ChanelMuslim.com – Menyoal protes dan candaan PPKM. PPKM terus diperpanjang. Ada masyarakat yang melawan. Dan tidak sedikit pula yang “melecehkan” melalui sindiran dan lucu-lucuan.
Kalau kita buka konten video di media sosial tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM, jangan heran jika banyak sindiran berupa meme. Ada yang menohok langsung ke pemerintah. Ada juga yang sekadar melalui candaan.
Di antara candaan itu tentang batas waktu makan 20 menit di warung dan restoran. Contoh candaannya: ada yang bertanya, dari mana angka 20 menit? Apa alasan ilmiahnya?
Jawabannya lumayan lucu: “Karena nama virusnya Covid 19, maka keganasannya dimulai setelah menit ke-19. Karena itu, buka masker saat makan hanya boleh selama 19 menit, dan satu menit buat jaga-jaga.”
Baca Juga: PPKM Berlanjut, Waspadai Faktor Konsumsi Masyarakat
Menyoal Protes dan Candaan PPKM
Ada juga video lain yang menawarkan “sayembara” atau kuis berhadiah secara acak ke masyarakat. “Apa kepanjangan dari PPKM?” Jawabannya, hanya membuat penonton tertawa.
Orang Indonesia umumnya memang bukan warga yang beringas. Bukan juga pemarah dan anarkhis. Ketika mereka tidak suka dengan sebuah kebijakan pemerintah, mereka cukup merespon dengan sindiran dan candaan.
Sepintas, ini seperti pelecehan. Tapi, inilah sebenarnya cara bijak dari rakyat yang mengungkapkan protesnya. Jadi, bukan protesnya yang harus dipersoalkan. Tapi, program atau kebijakan yang sedang diproteskan.
Boleh jadi, rakyat tidak mempersoalkan pembatasannya. Tapi, menagih kompensasi dari pembatasan itu. Karena kebijakan pembatasan pasti akan berdampak pada sisi ekonomi atau pendapatan. Tidak bisa tidak, kompensasi pun juga dalam bentuk keseimbangan ekonomi di masyarakat bawah dengan mengganti kerugian.
Jangan sampai program pembatasan akhirnya membenturkan masyarakat pada dua pilihan: kesehatan atau ekonomi. Kalau pilih kesehatan, harus siap dibatasi. Dan kalau pilih ekonomi, jangan salahkan siapa-siapa kalau tidak sehat dan mungkin mati.
Jadi, tak ada salahnya pengambil kebijakan terus mengevaluasi tentang program pembatasan ini. Jangan sampai program yang bobotnya serius justru tiba di kalangan bawah menjadi “lecehan” dan candaan. [Mh]