ChanelMuslim.com – Bank Indonesia (BI) pada Senin, 17 Agustus 2020, merilis uang baru pecahan senilai Rp75.000. Namun, uang khusus edisi Kemerdekaan RI ke-75 ini dikabarkan bukan berfungsi sebagai alat tukar. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, uang khusus yang diterbitkan ini bukanlah uang baru yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan ekonomi.
“Uang ini khusus untuk peringatan peristiwa, yakni dalam rangka memperingati HUT RI ke-75,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual (17/8).
Menanggapi dirilisnya uang Rp75.000 baru ini, Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati mengatakan bahwa di saat sedang pandemi di mana ekonomi masyarakat sedang tidak baik, keluarnya uang baru menjadi kurang elok.
“Karena orang tertarik merogoh kocek Rp75 ribu hanya untuk satu lembar souvenir. Sementara situasi kita sedang sulit,” katanya.
Anis menilai, walaupun uang rupiah khusus ini dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran yang sah, tetapi biasanya tidak digunakan sebagai alat tukar. Menurutnya, secara umum orang tidak akan membelanjakan uang tersebut atau hanya akan disimpan sebagai koleksi saja. Karena walaupun dapat menjadi alat pembayaran, uang rupiah edisi Kemerdekaan ke-75 tahun RI ini dicetak “terbatas”, yakni hanya 75 juta lembar. Orang akan cenderung menyimpannya atau menjadikannya sebagai koleksi.
“Di sinilah letak ketidakelokannya,” ujar Anis.
Ketika seharusnya masyarakat umum bisa membelanjakan uang itu untuk hal yang lain, mereka malah menyimpannya hanya demi koleksi, sementara kondisi ekonomi kita sedang kurang baik. Padahal 75 juta lembar uang yang dicetak itu, akan menjadi nilai yang luar biasa jika semua dibeli oleh masyarakat.
“Berpotensi jadi fresh money untuk negara, dan ditarik dari uang rakyat,” tegasnya. Jika dicoba untuk dihitung, 75 juta lembar dikalikan dengan 75 ribu rupiah , maka akan terkumpul uang sebesar Rp7,5 trilyun.
“Jumlah yang luar biasa, dan itu murni berasal dari uang rakyat,” ungkapnya menekankan.
Kemudian, politisi perempuan PKS ini mengingatkan kembali bahwa kita sedang dalam kondisi pandemi yang berdampak ke semua sektor ekonomi. Akan sangat tidak pantas jika saat negara ingin meningkatkan daya beli masyarakat, tetapi masyarakat malah harus menyisihkan Rp75.000 hanya untuk uang khusus “souvenir”. Sesuatu yang memiliki niat baik, tetapi dilaksanakan di saat yang tidak tepat.
“Dikhawatirkan malah akan menimbulkan polemik panjang,” pungkasnya.[ind/rilis]