PENTINGNYA pendidikan untuk anak-anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Dai Ambassador Dompet Dhuafa 2023 kini sedang mengemban masa tugasnya di empat belas negara, termasuk di antaranya adalah Malaysia.
Dai yang ditugaskan ke Negeri Jiran tersebut adalah Ustaz Luqmanul Hakim Abubakar, Lc. M.R.I dan Ustaz Very Setyawan, Lc. S.Pd.I M.H. Salah satu peran penting mereka adalah mensyiarkan dakwah kepada warga yang tinggal di luar negeri, seperti para Tenaga Kerja Indonesia (TKI), agar di Bulan Ramadan ini mereka bisa mendapat ilmu pengetahuan agama sebagai bekal menjalani ibadah di bulan suci.
Baca Juga: Warga Indramayu Panen Tambak Gurame, Bantuan dari Dompet Dhuafa dan The Harvest
Pendidikan untuk Anak-Anak Tenaga Kerja Indonesia
Menurut catatan Ustaz Luqmanul Hakim Abubakar pada Sabtu lalu (25/3/2023), selain permasalahan TKI ilegal, masalah lain yang juga harus dipikirkan solusinya adalah pendidikan bagi anak-anak TKI.
Banyak di antara mereka yang tidak mendapatkan akses pendidikan yang layak.
Anak-anak itu tidak bisa bersekolah di lembaga pendidikan resmi milik Pemerintah Malaysia dan tidak memungkinkan untuk sekolah di Tanah Air.
Ustaz Luqman menambahkan bahwa menurut peraturan ketenagakerjaan Malaysia, pekerja tidak diperbolehkan membawa anak, berkeluarga, serta memiliki anak di Malaysia.
Itulah sebab utama mengapa anak-anak TKI sulit memiliki dokumen resmi untuk menjelaskan identitasnya, alias stateless atau disebut sebagai anak tidak terdata dan tidak memiliki kewarganegaraan.a
Baik orang tuanya berdokumen ataupun tidak, tidak mudah mendapatkan izin tinggal bagi anak-anak tersebut.
“Apalagi beberapa kali saya temui pernikahan sesama TKI di tempat kerja tidak tercatat dalam pencatatan sipil,” tulis Ustaz Luqman.
Padahal, pendidikan adalah salah satu hak dasar yang harus dipenuhi bagi anak-anak. Melalui Pendidikan, anak akan belajar, mengetahui, berkomunikasi, dan berakhlak baik.
Pendidikan adalah modal penting agar anak dapat bertahan hidup di masa mendatang.
Oleh karenanya, kelompok masyarakat kemudian menginisiasi pembentukan Sanggar Belajar atau Sanggar Bimbingan (SB).
Ada kira-kira 35 Sanggar Bimbingan yang terdata di KBRI. Sanggar ini dikelola oleh pemiliknya secara mandiri dari iuran para TKI atau dikelola perusahaan.
Anak-anak TKI yang tidak diterima di sekolah formal, belajar di Sanggar.
“Hari ini saya berkesempatan bertemu dengan Pengelola dan Santri Sanggar Bimbingan Daurah Tahfizh Baitul Jannah, Rawang, Selangor.
Ada 60 santri di sini, 10 di antaranya diasramakan. Mereka mengajarkan membaca, menulis, menghitung, dan mengahafal Alquran.
Ibu Murniyati, perempuan kelahiran Lombok yang sudah beralih kewarganegaraan Malaysia adalah ketua yayasan sekaligus guru utama dan satu-satunya guru tetap di sanggar tersebut,” terang Ustaz Luqman.
Ia menambahi, untuk memenuhi kebutuhan guru, Murniyati mempekerjakan beberapa TKI, minimal yang berpendidikan SMA, sebagai guru paruh waktu.
Namun, lebih banyak memanfaatkan volunteer dari kalangan mahasiswa yang melaksanakan PKL di Malaysia.
Biasanya, KBRI akan menempatkan mahasiswa PKL dari Indonesia secara acak pada SB yang terdaftar.
Menurut Ustaz Luqman dalam catatannya, bagi anak-anak pekerja Indonesia di Negeri Jiran pendidikan merupakan barang mewah.
Tidak semua dapat menikmati bangku sekolah. Ditambah lagi mereka tumbuh tanpa pengawasan orang tua.
Ayah dan ibu harus bekerja dengan waktu yang tidak menentu. Seiring waktu usia anak-anak tersebut pun berlalu, tak terasa sudah mencapai dewasa.
Banyak di antara mereka yang belum bisa membaca, menulis, maupun berhitung. Beban berat kehidupan menanti di hadapan.
Karenanya, semoga dengan penugasan Dai Ambassador Dompet Dhuafa ke Negeri Jiran ini bisa membantu mereka untuk menempuh ilmu pengetahuan agama di tengah-tengah sulitnya akses pendidikan yang mereka dapati. [Cms]