MITOS dipercaya banyak orang bukan karena nilai nalarnya. Tapi karena kesan sakralnya.
Di hampir semua daerah di Indonesia, mitos hidup subur. Secara turun-temurun mitos seperti menjadi panduan hidup banyak orang.
Pertanyaannya, kenapa hal itu bisa terjadi? Sejumlah hal berikut ini setidaknya menjadi alasan kenapa mitos dirasa begitu sakral.
Pertama, Disampaikan dari Orang Tua kepada Anak-anak.
Mitos tersebar melalui nasihat-nasihat orang tua kepada anak-anaknya. Seolah menjadi panduan hidup tentang mana yang baik dan buruk, dan mana yang benar dan salah.
Karena yang menyampaikan mitos dari orang tua, maka anak-anak akan menganggapnya sebagai petuah yang sakral.
Siapa yang mentaati nasihat orang tua, maka itu bagian dari bakti kepada orang tua. Dan siapa yang mengabaikan nasihat orang tua, maka sama dengan durhaka. Termasuk bila yang disampaikan orang tua hanya sebuah mitos.
Bayangkan jika mitos disampaikan dari seorang teman, maka nilainya akan menjadi biasa saja. Bisa dipercaya, bisa juga tidak.
Kedua, Ada Nilai Petuah yang Keramat.
Selain karena yang menyampaikan orang tua, nasihat yang sebenarnya hanya mitos tersaji begitu ‘mulia’ atau keramat.
Biasanya, orang tua menyampaikannya tidak sambil bercanda. Tapi begitu serius. Bahkan, ia sendiri selalu mengamalkannya.
Misalnya, mitos tentang dua saudara kandung yang menikah di tahun yang sama. Hal itu dilarang dalam mitos karena akan menjadi musibah terhadap salah satu dari saudara kandung itu.
Orang tua menyampaikannya begitu serius. Ia bahkan menjelaskan kepada anak atau calon besan dan menantu bahwa hal itu terlarang.
Sebegitu yakinnya, orag tua bisa menolak lamaran karena keyakinan dengan petuah yang sebenarnya hanya mitos.
Lain halnya jika mitos disampaikan dalam suasana santai atau candaan. Maka nilainya hanya sekadar dongeng masa lalu.
Tiga, Konsekuensinya Diyakini Langsung.
Pertanyaan lain, kenapa orang seperti lebih takut dengan nilai mitos daripada ajaran agama? Jawabannya sederhana. Karena balasan pelanggaran mitos bersifat langsung, sementara agama tidak.
Contoh, agama melarang umatnya mencuri. Kalau dilanggar, maka akan terkena dosa. Dan dosa akan menjadi azab atau siksaan di akhirat kelak.
Sementara kalau mitos, balasannya diyakini langsung di dunia. Misalnya tentang larangan menikah dua saudara di tahun yang sama. Balasannya bukan di akhirat kelak, tapi di pekan, bulan, atau tahun itu juga.
Begitu pun tentang mitos anak gadis yang tidak boleh duduk di depan pintu karena akan susah dapat jodoh. Balasannya bukan di akhirat, tapi di saat itu juga. Yaitu, dengan tidak kunjung datangnya jodoh untuk sang gadis.
Tiga hal inilah, di antaranya, yang menjadikan mitos begitu kuat diyakini di masyarakat. Bahkan, bisa melebihi keyakinan terhadap ajaran agama. [Mh]