SEMUA orang punya masalah. Masalah terberat dalam hidup setiap orang berbeda. (Tulisan ini cocok untuk orangtua yang memiliki anak remaja dan guru yang mendidik anak usia remaja)
Begitu juga dengan saya, seorang ibu dengan beberapa anak yang sehari-harinya bekerja dalam dunia pendidikan.
Kalau dalam konteks keimanan, tentu saja masalah terberat adalah bila ada banyak pintu surga namun saya tidak punya kuncinya maka seringkali yang saya pikirkan adalah, “Ah masalah apapun ringan saja, gak penting.
Yang penting adalah bagaimana saya mendapatkan kunci buat membuka pintu surga.”
Ketika saya telah berpikiran seperti itu maka masalah apapun seketika menjadi masalah yang ringan saja atau tepatnya tidak terlalu berat dan menyita pikiran saya serta saya lebih easy going dalam mengatasinya.
Di dalam Al Qur’an pun sebenarnya Allah telah menjelaskan bahwa memang semua manusia pasti punya masalah sebagaimana yang diungkapkan dalam surat Al Ankabut;
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami Telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS: Al ‘Ankabut :2)
Setiap hari tentu saja selalu ada masalah dan cobaan.
Datangnya cobaan atau ujian itu seringkali di luar rencana dan tidak terduga-duga sehingga membuat kita seringkali berkata ”saya tidak sangka” atau “saya sama sekali tidak mengira” atau “wah ini di luar dugaan saya.”
Ketika masalah yang tidak diduga-duga itu datang, hidup kita dirasakan seperti jetcoaster, permainan anak-anak yang membutuhkan kekuatan fisik dan jantung yang cukup stabil.
Ujian atau cobaan banyak sekali bentuknya.
baca juga: Apapun Masalahnya, Keluarga Akan Selalu Ada Memelukmu
Apa Masalah Terberat dalam Hidup Kita
Bagi seorang istri, salah satu ujiannya adalah ketika suami tidak mendukung dan tidak memberikan penghargaan kepada sang istri, bahkan mungkin terjadi masalah antara suami istri sehingga membuat sang istri yang bertugas rangkap sebagai seorang ibu, merasa tidak nyaman dan tidak tenang dalam menjalankan tugas sebagai pendidik.
Saya melihat bahwa seringkali seorang ibu yang tidak tenang karena hubungan dengan suami juga yang tidak tenang, membuat pendidikan pada anaknya ikut terguncang.
Efek dari emosi yang tidak stabil dari seorang istri membuat dia menumpahkan kekesalannya pada anaknya yang tidak bisa dilampiaskan pada sang suami.
Anak adalah makhluk lucu dan lugu yang seringkali menjadi sasaran atau korban emosi dari para orangtuanya.
Anak juga merupakan sasaran kasih sayang, sasaran doa yang panjang, sasaran pola pendidikan dan merupakan cita-cita serta tujuan dalam pembentukan sebuah keluarga.
Doa para orangtua yaitu semoga anaknya menjadi anak yang soleh kerap dilantunkan pihak keluarga ketika anaknya baru lahir.
Ketika doa ini dilantunkan, menurut saya alangkah baiknya jika bunyi dari doa tersebut diubah sedikit yaitu semoga menjadi manusia yang soleh.
Mengapa demikian karena menurut saya jangan sampai si anak hanya soleh ketika anak-anak saja, namun ketika remaja sudah tidak soleh lagi.
Suatu hari di waktu yang lain, saya mendapati sekumpulan kawan di pengajian yang rata-rata adalah ibu-ibu berusia cukup. Ini berarti mereka tidak muda tidak juga tidak tua.
Banyak dari mereka mengeluhkan problema yang mendera mereka saat ini, yaitu masalah anak remaja.
Pada akhirnya ungkapan kebingungan, keheranan, keluhan dan juga kecemasan keluar begitu saja dari mulut mereka, bahkan beberapa diantaranya berujung pada keputusasaan.
Hampir semua ibu-ibu di pengajian tersebut memiliki pemikiran yang sama yaitu bahwa anak-anak diusia remaja itu memang lain dan di luar dugaan.
Dari pemikiran dan hasil perbincangan dengan melihat masalah-masalah yang terjadi pada keluarga yang memilik anak remaja, akhirnya saya mendapatkan beberapa pandangan yang mungkin bisa dijadikan bahan pemikiran bersama agar kita bisa lebih memahami tentang si ”remaja” (makhluk asing yang kita cintai yang ada di sekitar kita dengan raga yang dekat namun jiwa dan pikirannya seringkali tidak bersama kita).
Pandangan saya tentang anak remaja adalah sebagai berikut:
1. Pada anak perempuan, masa tersulitnya adalah ketika mereka berusia 13 sampai 14,5 tahun
2. Pada anak laki-laki, masa tersulitnya adalah ketika mereka berusia 15 sampai 17 tahun
3. Para orangtua seringkali merasa kecewa, karena ketika anaknya masih kecil mereka nurut-nurut saja, namun ketika anaknya beranjak remaja, mereka susah diatur
4. Kekecewaan para orang tua terhadap anaknya sering dikarenakan standar orang tua yang terlalu tinggi pada anaknya sehingga menuntut anaknya harus lebih baik dari mereka.
