ChanelMuslim.com- Rakyat seperti dipermainkan kartel minyak goreng. Pasca pencabutan HET atau harga eceran tertinggi, minyak goreng seperti sim salabim, tersedia banyak di pasar.
Pemerintah akhirnya mencabut harga eceran tertinggi minyak goreng. Khususnya minyak goreng kemasan. Sementara minyak goreng curah dipatok dengan harga 14 ribu rupiah per liternya.
Dengan pencabutan HET ini, harga minyak goreng kemasan akan mengikuti harga pasar. Dengan kata lain, rakyat dibiarkan bersaing dengan pasar global dengan harga yang sangat tinggi.
Pencabutan HET ini bisa dibilang harga minyak goreng kembali ke bulan Januari lalu. Barangnya tersedia tapi dengan harga “selangit”.
Menariknya, pasca pencabutan HET, minyak goreng tiba-tiba melimpah. Seperti permainan sulap yang hanya mengucapkan ‘sim salabim’, maka minyak goreng yang semula lenyap tiba-tiba melimpah.
Lalu, apa fungsi pemerintah jika kebutuhan pokok diserahkan ke harga pasar? Bukankah minyak sawit itu produk asli Indonesia, ditanam di tanah Indonesia. Tapi ketika dijual, harganya mengikuti harga pasar dunia.
Kasus minyak goreng ini boleh jadi mirip dengan harga batubara. Harganya akan mengikuti harga pasar, meskipun digali dari tanah Indonesia.
Konsekuensi dari harga pasar batubara tidak tertutup kemungkinan akan berimbas pada harga listrik. Kalau harga batubaranya naik, listrik pun akan ikut naik.
Kini, emak-emak yang akan bingung sendiri. Ketika harga normal, minyak goreng hilang. Ketika tersedia melimpah, harganya sudah selangit. Itu artinya, sama-sama tidak bisa memperoleh minyak goreng. [Mh]