PASCA merger 3 bank BUMN syariah menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI), perbankan syariah Indonesia terus melakukan konsolidasi.
Terkini, BSI resmi mengumumkan rencana untuk mengakuisisi Unit Usaha Syariah (UUS) BTN.
Dalam konferensi pers rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB), Corporate Secretary BSI mengungkapkan proses integrasi UUS BTN dengan BSI tengah berlangsung.
Baca Juga : IDEAS Ungkap Penurunan Kualitas Pendidikan Selama PJJ Diadopsi
Menanggapi hal tersebut, Direktur Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono menilai rencana akuisisi UUS BTN oleh BSI sebaiknya dibatalkan karena lemah dalam mengembangkan perbankan syariah dan minim visi untuk membesarkan industri dimana opsi penggabungan terlihat dipilih semata untuk menghindari kewajiban spin-off UUS BTN pada akhir 2023.
Konsolidasi industri perbankan syariah di tahap awal, terutama oleh bank BUMN syariah yang merupakan pemimpin pasar, adalah sebuah langkah yang berpotensi kontraproduktif bagi perkembangan industri dan kemaslahatan ummat.
“Konsolidasi prematur berpotensi mencegah bank syariah mendalami ceruk pasar yang spesifik dan menjadi besar dengan strategi spesialisasi bisnis. Konsolidasi prematur juga berpotensi membatasi pilihan konsumen bank syariah, terlebih ketika sebuah bank syariah memiliki positioning dan core business yang unik dan telah tertanam kuat di benak konsumen,” kata Yusuf, dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/09/2022).
Dalam kasus merger 3 bank BUMN syariah pada 2021, industri perbankan syariah nasional telah kehilangan bank syariah yang memiliki spesialisasi dalam pembiayaan mikro untuk usaha kecil yang melekat pada BRI Syariah.
“Kini, industri perbankan syariah nasional kembali berpotensi kehilangan bank syariah yang memiliki spesialisasi dalam pembiayaan kepemilikan rumah, terutama KPR subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah, yang melekat pada UUS BTN,” ujar Yusuf.
Lebih jauh, konsolidasi bank BUMN syariah sejak awal terlihat tidak memiliki visi membesarkan industri.
Merger 3 bank BUMN syariah meski signifikan meningkatkan aset BSI dan menempatkannya menjadi bank terbesar ke-7 di tanah air, namun dengan ketiadaan injeksi modal baru, aksi korporasi tersebut tidak memberi dampak langsung pada upaya memperbesar pangsa pasar perbankan syariah.
Rencana akuisisi UUS BTN oleh BSI juga terlihat minim visi membesarkan industri dimana opsi penggabungan terlihat dipilih semata untuk menghindari kewajiban spin-off UUS BTN pada akhir 2023. Opsi yang dipilih pemerintah seharusnya adalah spin-off UUS BTN menjadi bank umum syariah (BUS), atau bahkan mendorong BTN untuk konversi menjadi bank syariah.
“Jika pemerintah serius mendorong kemajuan perbankan syariah, alih-alih secara sederhana hanya sekedar mengalihkan hak dan kewajiban UUS BTN kepada BSI, pemerintah seharusnya mendorong spin-off UUS BTN menjadi BUS atau bahkan menggabungkan UUS BTN dengan bank induk-nya, yaitu BTN, dengan BTN melakukan inisiatif konversi dari bank konvensional menjadi bank syariah,” tutur Yusuf.
Dengan kata lain, menghadapi kewajiban spin-off UUS BTN pada akhir 2023, opsi progresif yang seharusnya dipilih pemerintah adalah mengalihkan hak dan kewajiban UUS BTN kepada BTN yang melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi bank syariah.
Menurut Yusuf, opsi spin-off progresif ini akan menjadi kebijakan afirmatif yang kuat tidak hanya akan segera meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah hingga menembus 10 persen, namun juga akan berdampak signifikan bagi pengembangan ekosistem industri keuangan syariah dan ekosistem industri halal.
“BTN yang merupakan bank BUMN dengan aset terkecil, sangat potensial dikonversi menjadi bank syariah karena berspesialisasi pada pembiayaan perumahan yang sangat mendorong kemajuan sektor riil secara luas, selaras dengan semangat ekonomi syariah,” ujar Yusuf.
Yusuf menjelaskan bahwa pasca berlakunya UU No. 21/2008, setidaknya tercatat 4 pola respon bank konvensional yang masuk ke pasar perbankan syariah dalam menghadapi ketentuan kewajiban spin off pada 2023. Pertama, sejak awal tidak membentuk UUS namun secara langsung mengakuisisi bank konvensional lain dan mengkonversi-nya menjadi BUS.
“Respon kedua, melakukan spin off UUS-nya menjadi BUS. Ketiga, mengakuisisi bank konvensional lain dan mengalihkan UUS-nya ke bank konvensional tersebut yang pada saat yang sama dikonversi menjadi BUS. Keempat, mengalihkan UUS ke bank konvensional induk dimana pada saat yang sama bank induk mengkonversi diri menjadi BUS,” papar Yusuf.
Yusuf menyimpulkan, bahkwa respon pelaku pasar terhadap UU No. 21/2008 ini secara jelas menunjukkan kredibilitas dan keberhasilan kebijakan spin off dalam mendorong keseriusan pelaku pasar untuk mengembangkan dan membesarkan industri dengan cara membentuk BUS.
Baca Juga : IDEAS: Pemerintah Tidak Serius Besarkan Industri Perbankan Syariah
Dalam 15 tahun terakhir, antara Juni 2008 hingga Maret 2022, pangsa pasar perbankan syariah melonjak dari 2,36 persen menjadi 6,71 persen. Hal ini terjadi karena sejumlah ketentuan yang mendorong pelaku untuk serius membesarkan industri.
“Ketika pelaku swasta sangat serius dan progresif dalam mengembangkan dan membesarkan industri perbankan syariah, maka menjadi ironis jika pemerintah dalam kasus UUS BTN ini justru memilih opsi yang melemahkan pengembangan perbankan syariah dan tidak mendorong peningkatan pangsa perbankan syariah,” tutup Yusuf.[wmh]