DEBAT Cawapres kemarin kembali menarik perhatian publik. Keluarnya istilah baru kembali menggelitik publik. Setelah SGIE kini muncul lagi GreenFlation.
Berbeda dengan debat Capres yang bergulir mulus sesuai ‘jalurnya’, debat Cawapres kemarin lagi-lagi menggelitik perhatian publik. Keluarnya istilah baru yang bernada menjebak nyaris terulang.
Istilah baru itu adalah GreenFlation atau Green Inflation. Istilah ini mengingatkan publik dengan debat terdahulu yang memunculkan istilah SGIE.
GreenFlation merupakan istilah teknis tentang suatu keadaan inflasi yang terjadi pada produk hijau seperti kelapa sawit atau jagung. Sawit dan jagung tiba-tiba melonjak harganya karena alih fungsi dari produk pangan menjadi produk energi.
Yang menarik dari istilah ini bukan pada isinya. Tapi pada konteksnya yang dilemparkan saat debat Cawapres kemarin. Padahal, aturan debat sudah melarang calon mempertanyakan istilah tanpa penjelasan yang dipahami penjawab dan publik.
Etika dan Isi Debat
Debat sekelas Cawapres mestinya memunculkan nilai etika dan kebijakan, sehingga arah kebijakan bangsa dan negara terlihat jelas mau kemana. Bukan seperti ‘adu pintar’ berkelit kata-kata dan istilah.
Terlebih lagi jika debat mengalami ‘cacat’ etika saat satu calon seperti ‘mempermalukan’ calon lain dengan gerakan tubuh yang tidak lazim di forum debat sekelas itu.
Silakan saja politisi mengungkapkan satire atau sindiran cerdas sehingga mengalahkan pihak lawan. Tapi tidak dengan gerakan tubuh.
Itulah yang membedakan antara ‘lawakan’ tingkat tinggi antar politisi dengan lawakan biasa oleh komedian. Artinya, tidak pada tempatnya.
Justru, hal itu akan memunculkan cacat etika. Orang umumnya menyebut hal itu dengan kurang beradab. Dan sebutan itu tentu sangat tidak pas untuk calon pemimpin tertinggi di sebuah negara.
Imam Malik rahimahullah menyebut nilai adab begitu tinggi. Bahkan melampaui tingginya ilmu seseorang: al-adab fauqal ‘ilmi. “Adab di atas ilmu.”
Dan itulah akhlak atau adab yang sudah mendarahdaging di kalangan bangsa Indonesia. Terlebih lagi dari anak muda kepada yang jauh lebih tua.
Semoga debat Capres dan Cawapres bisa menampilkan tayangan yang bermutu dan patut dijadikan rujukan anak bangsa ini. Bukan justru memunculkan contoh yang tidak patut, terlebih untuk generasi muda calon pemimpin bangsa. [Mh]