-bagi beras. Lalu makanan, dan lain-lain. Semampuku. Mereka juga baik suka membantu membetulkan genteng yang lagi bocor dan nggak dibayar.
Kembali ke soal jualan makanan. Aku melihat banyak orang yang melakukan tindakan mengurangi timbangan. Maksudnya?
Ya, misal waktu membeli kue coklat itu ada butter creamnya setebal 3 cm. Lalu ketika aku pesan lagi dan lagi, lama-lama isinya menyusut. Rasanya juga. Waktu awal enak dan pas. Jadi rekomen deh untuk pesan lagi dan lagi tapi ketika pemesanan yang kesekian berubah. Bahkan jauh dari awal ketika pesan.
Ada lagi, ketika pesan tidak dicantumkan harga, tahu-tahu barang sudah sampai. Lalu dibayarlah dengan harga hanya dia yang tahu. Kue sudah dipotong oleh anak-anak, masak harus dikembalikan, dan ternyata ketika harus bayar harganya mahal banget.
Aku bukan nggak bisa bikin kue. Bukan juga nggak bisa masak tapi apa salahnya menolong orang. Cuma ya dalam berjualan harus bersikap ihsan juga.
1. Apa yang ditawarkan harus sama dengan yang digambar. Lalu pemesanan berikut dan berikutnya jangan berubah atau kurang mutu dengan alasan apapun. Kita kan membeli berdasarkan apa yang dilihat dan ditawarkan pertama kali. Coba bayangkan kalau kita yang jadi pembeli itu bagaimana.
2. Jangan menjual lalu mengatakan harga di inbox. Kan hanya kue saja, lebih baik jujur di etalase. Tulis Rp50.000 atau Rp150.000. Jangan mengirim, kemudian baru kasih tahu harga. Itu kayak jebakan menurutku sih.
3. Jangan menjual berdasarkan persepsi kita kayaknya dia kaya ya sudah harganya segini saja. Aku pernah mendengar ada orang jualan ke ibu pejabat harga Rp75.000 ke yang lain Rp50.000. Ibu pejabat itu mukanya nggak enak ketika si penjual bilang, “Ya buat ibu sih harga yang cocok sekian.”
Harusnya jualan sama siapa saja ya harganya sama saja. Hati-hati dengan wailul lil muṭaffifīn. Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)! Ini ada di Surat Al Mutaffiin.
Kita jualan berpikir, apakah mau laku dan langgeng selamanya. Lalu punya pembeli tetap atau hanya satu ketika saja.
Banyak orang berpikir untuk mengambil tak mau memberi. Padahal berkahnya jualan itu adalah dengan sedekah kita pada pembeli. Misal kejunya dibanyakin sedikit, sesekali ada bonus kue kacang 5 butir, atau sekedar ucapan ‘Terima kasih ya, bla bla bla semga Allah meridhoi’, dan lain-lain.
Yang utama juga jangan pasang harga terlalu mahal. Nanti nggak laku karena pembeli mundur duluan. Kalau sudah banyak lakunya juga jangan tamak. Sebaiknya memberi dan memberi agar rezeki mengalir terus.
Bersikap baik namun ada harga diri. Tidak usah merendah-rendah dengan memberikan diskon sebanyak-banyaknya. Hargai juga usaha dan tenaga sendiri.
Saya sendiri hampir tidak pernah minta diskon. Bukan karena sudah punya banyak uang. Saya kan bisa masak. Masak apa saja bisa kecuali kue pengantin 7 tingkat.
Saya berpikir kok, kue kayak begini untungnya cuma Rp20.000 tapi pegel dan capeknya setengah mati. Maka biasanya saya pesan 4 agar kalau dikali 4 kan untungnya Rp80.000 dan capeknya sekalian. Nah, kalau sudah kayak begitu minta diskon lagi, saya nggak tega.
Allah Maha Melihat dan Maha Baik kok. Jualan itu cuma tool tapi rezeki itu memang Allah yang punya dan gaib.
Last pharagraph. Di sebelah rumah ada tukang bayam, tiap saya lewat dia menawarkan bayam. Makanya kalau mau lewat kebunnya saya mengambil roti dari rumah untuk sekedar berbagi. Seikat bayam cuma Rp1000, kalau nggak ada uang kecil suka digratisin.
Tapi Maashaa Allah…. Beliau pulang kampung dan menitipkan motor ke rumah. Harga motornya Rp40 jutaan. Saya membatin, tukang bayam saja bisa mempunyai motor kayak begini. Mungkin karena beliau jualan dengan hati dan nothing to loose. Ya akhirnya jualan bayam cuma tool, rezeki itu Allah yang kasih dengan cara apapun.
Dan saya pun punya tugas baru, menjaga motor tukang bayam yang sampai saat ini belum balik kampung juga. Pertanda makmur. Hehe. Terakhir sih beliau sms lebaran dan ada gambar istrinya lagi masak opor lengkap. Hmm… sejahtera tampaknya. Alhamdulillah.
PS; puding buatan sendiri, nggak dijual.
“Sesungguhnya ruh qudus (Jibril), telah membisikkan ke dalam batinku bahwa setiap jiwa tidak akan mati sampai sempurna ajalnya dan dia habiskan semua jatah rezekinya. Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah cara dalam mengais rezeki. Jangan sampai tertundanya rezeki mendorong kalian untuk mencarinya dengan cara bermaksiat kepada Allah. Karena rezeki di sisi Allah tidak akan diperoleh kecuali dengan taat kepada-Nya.” (HR. Musnad Ibnu Abi Syaibah 8: 129 dan Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 8: 166, hadits shahih. Lihat Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah no. 2866)
Website:
https://ChanelMuslim.com/jendelahati
https://www.jakartaislamicschool.com/category/principal-talk/
Facebook Fanpage:
https://www.facebook.com/jakartaislamicschoolcom
https://www.facebook.com/Jakarta.Islamic.Boys.Boarding.School
Instagram:
https://www.instagram.com/fifi.jubilea/
Twitter: