ChanelMuslim.com- Selain mengevaluasi satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, publik juga mengevaluasi satu tahun Mendikbud, Nadiem Makarim. Evaluasi kebijakan di bidang pendidikan ini dilakukan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Hasilnya, Nadiem dapat rapor merah.
Ada yang menarik dari evaluasi satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma’ruf dalam bidang pendidikan. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai bahwa setahun kepemimpinan Nadiem Makarim, kinerjanya dinilai masih belum KKM alias Kriteria Ketuntasan Minimal. Dengan kata lain, Nadiem mendapat rapor merah.
FSGI menyebut nilai KKM sebesar 75, sementara rata-rata nilai untuk mantan bos Gojek ini meleset kebawah sebesar 68. Penilaian itu dilakukan terhadap 8 kebijakan Nadiem. Yaitu, penghapusan Ujian Nasional, Asesment Nasional, bantuan kuota belajar, kurikulum darurat pandemi, hibah Merdeka Belajar, relaksasi dana BOS, pembelajaran jarak jauh (PJJ), dan Program Organisasi Penggerak (POP).
Dari 8 poin penilaian, ada 3 poin yang di atas KKM. Yaitu, penghapusan UN yang begitu diapresiasi pihak guru dan siswa. Nadiem dinilai cukup sigap mengambil keputusan itu terlebih di saat pandemi. Selama ini, UN dianggap sebagai beban psikologis dalam dunia pendidikan, selain juga tidak memberikan nilai tambah dalam proses pendidikan. Dalam hal penghapusan UN, Nadiem mendapat nilai 100.
Kedua, soal Asesment Nasional. Kebijakan ini secara konsep juga dinilai bagus, tapi karena belum dilaksanakan penilaiannya berada di kisaran standar sebesar 75.
Poin ketiga yang di atas KKM adalah penerapan kurikulum darurat di tengah pandemi. Kebijakan ini mendapat apresiasi karena Mendikbud dinilai aspiratif terhadap kondisi di lapangan. Sayangnya, dalam penerapannya Nadiem memberikan kebebasan kepada pemerintah daerah untuk memilih kurikulum yang sesuai. Dan ketidaktegasan inilah yang dinilai menimbulkan masalah di lapangan. Di poin ini Nadiem mendapat nilai 80.
Sementara untuk 5 poin lainnnya, skornya masih di bawah KKM. Untuk bantuan kuota internet guru dan siswa misalnya, skornya sebesar 65. Bantuan dengan anggaran sebesar 7,2 Triliun ini dinilai agak mubazir karena adanya penyamaan masalah. Padahal, di atas 60 persen masalah PJJ bukan hanya soal kuota internet, tapi masalah sinyal yang minim, dan ketersediaan alat gawai.
Jika saja anggaran ini dialokasikan juga untuk bantuan alat gawai dan penyediaan jaringan wifi di Rt/Rw atau desa, tentu akan lebih mengena.
Poin tidak KKM lainnya adalah pelaksanaan PJJ. Skornya sebesar 55. Mendikbud dinilai kurang melakukan evaluasi dan perbaikan dalam pelaksanaan PJJ. Selama PJJ, banyak korban berjatuhan dari sisi tekanan psikologis untuk guru, orang tua, dan terlebih lagi siswa. Bahkan, dilaporkan sudah 2 siswa tewas sebagai dampak dari PJJ ini. Satu meninggal karena kekerasan yang dilakukan orang tua, dan satunya lagi karena bunuh diri.
Sementara untuk poin relaksasi bantuan dana BOS, skornya sebesar 60. Kebijakan ini sebenarnya dinilai baik, tapi karena masih adanya ketentuan yang berlaku di daerah tentang dana BOS, pelaksanaan kebijakan ini menjadi tidak efektif.
Begitu pun dengan poin hibah Merdeka Belajar dan program POP, skornya sebesar 60 dan 50. Soal hibah slogan Merdeka Belajar dari Sekolah Cikal yang sudah menjadi merek dagangnya, prosesnya dinilai belum memadai. Hal ini karena dianggap tidak memenuhi ketentuan UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah yang harus melibatkan Presiden melalui Kementerian Hukum dan HAM.
Poin tentang Program Organisasi Penggerak atau POP adalah poin dengan skor paling rendah, sebesar 50. Kegaduhan tentang peluncuran POP tergolong besar setelah ormas Islam terbesar seperti NU dan Muhammadiyah bersuara sumbang tentang POP ini. Program ini pun akhirnya dibatalkan dan akan menjadi program tahun berikutnya setelah melalui perbaikan.
Ibarat tahun masa jabatan Menteri seperti kelas, maka Mas Menteri baru kelas 1. Masih ada 4 kelas lagi yang harus dilalui. Semoga rapor merah di kelas 1 ini tidak menjadi pengulangan di kelas-kelas berikutnya. (Mh)