ChanelMuslim.com – Jakarta Islamic School (JISc) menggelar muhasabah sekaligus mabit bertema keutamaan dan hikmah pada bulan Ramadan.
Syaikh asal Palestina Muhammad Shaleh Abu Tayoun hafidz bersanad Asy Syatibi di Asia Tenggara memberikan tausiyah dalam kesempatan itu. Ia mengatakan tujuan Ramadan adalah menjadi manusia yang bertakwa di sisi Allah.
Pada acara muhasabah ini, Syaikh asal Palestina Muhammad Shaleh Abu Tayoun menyampaikan tiga poin.
Di bulan Ramadan yang mulia ini setidaknya ada 3 pelajaran yang dapat kita kuasai dan kita maksimalkan.
Hikmah, dapat berinteraksi dengan Al-Qur’an
Pertama, adalah dengan berinteraksi dengan Al-Qur’an. Bulan suci Ramadan merupakan momen ketika Al-Qur’an pertama kali diturunkan seperti firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 183.
“Allah menjadikan kita bertakwa di sisi Allah, dan salah satu jalannya adalah dengan berinteraksi dengan Al-Qur’an,” kata Syaikh Muhammad Shaleh Abu Tayoun dalam event mabit dan muhasabah di masjid As Syafiyah Nuur’ala nuur JISc Kodam, Jakarta Timur, pada Sabtu (08/05/2021).
Dalam surat Al-Baqarah ayat 183 disebutkan momentum diturunkannya Al-Qur’an.
Al-Qur’an sebagai petunjuk untuk manusia untuk menjalani kehidupan dengan benar dan sesuai dengan aturan Allah Subhanahu wa Taala.
Bulan Ramadan adalah kesempatan emas bagi umat Islam untuk senantiasa memperbanyak ibadah. Baik ibadah sunah maupun wajib.
Baca Juga : Event Mabit – Tabligh Akbar, Tarhib Ramadan Bersama Spirit Ramadan For Palestine
Hikmah, hadirnya takwa di dalam diri
Selain itu, hikmah Ramadan juga mengenalkan umat tentang menjaga hawa nafsu. Menurut Syaikh biasanya pada bulan-bulan biasa, orang makan minum kapan pun.
Tapi kemudian pada bulan Ramadan, ketika ingin makan, namun kita tidak lakukan, ketika ada nafsu yang ingin keluar, namun tidak kita lakukan.
Maka itu semua bisa terjadi karena hadirnya takwa dalam hatinya.
“Hikmah di bulan Ramadan ini hadirnya takwa dan keimanan dalam diri kita. Ketika ada nafsu yang ingin keluar namun tidak kita lakukan itu semua terjadi karena hadirnya takwa dalam diri kita.
Ketika kita menjalani puasa tahu jelas mana yang halal dan haram. Maka ketika kita menjalaninya dengan benar
kita akan mendapatkan apresiasi dari Allah Subhanahu wa Taala,” jelasnya.
Baca Juga ; Mabit Anak Kelas Satu SD JISc
Urgensi waktu mendekatkan diri kepada Allah
Selanjutnya, hikmah Ramadan adalah urgensi waktu untuk beribadah mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Taala lebih banyak.
“Dulu seakan-akan pada bulan biasa kita tidak punya waktu untuk beribadah. Kemudian semua itu seperti terlupakan ketika datangnya bulan Ramadan,” tambahnya.
Di bulan Ramadan, lanjut Syaikh, ada masa yang begitu istimewa bahkan ketika Ramadan ada waktu luang untuk
seluruh umat muslim meluangkan waktunya untuk membaca Al-Qur’an, shalat malam, dan amalan lainnya.
Maka ketika kita mandapatkan kenikmatan untuk menghabiskan waktu dalam hal keimanan seperti di bulan Ramadan. Untuk itu, inilah kesempatan yang tak boleh disia-siakan.
“Harapannya, dengan pelajaran ke dua ini, setelah Ramadan, kita bisa memanfaatkan waktu sebaik-baiknya semaksimal mungkin sehingga kita bisa kemudian menjadi orang yang bertakwa,” tambahnya.
Dan ini pelajaran yang ketiga yang tidak kalah penting yang perlu kita hadirkan di bulan suci Ramadan adalah di mana kita menjadi tuan bagi diri kita sendiri.
“Di mana kita tahu setan semua dibelenggu tapi nafsu itu tetap ada, maka tujuan bulan suci Ramadan dihadirkan untuk kita agar orang-orang yang beriman bisa menjadi tuan bagi dirinya sendiri,” jelasnya.
Hikmah, dapat menguasai diri sendiri
Untuk itu, pada poin ketiga Syaikh menyampaikan soal menguasai diri sendiri terutama kepada Allah Subhanahu wa Taala sebagai salah satu hikmah di bulan Ramadan.
“Ramadan hadir untuk seluruh orang yang beriman yang sedang belajar untuk manjadi tuan bagi dirinya sendiri manjaga nafsunya dari pada hal-hal yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Taala,” tutupnya.
Allah mencintai orang yang kuat, kuat ketika bisa menahan dirinya dari hawa nafsu. Maka dari itu, orang yang
merdeka adalah orang yang bisa menguasai dirinya, sedangkan orang yang terjajah adalah orang yang sulit untuk menguasai dirinya.
Event mabit dan muhasabah bersama ini diikuti oleh guru-guru dari JISc dan anak yatim dan dhuafa. Acara ini ditutup dengan doa bersama, berdzikir, membaca Al-Qur’an, dan shalat malam berjamaah.[Ind/Wld].