USIA Omar Mukhtar tak lagi muda, 53 tahun. Pada usia segitu, banyak orang yang mungkin lebih memilih pensiun, pergi mengasingkan diri di suatu tempat yang nyaman, jauh dari hiruk pikuk, atau hidup tenang bersama anak-cucu. Kehidupannya lebih banyak individual, ketimbang sosial.
Tetapi tidak dengan Omar Mukhtar. Di usia 53 tahun, ia lebih memilih memimpin perlawanan rakyat Libya untuk mengusir penjajah Italia atas tanah kelahiran mereka. Lelaki tua berjuluk “Lion of the Desert” (Singa Padang Pasir) itu membuat tentara Italia kewalahan. Benito Mussolini dibuat frustasi. Tentara Mereka di lapangan dibuat ciut nyali.
Baca Juga: Abdullah bin Amir, Pemimpin Pemuda Quraisy
Di Usia Senja Omar Mukhtar Tetap Memimpin Perlawanan Melawan Penjajah
Rezim Italia kemudian berpikir, mungkin bukan dengan jalan kekerasan, lelaki tua yang bekerja sebagai guru ngaji ini bisa ditaklukan. Strategi membungkam perlawanan pun dilakukan. Dengan tujuan menghentikan perlawanan, bujuk rayu harta pun ditawarkan.
Tapi semua itu tak mempan. Omar Mukhtar terus melakukan perlawanan tanpa henti selama 20 tahun, dari tahun 1910-1930. Hingga akhirnya para jenderal militer Italia pun silih berganti.
Di rentang usianya yang semakin tua, 73 tahun, Omar Mukhtar tertangkap. Kemudian petinggi militer Italia yang dikenal berhati bengis, Jenderal Graziani, menghampirinya di ruang interogasi.
“Tuan Omar, apa Anda tidak tahu siapa yang Anda lawan? Kami ini punya pasukan yang terlatih, alat tempur yang modern dan canggih, dan logistik yang melimpah ruah. Kami pasti menang melawan kalian. Lalu mengapa kalian terus melakukan perlawanan?”
Dengan penuh wibawa, Omar Mukhtar menjawab kesombongan Jenderal Graziani, “Ya, kami tahu itu semua. Tetapi yang penting bagi kami adalah melakukan perlawanan, ya perlawanan!”
Omar Mukhtar kemudian dihadapkan ke tiang gantungan. Tangannya terborgol, tetapi kepalanya tegak. Pandangan matanya tak menunjukan rasa takut sedikit pun. Tatapannya menghujam ke depan.
Kepada Jenderal Graziani, mujahid berusia 73 tahun itu mengatakan, “namaku akan jauh lebih panjang dari umur para algojomu!” Setelah itu ia syahid di tiang gantungan.
Omar Mukhtar adalah cermin dari sikap seorang pejuang yang tidak mau tunduk pada penindasan dan kezaliman. Ia bisa saja memilih sikap tak peduli, toh untuk apa melakukan perlawanan di usia senja? Ia bisa saja memilih sikap pesimis, melihat kekuatan musuh yang begitu besar.
Tetapi sikap itu bukan pilihan seorang pejuang. Karena sikap pengecut itu bukan saja mereka yang lari tunggang langgang dari Medan pertempuran, tetapi mereka yang memiliki mental penakut sebelum turun ke gelanggang.
Terkadang bukan karena musuh itu lebih kuat dari kita, lalu kita dapat ditaklukan, tetapi karena mental kita yang lemah dan pesimis dalam berjuang.
Karena itu, Omar Mukhtar lebih memilih mati di medan laga, ketimbang hidup hina di bawah kaki penjajah. Kematiannya memberikan pesan, bahwa hidup adalah perjuangan dan keberanian tak akan dimiliki oleh mereka yang mencintai kemewahan!
Panjang umur perjuangan!
Penulis: ArtaAbuAzzam