ChanelMuslim.com- Jodoh untuk wanita itu dicari atau dicarikan? Kalau dicarikan, siapa yang paling bertanggung jawab?
Dunia sering mengalami pergeseran, terutama budaya dan nilai-nilai agama. Hal itu seiring dengan perkembangan dunia informasi dan pemahaman umat tentang agama.
Kini, perkembangan dunia informasi seratus persen dikuasai non muslim. Mulai dari media massa, film, teknologi media, dan lainnya. Tanpa sadar, dunia mengikuti apa dilakukan penguasa informasi. Padahal, belum tentu itu benar menurut agama.
Contohnya tentang mencari jodoh. Al-Qur’an tidak memposisikan lajang, terlebih lagi wanita, sebagai subjek yang aktif mencari jodoh. Jodoh mereka itu dicarikan, bukan dicari sendiri oleh si lajang wanita.
Salah satu firman Allah tentang itu seperti terdapat dalam Surah An-Nur ayat 32. Allah berfirman, “Dan nikahkanlah para lajang di antaramu dan hamba-hamba sahayamu yang layak menikah, laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karuniaNya…”
Khusus untuk wanita, yang aktif tentang jodohnya bukan dirinya sendiri. Melainkan para walinya. Bisa itu orang tua, kakak atau adik, paman, bahkan para guru mengaji.
Hal ini karena syariat Islam memberikan kewajiban para wali untuk mengurus itu hingga tuntas. Mulai dari memeriksa kelayakannya, hingga memutuskan boleh atau tidaknya. Dan biasanya, para wali meminta pertimbangan dari si gadis untuk memberikan persetujuan. Dan diamnya si gadis adalah setujunya.
Ketentuan ini tentu bukan tanpa hikmah. Hal ini di antaranya, karena umumnya wanita sulit untuk menilai secara objektif tanpa dipengaruhi emosinya. Dan emosi itulah yang paling rentan dimanipulasi pihak pria.
Hal ini tidak berarti bahwa ada sikap otoriter terhadap wanita. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga menganjurkan untuk meminta persetujuan dari si gadis.
Dengan kata lain, yang gerilya dan yang bersusah payah untuk mencari, melacak, dan bertanya ke sana dan sini itu bukan si gadis. Melainkan para walinya.
Boleh-boleh saja si gadis mengajukan proposal tentang sosok yang ia suka. Tapi, tetap saja proses utamanya ada pada para wali si gadis. Dan tidak bisa si gadis menjadi wali untuk dirinya sendiri. Setidaknya, jika memang tidak ada sama sekali, gadis itu akan diwalikan oleh hakim dari negara.
Dengan begitu, jika para wanita ikut berikhtiar mencari jodoh, online atau offline, tetap saja calon yang didapat sebagai proposal yang akan diajukan kepada walinya.
Di sinilah bias informasi yang terjadi saat ini. Adanya upaya mencari jodoh online seolah-olah si gadis itu sendiri yang akan seratus persen memutuskan ya atau tidak.
Fatalnya, ikhtiar jodoh via online sangat rentan manipulasi. Mulai dari data diri, hingga adanya kemudahan untuk berkhalwat atau berdua-duaan yang juga via online.
Bayangkan jika si gadis merasa bahwa dirinya sudah mampu seratus persen bisa memutuskan. Tentu, yang akan terjadi adalah bencana.
Sebaiknya, sebelum si gadis berikhtiar via online, ia sudah berkonsultasi dengan walinya. Atau, dalam bimbingan walinya. Dan si gadis berpuas diri bahwa keputusan akhir ada pada wali yang ia percayai itu. [Mh]