5. Dalam Islam sendiri sebenarnya tidak ada istilah remaja, yang ada hanya dua istilah yaitu anak-anak dan dewasa.
Istilah remaja diciptakan oleh barat, dalam Islam yang dikenal hanya dua masa yakni masa sebelum akil baligh dan masa setelah akil baligh.
Itulah mengapa dalam Islam, ketika anak sudah akil baligh, wanita bisa dinikahkan dan lelaki diwajibkan untuk berjihad.
6. Melihat sejarah para ulama dahulu, seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal dan lainnya, ketika sudah akil baligh, mereka dilepas dan disuruh merantau, tidak lagi di bawah ketiak ibunya.
Berbeda dengan anak-anak kita, walau sudah kuliah sekalipun seringkali masih terlihat manja dan dimanjakan.
Bahkan sampai berumah tangga pun, intervensi dan peranan ibu pada anaknya masih sering terlihat. Karena lupa bahwa anaknya sudah berumah tangga, lupa bahwa anaknya bukan anak kecil lagi.
7. Peranan sekolah di boarding atau pesantren dapat memegang peranan cukup besar dalam pembentukan karakter seorang anak apalagi bila dilakukan sampai 6 tahun.
Bila keadaan di rumah tidak terlalu bertolak belakang dengan suasana di boarding maka, sang anak akan lebih mudah terbentuk karakternya di boarding school.
8. Seorang anak akan lebih berhasil di boarding atau pesantren bila si anak masuk atas kemauan sendiri daripada dipaksakan.
Karena sesuatu yang dipaksakan akan membuat anak merasa ingin berontak, menyimpan dendam dan cenderung berbuat tindakan yang tidak diinginkan dan tidak diduga setelah si anak ‘lepas’ dari pesantren.
9. Hampir semua status di facebook atau di mana-mana, orangtua yang memiliki anak kecil di bawah usia baligh (12 tahun) kerap dengan bangga menampilkan gambar anaknya dengan berbagai prestasi dan kesolehan yang diinginkan.
Namun setelah usia 13 tahun, kebanggaan tersebut agak meredup, bahkan sebagian besar cenderung diam, karena melihat kenyataan bahwa anaknya sudah tidak seperti yang diharapkan.
Dan pada saat seperti ini, orangtua menunggu dan mengurut dada serta perlahan mulai menurunkan standarnya pada sang anak dan akhirnya diam seperti menanti permainan jet coaster selesai.
10. Masa remaja adalah masa yang penuh tawa dan juga masa yang paling banyak menumpahkan tangis bagi banyak orangtua.
11. Masa remaja sering membuat orangtua dan anak remajanya tiba-tiba merasa tidak saling mengenal. Anak merasa jauh dari orangtua, orangtua merasa anaknya seperti orang asing.
12. Ketika anak sudah akil baligh dan memasuki usia remaja, mereka merasa sudah bukan anak-anak lagi.
Dengan terjadinya proses akil baligh maka sudah teciptalah nafsu dan pada saat itu sebetulnya terjadi hukum halal dan haram.
(Note: Seringkali orang lupa, bahwa hukum haram sudah menimpa anak-anak ketika mereka sudah baligh.
Seringkali orangtua hanya menekankan pada orang dewasa saja, misalnya kalau anaknya sudah kuliah dan tidak sholat maka dikatakan berdosa besar, namun sewaktu anaknya SMP, kelihatan biasa-biasa saja, boleh ditolerir bila sholatnya bolong-bolong.
Padahal secara hukum, bila sudah akil baligh maka hukumnya sama bagi anak SMP maupun anak kuliah).
13. Orangtua harus mempunyai konsep mengenai rumah tangga dan keluarga serta pola pendidikan anak.
Karena pola pendidikan anak di rumah itu sangat berpengaruh pada pembentukan karakter dan kepribadian si anak ketika dewasa nanti.
14. Idealnya yang disekolahkan oleh orangtua bukan hanya anak-anak namun orang tua juga agar orangtua mengenal ilmu untuk mendidik anak-anaknya.
15. Mengingat pendidikan yang berkesinambungan dari kecil hingga dewasa adalah letaknya di keluarga, dari rumah.
16. Anak harus dihadapkan dengan masalah, dididik untuk mengatasi masalah bukan melarikan diri atau dijauhkan dari masalah. Ciptakan anak yang imun bukan steril.
17. Kesalahan anak merupakan pelajaran berharga bagi anak itu sendiri.
Biarkan dia mengalami sendiri benturan dari kesalahan yang dia lakukan, bukan dengan teori yang kita ucapkan, karena tentu berbeda kan antara pemain dengan penonton?!
18. Anak adalah cerminan orangtua, bagaimana orangtua demikianlah anak.
19. Anak yang dari kecilnya baik dan berprestasi seringkali menjadi boomerang buat orangtuanya sendiri.
Ketika sang anak melakukan kesalahan yang tidak diduga, maka orangtua akan merasa sangat kecewa sekali, dan lupa bahwa anaknya adalah manusia biasa.
