ChanelMuslim.com- Laki dan perempuan punya rasa yang sama. Terutama di momen ta’aruf. Saat itu, jangankan bisa fokus, nggak grogi aja sudah bagus amat.
Buat mereka yang akan ta’aruf atau mempersiapkan diri di momen ta’aruf, akan merasakan momen yang lain dari yang lain. Yaitu, momen yang paling mendebarkan seumur hidup.
Gimana tidak? Itulah momen pertama kali kita “berinteraksi” dengan calon yang akan jadi teman seumur hidup.
Apa cuma yang pria saja, atau dua-duanya? Bisa dibilang, dua-duanya punya rasa yang sama. Punya curious yang sama: gimana sih dia, cocok gak sih dengan fotonya, dan lainnya.
Syukurnya ada mediator yang ngatur jalannya acara. Kalau tidak, mungkin saling diam-diaman. Karena di momen itu, mata seperti berat menatap, dan lidah begitu sukar bersuara.
Ada rasa bahagia di situ. Bahagia karena ada langkah baru menuju harapan baik. Tapi ada juga was-was. Was-was karena jadi-tidaknya masih belum pasti.
Namun, tetap jaga fokus. Usahakan untuk berperilaku sewajarnya. Kalau perlu, ambil wudhu sebelum momen itu. Ini agar hawa lain yang tidak diridhai Allah bisa terhalang masuk. Mungkin was-was itu.
Selain wudhu, coba tarik nafas panjang agar debaran jantung nggak kelihatan di luar. Orang yang grogi, bicaranya akan terbata-bata. Mungkin juga gagu alias sulit bicara.
Usahakan bicara sistematis. Mulai kenalkan diri dari yang awal seperti nama, kelahiran, pendidikan, pekerjaan, dan hal lain tentang diri yang menarik untuk disampaikan.
Begitu pun menceritakan tentang keluarga. Mulai dari ayah ibu, alamat, suku kalau perlu, keadaan saudara kandung dan tiri, dan lain-lain.
Terakhir tentang tujuan untuk menikah. Sampaikan wujud nikah yang diinginkan. Dan, keluarga yang bagaimana nantinya yang dicita-citakan.
Baiknya, tidak menyampaikan masa lalu yang buruk. Seperti, pernah pacaran dengan seseorang, pernah dihukum orang tua, pernah bermasalah di sekolah atau kampus, dan lainnya.
Masa lalu yang buruk sudah disesali dan tidak akan terulang lagi. Karena itu, Allah pun sudah menghapus masa lalu itu. Sekali lagi, jangan diceritakan lagi.
Bagi wanita, baiknya jangan singgung soal gaji calon. Atau, mempersepsikan sosok calon dalam hal gaji dan kekayaan. Karena hal itu menunjukkan rapuhnya niat untuk membangun keluarga yang Islami.
Begitu pun pria, baiknya tidak menggambarkan bagaimana ketatnya aturan rumah tangga nanti. Seperti, tidak boleh ada televisi, istri tidak boleh keluar rumah, dan lainnya.
Tentang itu bisa dibangun dalam kesepakatan setelah menikah. Karena aturan bisa berbeda mengikuti lingkungan yang ada.
Jangan tertawa terlalu lepas. Karena boleh jadi, hal itu menunjukkan sikap kurang hati-hati, kurang empati, atau mungkin bisa terjatuh pada penghinaan. Tertawa sekadarnya aja sebagai respon alami.
Tunjukkan bahwa kita tidak sedang menatap, tapi hanya melihat. Di mana bedanya? Melihat itu masih dalam konteks, sedangkan menatap ada hal lain yang sedang diincar.
Selain itu, menatap kepada yang bukan mahram juga tidak dibenarkan agama. Hal ini sebagai kehati-hatian dengan “panah-panah” setan.
Biarkan moderator yang memutuskan apakah acara sudah cukup atau dilanjutkan lagi. Kalaupun mau ada usul untuk dilanjutkan, baiknya disampaikan kepada moderator di luar acara.
Hal ini untuk menunjukkan sikap proporsional dan perilaku yang baik. Bersabarlah untuk mengikuti proses dan tidak terburu-buru mengambil sikap.
Setelah usai, cobalah untuk bersungguh-sungguh dalam istikharah. Tenangkan hati. Banyak-banyak berzikir dan berdoa. Ambil keputusan setelah hati memang mengiyakan. [Mh]