KAITAN KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga), pola asuh, dan kesehatan mental dijelaskan oleh Dr. Muhammad Iqbal, Psikolog (Dosen Universitas Paramadina).
Dalam beberapa bulan belakangan ini, kasus kekerasan dalam rumah tangga, khususnya pada pasangan, sering terjadi dan menyita perhatian masyarakat.
Apalagi, beberapa kasus terjadi pada pasangan publik figur yaitu laki-laki dan perempuan menjadi korban yang tentu saja menjadi perbincangan pembahasan di media sosial.
Para peneliti menyebutnya sebagai kekerasan berbasis gender di mana penyalahgunaan kekuasaan oleh mayoritas laki-laki terhadap perempuan di dalam sebuah hubungan atau sesudah perpisahan, kekerasan terjadi akibat relasi kuasa yang tidak setara.
Walaupun dalam faktanya, korbannya bukan hanya perempuan namun juga didapati perempuan sebagai pelaku, namun kasus yang sering muncul ke permukaan adalah kebanyakan perempuan menjadi korban.
Kasus KDRT kepada pasangan suami-istri di mana istri menjadi korban sering sekali menimbulkan kegeraman dan kemarahan publik, karena korban sering kali takut melapor atau dengan mudahnya memaafkan pelaku.
Beberapa penyebabnya adalah karena adanya perasaan takut, ketergantungan finansial, perasaan bersalah dan malu, sistem keyakinan individual, harapan akan adanya perubahan atau masa depan anak.
Di samping itu, lemahnya hukum menjadi penyebab keengganan korban melanjutkan prosesnya, proses hukum yang lama dan berbelit-belit.
Oknum aparat penegak hukum yang tidak mendukung atau malah menyudutkan dan menyalahkan korban atau bahkan pelaku dianggap yang memiliki kuasa/jabatan.
Baca Juga: Pentingnya Literasi Kesehatan Mental untuk Kurangi Gangguan Jiwa
KDRT, Pola Asuh dan Kesehatan Mental
Pelaku KDRT dalam beberapa kasus didapat memiliki masalah dengan kematangan emosi ataupun tidak mampu mengontrol diri, harga diri yang tinggi, memiliki masalah dengan komunikasi.
Pengaruh budaya dan pemahaman agama yang keliru, pengaruh alkohol, masalah seksualitas dan narkoba serta masalah kesehatan mental adalah penyebab utama seseorang melakukan KDRT.
Sehat mental adalah kondisi ketika batin kita berada dalam keadaan tentram dan tenang sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-hari, menghargai orang lain di sekitar dan memenuhi kebutuhan psikologis (Kemenkes, 2018).
Selain itu, WHO mendefenisikan kesehatan mental adalah keadaan yang sejahtera ketika individu menyadari potensinya sendiri, dapat mengatasi tekanan hidup yang normal, dapat bekerja secara produktif dan bermanfaat, serta mampu memberikan kontribusi kepada komunitasnya.
Kesehatan mental sangat erat kaitannya dengan kemampuan mengelola emosi, mengatasi masalah, memelihara hubungan dengan orang lain dan juga termasuk kemampuan untuk beradaptasi pada perubahan dan kemampuan mengelola tekanan.
Orang yang sehat mental adalah orang yang memiliki mood yang baik dan stabil, bisa tidur dengan baik, semangat dalam menjalankan aktivitas dan aktif dalam lingkungan sosial.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Johnson, 2006) mengatakan bahwa pola asuh orang tua seperti orang tua yang cuek/tidak peduli, perilaku orang tua yang tidak menyenangkan dalam mengasuh anak berperan pada potensi kemunculan masalah pada kesehatan mental pada individu ketika dewasa.
Pengasuhan yang bermasalah di antaranya posesif, kekerasan verbal, fisik, seksual, kurangnya peran ayah, pengabaian, hukuman yang menyebabkan trauma, membuat anak merasa bersalah agar menuruti aturan, aturan yang inkonsisten, bermusuhan dengan anak, marah yang tidak terkendali menyebabkan anak mengalami apa yang disebut dengan “toxic”.
Dalam penelitian Sheidow (2014) yang dimuat dalam Journal of Children Family Study menyatakan bahwa kualitas hubungan keluarga, keterikatan antar keluarga dan cara pengasuhan, berperan penting dalam kesehatan psikologis setiap anggota keluarga.
Keluarga yang intim dapat memperkuat kemampuan dalam mengatasi stres dan mengelola emosi positif.
Keterikatan emosional yang tinggi dapat menghindarkan depresi dan kecemasan pada saat individu menghadapi tekanan yang berat.
Pengasuhan bukan hanya memastikan anak sehat, berkembang dengan baik dan berprestasi, tapi pastikan apa yang anda lakukan sesuai dengan apa yang dibutuhkan anak pada setiap tahap perkembangannya.
Solusi dan Saran
Untuk itu pola asuh orang tua harus menjadi perhatian kita agar tidak terjadi lagi kasus-kasus KDRT pada pasangan, penting edukasi tentang pengasuhan dan kesehatan mental untuk mencegah dan mengatasi KDRT.
Pola asuh yang sehat dapat membuat anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang adapatif, ceria, optimis, produktif serta komunikatif sehingga mudah menyelesaikan berbagai persoalan hidup.
Keharmonisan rumah tangga, pola asuh yang sehat dan ketahanan keluarga yang baik dapat mencegah terjadinya masalah kesehatan mental, maka dengan memperkuat institusi keluarga maka KDRT bisa dicegah dan sumber daya manusia Indonesia akan berkualitas.[ind]