PERSAKSIAN orang akan menjadi kunci nasib baik dan buruk seseorang di sisi Allah. Semoga kita menjadi ahlul khair dari orang di sekeliling kita.
Suatu kali, para sahabat tengah dalam perjalanan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka melalui rombongan pembawa jenazah, kemudian sahabat mengenali jenazah sebagai orang baik. Nabi pun mengucapkan, “Wajabat.” (atau patut untuknya)
Setelah berlalu, mereka pun melalui rombongan pembawa jenazah lainnya. Para sahabat juga mengenali jenazah itu sebagai orang buruk. Nabi pun mengucapkan, “Wajabat.”
Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu bertanya, kenapa Rasulullah mengucapkan kata ‘wajabat’ di kedua jenazah itu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “(Pada jenazah pertama) kalian puji dengan kebaikan, maka patut baginya masuk surga. Sedang (pada jenazah kedua) kalian sebut dengan keburukan, maka patut baginya neraka.
“Kalian adalah saksi-saksi Allah di muka bumi.” (HR. Bukhari)
Begitu sederhananya nasib seseorang setelah kematiannya. Yaitu, tergantung pada persaksian orang-orang sekitarnya. Kalau baik, maka Allah menilainya dengan kebaikan (surga). Dan kalau buruk, Allah juga menilainya dengan keburukan (neraka).
Persaksian orang-orang sekitar merupakan hal yang alami. Tidak dibuat-buat. Tidak pula karena korban pencitraan atau anti pencitraan.
Orang-orang sekitar, seperti tetangga, sanak kerabat, mitra bisnis, dan lainnya; akan memberikan persaksian apa adanya. Karena mereka telah berinteraksi begitu lama, bahkan seumur hidup sang jenazah.
Mungkin saja, orang-orang jauh terkecoh sehingga menilai salah tentang jenazah. Hal ini karena mereka korban pencitraan atau anti pencitraan. Melalui media sosial, misalnya.
Tapi, orang-orang yang selama ini dekat tidak bisa terkecoh. Mereka menyaksikan secara jelas seperti apa sosok sang jenazah.
Biasanya, selepas menyalatkan jenazah, imam akan minta penegasan dari jamaah shalat yang hadir. “Apakah jenazah ini min ahlil khair (orang baik)?” Maka para jamaah shalat akan serempat menjawab, “Khair!”
Kemudian, imam pun menutup tanya jawab itu dengan mengucapkan, “Wajabat lahul jannah.” (Maka patut baginya surga)
Ketika kita sudah menjadi jenazah, tak sedikit pun ada kesanggupan kita untuk merekayasa sosok kita di mata para tetangga. Kita akan menjadi kita apa adanya.
Masalahnya seperti yang disampaikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: persaksian orang-orang dekat itulah yang menjadi penilaian Allah subhanahu wata’ala.
Mumpung masih belum menjadi jenazah, ada baiknya kita bermuhasabah apa penilaian orang-orang sekitar kita tentang kita. Dan berusahalah untuk menjadi baik seperti yang akan kelak mereka persaksikan untuk kita. [Mh]