20. Kita sebagai orangtua seringkali lupa, kita pernah menjadi mereka, namun mereka belum pernah menjadi kita.
21. Seringkali orangtua memaksakan anaknya menjadi seperti apa yang ada dalam mimpi sang orangtua dan mengatakan bahwa ini adalah untuk kebaikan dirimu sendiri,
“benarkah itu untuk kebaikan sang anak, ataukah untuk memenuhi hawa nafsu orangtua dan kebanggaan sang orang tua?”
22. Tidaklah tepat bila kita sebagai orangtua mengatakan, ”ayah sudah pernah melalui apa yang kamu lalui,” karena akan membuat anak berpikir:
“ah, ayah enak sudah melalui semua kenikmatan dunia, aku kan belum pernah,” atau sang anak anak akan mengatakan, “ah biar saja bandel, nanti udah gedenya kayak ayah juga kok.”
23. Kembali pada keluarga, seringkali orangtua tidak percaya dengan dirinya sendiri dalam mendidik anak, maka serahkan pada lembaga lain atau orang lain untuk mendidiknya jadi jangan heran ketika keluar dari lembaga tersebut (pesantren) maka sang anak akan kembali dengan sikapnya yang sudah di pupuk dalam keluarga, tempat pertama dia menatap dunia dan belajar mengenal dunia.
The last but not the least;
Tidak ada kata putus asa dalam mendidik anak, wajib mendidik walau hasilnya nampak jauh dari harapan. Karena bila kita mendidik dengan cara kita maka hasilnya dua, berhasil atau gagal.
Namun bila kita tidak mendidik maka hasilnya jelas: gagal! Jadi lebih baik mendidik daripada tidak mendidik at least mendapat pahala dari usaha mendidik itu.
Kalau kita tidak merangkul dan mendidik anak kita, maka lingkungan dan syaithon yang akan mendidik mereka.
Menurut pendapat saya, teori pendidikan anak tidak ada yang seratus perseratus benar, yang ada adalah tepat atau tidak tepat, cocok atau tidak cocok, sesuai atau tidak sesuai dengan keadaan kita, dengan anak kita, dengan karakter anak kita, dengan kondisi keluarga yang tentu saja berbeda satu dengan yang lain.
Maka sesungguhnya setiap keluarga bila dibukukan, akan terdapat berjuta-juta buku kisah yang satu sama lain berbeda.
Teori pendidikan anak yang paling benar adalah bila kita menyuruh keluarga kembali pada Al Quran dan sunnah. Hal itu harus dimulai dari sejak sebelum kita membentuk keluarga.
Namun belum terlambat bila kita memulai dari sekarang sebelum anak kita menjadi seorang dewasa yang lahir dari rahim kita dan kita serasa mengenalnya namun tiba-tiba berubah manjadi makhluk asing yang siap melarikan diri dan meninggalkan kita dan semua cita-cita yang kita bangun untuknya.
Janganlah kita mengambil peran sebagai orangtua yang membentuk anak menjadi anak durhaka, lihatlah ayat Al Quran yang menjelaskan hal ini,
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS: At Tahriim: 6).
By: Fifi P. Jubilea (S.E., S.Pd., M.Sc., Ph.D – Oklahoma, USA).
Owner and Founder of Jakarta Islamic School (Jakarta fullday); Kalimalang, Joglo, Depok.
Owner and Founder of Jakarta Islamic Boys Boarding School – Megamendung
Owner and Founder of Jakarta Islamic Girls Boarding School – Mega cerah
Next;
Owner and Founder of Jubilea Islamic College (2023) – Purwadadi Subang – setara SMP dan SMU. Boys and girls.
Owner and Founder of Jubilea University (2024) – Purwadadi and Malaka
Founder and Owner of Jakarta Islamic School, Jakarta Islamic Boys Boarding School (JIBBS), Jakarta Islamic Girls Boarding School (JIGSc)
Visit: //www.facebook.com/fifi.jubilea
Jakarta Islamic School (JISc/JIBBS/JIGSc): Sekolah sirah, sekolah sunnah, sekolah thinking skills (tafakur), sekolah dzikir dan sekolah Al-Qur’an, School for leaders
For online registration, visit our website:
𝗵𝘁𝘁𝗽𝘀://𝘄𝘄𝘄.𝗷𝗮𝗸𝗮𝗿𝘁𝗮𝗶𝘀𝗹𝗮𝗺𝗶𝗰𝘀𝗰𝗵𝗼𝗼𝗹.𝗰𝗼𝗺/
Further Information:
0811-1277-155 (Ms. Indah; Fullday)
0899-9911-723 (Mr. Mubarok; Boarding)
Website:
https://ChanelMuslim.com/jendelahati
https://www.jakartaislamicschool.com/category/principal-article/
Facebook Fanpage:
https://www.facebook.com/jisc.jibbs.10
https://www.facebook.com/Jakarta.Islamic.Boys.Boarding.School
Instagram:
www.instagram.com/fifi.jubilea
Twitter:
https://twitter.com/JIScnJIBBs
Tiktok:
https://www.tiktok.com/@mamfifi_jisc