DI masa-masa jelang pemilu, dana kedermawanan publik seperti zakat, infak sedekah, dan wakaf berpotensi dimanfaatkan untuk kepentingan elektoral. Untuk mencegah hal tersebut, Forum Zakat mengkaji adanya potensi dana kedermawanan publik untuk kepentingan elektoral.
“Regulasi zakat tidak secara ketat mengatur relasi interaksi antara institusi zakat negara dengan para aktor politik, terutama petahana dengan kewenangannya.
Fenomena penyaluran bantuan zakat masyarakat yang menggunakan atribut partai banyak mendapatkan respon dari masyarakat.
Untuk itu, kami tergerak untuk mendiskusikan hal ini secara terbuka dan komprehensif agar dapat dilakukan evaluasi secara menyeluruh,” ujar Ketua Bidang Advokasi Forum Zakat, Arif R Haryono pada sambutan Diskusi Ruang Tengah ‘Menangkal Pemanfaatan Dana Kedermawanan Publik untuk Kepentingan Elektoral. (Jumat 6/1/2022)
Baca Juga: Tips Menyiapkan Dana untuk Pernikahan, Sesuaikan Budget yang Kamu Miliki
Mewaspadai Penggunaan Dana Kedermawanan Publik demi Kepentingan Elektoral
Menanggapi fenomena tersebut, Kepala Subdit Akreditasi dan Audit Lembaga Zakat Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf (Ditzawa) Ditjen Bimas Islam, H. Muhibuddin, mengatakan, dana zakat yang dikelola pemerintah memang memiliki potensi disalahgunakan. Maka itu, perlu kehati-hatian dalam menggunakan dana zakat.
“Etika penggunaan dana zakat sebenarnya sudah diatur dalam Perbaznas No.1/2018. Kementerian Agama pun sudah membuat sejumlah aturan untuk mengatur dana zakat tersebut. Pengelolaan dana zakat harus sesuai dengan aturan agama dan tidak boleh digunakan untuk kepentingan elektoral,” kata Muhibuddin.
“Jangan sampai untuk mendongkrak kepentingan pribadi, sehingga mencederai kepercayaan publik. Ini erat kaitannya dengan risiko reputasi yang kita miliki, (dana zakat) harus kita kelola,” lanjutnya.
Senada, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI – Diah Pitaloka juga menegaskan bahwa dana kedermawanan publik tidak boleh digunakan untuk kampanye.
“Apa yang terjadi dapat jadi momentum kita untuk segera melihat bagaimana komisi etik bekerja serta mengaktifkan sistem pengecekan, sistem monitoring, sistem pelaporan dari lembaga-lembaga amil zakat termasuk juga dari BAZNAS untuk bisa lebih bicara akuntabilitas, netralitas dan juga profesionalitas,” ungkapnya.
“Dalam hal pengawasan tentu masih banyak PR dan tentu harus kita perkuat dan akan kita bahas juga di DPR,” tandasnya.
Sementara, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Sasmito Madrim mengatakan zakat erat kaitannya dengan kepercayaan publik, dan publik memiliki tanggungjawab yang sama terutama dalam pengawasan.
Hal ini turut diamini Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Khoirunnisa Agustyati. Dia mengatakan dana zakat tidak boleh digunakan untuk kampanye politik.
“Ada tiga sumber dana kampanye yang diperbolehkan yaitu dana bersumber dari partai politik, calon anggota legislatif dari partai politik yang bersangkutan, dan sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain,” kata dia.
Maka dana filantropi islam yang akadnya untuk menyalurkan hal tersebut untuk kelompok-kelompok tertentu dan bukan untuk meningkatkan elektoral suatu individu atau golongan.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSAKO) Universitas Andalas, Feri Amsari, menandaskan bahwa perlindungan dana umat dana publik agar tidak dimanfaatkan untuk kepentingan elektoral hanya bisa maksimal jika publik luas terlibat dalam hal keterbukaan dan profesionalitas.
“Termasuk peran publik dalam hal pengawasan agar seluruh tujuan dana zakat yang disumbangkan yang diberikan oleh muzakki betul-betul disalurkan secara optimal,” tandasnya
Agenda yang diselenggarakan secara daring tersebut dihadiri oleh 75 peserta dari pegiat zakat, akademisi, perwakilan pemerintah, serta kalangan media massa.