Chanelmuslim.com – Perjalanan umroh bersama beberapa guru-guru dimulai. Di pesawat, kami bertemu Gubernur Jawa Barat dan sempat mengobrol sana sini.
Beliau tuh ramah banget dan mau menyapa siapa saja. Begitu pula ketika kami turun dan menunggu koper, aku kenalkan guru-guru pada sang Gubernur. Dan guru-guru akhirnya sempatkan diri berfoto bersama beliau/
“Kapan lagi,” kata akh Sandy, perwakilan guru, pada Bambang Tresna yang mengangguk-angguk setuju.
Ya jika di Indonesia belum tentu bisa ketemu dengan beliau. Ini malah bisa ketemu dan foto bersama lagi.
Akhirnya satu demi satu koper tersisir dengan rapi sampai akhirnya baru tersadar koper ungu saya tidak ada. Dan berbagai argumentasi mulai timbul, terbawa rombongan lain karena warnanya mirip, dan lain-lain.
Aku pun tertegun dan berpikir keras, “Ya Allah, dua kali koperku mengalami hal seperti ini. Kenapa ya? Apa yang ingin Kau sampaikan padaku? Dan aku tersentak ketika tiba-tiba teringat sombongku.”
Baca juga: Kemarin di Toko
Sebelumnya aku menulis tentang ‘Rabu Bermutu yang Keren’ di situ aku tulis dengan sok tahunya.
“Ah, baju nggak penting, yang penting hati.”
Ternyata Allah tegur aku, betul-betul bajuku tidak diadakan sama sekali. Aku terlalu confident dan dari seluruh rombongan mungkin, dari semua orang di pesawat, cuma aku yang kopernya tidak ada.
Dulu waktu koperku sempat tertahan di China, aku nggak menangis. Aku biasa saja tapi sekarang aku menangis. Bukan karena kopernya hilang tapi aku malu sama Allah.
Astaghfirullah… aku jadi berpikir ya harus ikhlas. This is my fault. Sungguh nggak apa-apa deh. Walau aku akhirnya cuma punya baju satu helai, yang aku pakai sekarang. Karena toh kita sebetulnya musafir yang nggak punya apa-apa.
Ya akhirnya aku memulai perjalanan umrah ini dari yang baru lagi. Mungkin aku bisa beli baju baru di toko-toko di depan Masjid Nabawi. Tapi tetap saja nggak enak dan juga kebutuhan pribadiku ada di koper itu; Al-Qur’an terjemahan yang biasa kupakai, buku Pembersih Jiwa yang sudah kucoret-coret, power bank baru yang kabelnya sudah terpasang, apel ukuran sedang, pisau yang aku sudah klop banget dan lain-lain.
Ternyata benar juga. Aku kemari cuma bawa ‘hati’ seperti dalam tulisan aku yang lalu, karena kutulis, “Ah baju nggak penting, yang penting hati.”
Astaghfirullahal adzhiim.
Dulu aku pernah bilang waktu rapat di masjid, “Kita buat saja. Apa saja yang ada di depan mata, karena kita nggak tahu dari amalan yang mana letak surga kita.”
Aku jadi berpikir, “Ya, kita juga nggak tahu dari kata-kata dan sikap kita yang mana yang akan jadi neraka kita. Astaghfirullah.”
Maafkan khilaf hamba-Mu ya Allah….
Hampa dan sedih lihat orang-orang bawa koper masuk ke kamar masing-masing. Aku cuma bawa diriku dan hatiku. Persis seperti musafir yang nggak punya apa-apa yang datang pada Allah dengan tangan hampa.
“Allahuma afuwun Kariim tuhibbu afwa fa fuanna….”
(Madinah, di Tepian Masjid Nabawi, 21 Februari 2015)
Rasulullah bersabda, “Aku tidak memiliki kecenderungan (kecintaan) terhadap dunia. Keberadaanku di dalam dunia seperti seorang musafir yang berteduh di bawah pohon, kemudian pergi dan meninggalkan pohon tersebut.” (HR. Tirmidzi)
Website:
https://ChanelMuslim.com/jendelahati
https://www.jakartaislamicschool.com/category/principal-article/
Facebook Fanpage:
https://www.facebook.com/jisc.jibbs.10
https://www.facebook.com/Jakarta.Islamic.Boys.Boarding.School
Instagram:
www.instagram.com/fifi.jubilea
Twitter: