PENELITI Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Askar Muhammad mengatakan bahwa besarnya potensi daging yang dihasilkan dalam pelaksanaan kurban berpeluang menurunkan ketimpangan konsumsi daging yang jika diukur dengan rasio gini, sangatlah sangat tinggi yakni diatas 0,6.
Baca Juga : IDEAS: Ancaman Omicron Kian Nyata, Segera Reformasi Kebijakan PTM 100%
Pada 2021, rata-rata penduduk di persentil tertinggi (1 persen kelas terkaya) mengkonsumsi 4,52 kg daging kambing dan sapi per tahun, 230 kali lebih tinggi dari rata-rata penduduk di persentil terendah (1 persen kelas termiskin) yang hanya mengkonsumsi 0,02 kg daging per tahun.
“Kesenjangan konsumsi daging tidak hanya terjadi antar kelas ekonomi namun juga antar daerah. bahkan juga terjadi antar daerah di Jawa. Sebagai misal, pada 2021, konsumsi rata-rata daging di Jakarta Pusat tercatat 1,73 kg per tahun, 40 kali lebih tinggi dari konsumsi Kab. Pandeglang yang tercatat hanya 0,04 kg per tahun,” ungkap Askar dalam keterangan tertulisnya pada Senin, (04/07/2022).
Askar menambahkan bahwa dengan potensi daging yang mencapai 106,2 ribu ton, maka kurban berpotensi memperbaiki tingkat gizi dan kesehatan masyarakat jika terjadi pendistribusian daging kurban terutama kepada kelompok termiskin dan daerah minus kurban.
“Tanpa rekayasa sosial, distribusi daging kurban berpotensi hanya beredar di wilayah yang secara rata-rata konsumsi daging-nya justru sudah tinggi,” kata Askar.
Temuan IDEAS menunjukan, daerah-daerah surplus daging kurban terbesar seluruhnya tercatat sebagai wilayah dengan konsumsi daging yang tertinggi seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Sebaliknya, daerah-daerah defisit daging kurban terbesar seluruhnya tercatat sebagai wilayah dengan konsumsi daging yang terendah seperti Kab. Temanggung, Kab. Pandeglang dan Kab. Ngawi.
“Dari simulasi kami, daerah dengan potensi surplus kurban terbesar didominasi daerah metropolitan Jawa, seperti Jakarta (7.451 ton) dan Bandung, Cimahi dan Kab. Sumedang (6.804 ton),” tutur Askar.
Daerah surplus kurban terbesar lainnya adalah Kab. Sleman dan Kab. Bantul (4.146 ton), Bogor, Depok dan Kab. Sukabumi (2.892 ton), Bekasi (2.135 ton), Kota Tangerang dan Tangerang Selatan (2.048 ton), Surabaya dan Kab. Sidoarjo (2.036 ton) dan Kota Semarang (1.369 ton).
“Sementara itu daerah dengan potensi defisit kurban terbesar didominasi daerah pedesaan Jawa, antara lain kawasan utara Jawa Timur, yaitu Kab. Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep (-2.795 ton), kawasan utara Jawa Tengah yaitu Kab. Brebes, Tegal, Pemalang, Purbalingga, dan Pekalongan (-2.612 ton), Kab. Grobogan. Blora, Pati, Jepara, dan Kudus (-2.460 ton),” beber Askar.
Daerah defisit lainnya yaitu kawasan timur Jawa Timur yaitu Kab. Jember, Bondowoso dan Probolinggo (-1.807 ton), kawasan utara Jawa Barat yaitu Kab. Karawang, Indramayu, Majalengka, dan Cirebon (-1.572 ton), serta wilayah barat Banten yaitu Kab. Tangerang, Serang dan Pandeglang (-1.526 ton),” ujar Askar.
Baca Juga : Kini Berkurban bersama BAZNAS Bisa Melalui Grab dan BenihBaik
Askar menyimpulkan bahwa ketepatan pendistribusian kurban kepada sasaran yang paling berhak menjadi krusial dan menjadi salah satu indikator terpenting pelaksanaan kurban.
“Jika dapat dilakukan perfect targeting kepada kelompok masyarakat yang paling berhak dengan diiringi pembedaan jumlah daging kurban sesuai kebutuhan mustahik, maka kemanfaatan daging kurban akan menjadi optimal. Dengan demikian, gini rasio konsumsi daging dapat diturunkan menjadi 0,4 atau ketimpangan moderat,” tutup Askar. [wmh]