ANAK itu seperti bibit pohon raksasa. Ia akan tumbuh mengikuti bentukan lingkungannya. Bisa tumbuh besar dan gagah. Bisa juga hanya sekadar tumbuhan bonsai.
Mitos lebih banyak negatifnya daripada positifnya. Terlebih lagi jika diajarkan ke anak-anak. Karena itu, banyak pendidik yang berusaha untuk membersihkan mitos mulai dari rumah.
Berikut ini tips mendidik anak tanpa mitos. Antara lain:
Satu, Rangsang Nalar Berpikir.
Usahakan untuk tidak meyakinkan sesuatu kepada anak tanpa nalar. Rangsang nalarnya agar anak mau belajar dan memahami sebelum akhirnya meyakini.
Inilah di antara makna dari firman Allah yang pertama kali turun kepada Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: iqra! Artinya bacalah.
Membaca tidak selalu berarti melihat teks. Tapi, mencermati fenomena alam juga berarti membaca.
Meyakini bahwa Allah subhanahu wata’ala Pencipta, Pemilik, dan Penguasa alam semesta tumbuh setelah memahami bahwa alam ini memang diciptakan oleh Allah subhanahu wata’ala.
Karena itu pertanyaan kenapa begini dan kenapa begitu, menjadi hal lumrah di hampir setiap momen menjelaskan kepada anak.
Ayah ibu bisa menyiapkan diri untuk merujuk pada banyak buku tentang apa ini dan apa itu, atau kenapa begini dan kenapa begitu.
Membangun nalar dimulai dari hal yang kecil dan paling dekat dengan lingkungan anak. Misalnya, kenapa harus mandi pagi, mandi sore, makan pagi, tidur sekian jam, dan seterusnya.
Tapi, ayah ibu harus sabar jika kemudian anak akan banyak bertanya. Boleh jadi, pertanyaan itu terkesan sangat remeh dan seperti mencari-cari.
Dua, Bangun Dalil-dalil Agama.
Mengandalkan logika atau nalar saja tidak cukup. Banyak pakar sain di dunia ini yang akhirnya tersasar dengan nalarnya sendiri.
Karena itu, dalil-dalil agama menjadi dasar lain yang juga harus terbangun pada anak.
Yakinkan anak bahwa Al-Qur’an adalah solusi dan way of life. Yaitu dengan cara melatih anak untuk terbiasa merujuk pada Al-Qur’an untuk menemukan jawaban kesehariannya.
Misalnya, kenapa orang takut dengan setan. Bisa merujuk pada Surah Ali Imran ayat 175: “Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya…”
Atau, kenapa kalau makan harus dihabiskan. Bisa merujuk pada Surah Al-Isra ayat 27: “Sesunngguhnya pemboros-pemboros itu saudara-saudara setan…”
Di zaman serba digital saat ini, rasanya mencari ayat-ayat Al-Qur’an yang sesuai dengan konteks sangat mudah. Tinggal diketik kata pada ponsel, maka ayat dan tafsirnya akan bisa dibaca.
Tiga, Berikan Ruang untuk Anak Bertanya.
Dalam hal apa pun, usahakan untuk memberikan kesempatan anak bertanya. Kalau mereka kurang merespon, coba latih agar mereka tergelitik untuk bertanya.
Misalnya, ditawarkan ke anak-anak, siapa yang mau nanya. Kalau mereka tidak merespon, coba tawarkan hadiah bagi yang mau bertanya.
Jika bertanya sudah menjadi kebiasaan, maka anak akan kritis terhadap apa pun yang menurut mereka hal baru.
Tinggal selanjutnya, ayah ibu harus siap jika anak bertanya tentang sesuatu yang dirasa tabu. Misalnya, “Adek dilahirkan ibu lewat mana?”
Yuk ajari generasi penerus untuk mencintai ilmu: dari agama dan sains. Dan jangan biarkan mereka terpedaya oleh mitos orang zaman baheula. [Mh]