ChanelMuslim.com- Awal pekan ini, umat dibuat heboh dengan sebuah disertasi mahasiswa S3, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Tidak tanggung-tanggung, selevel pimpinan Majelis Ulama Indonesia pun akhirnya turun tangan.
Disertasi itu seolah seperti ingin memberikan tafsir baru tentang Surah Al-Mukminun (23) ayat ke-6. “…kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.”
Yaitu, kata ‘malakat aymanuhum’ atau seperti yang disebut si penulis disertasi dengan istilah milkul yamin. Dari disertasi itu, penulis seperti yang diberitakan sejumlah media, menafsirkan bahwa ada pintu pemuas seks selain nikah. Yaitu, milkul yamin yang disebutnya sebagai mitra seks.
Milkul yamin masih menurut disertasi itu, bukan sembarang wanita. Tapi, harus wanita yang lajang, tidak ada hubungan mahrom atau keluarga, dilakukan suka sama suka, dan di tempat tertutup.
Inilah penafsiran yang lain dari yang lain. Tidak seorang pun ulama yang memberikan tafsir seperti itu. Tak heran jika MUI menyebutnya sebagai pemikiran yang menyimpang dan menyesatkan.
Bayangkan jika disertasi itu lolos dan dianggap sebagai produk akademis dan lulus uji. Ini akan menjelma seperti fatwa buat orang awam yang sudah terlanjur terjerembab dalam seks bebas.
Di saat yang sama, kesucian pernikahan dan keluarga akan ambruk. Isteri akan mencari cara untuk melakukan pembalasan atas pembolehan seks bebas seperti itu. Suami punya mitra seks selain isteri, dan isteri pun memiliki cara yang sama. Astaghfirullah….
Para ulama selevel Ibnu Katsir dan ulama-ulama klasik lain serta kontemporer pun sangat berhati-hati menafsirkan ayat ini, terutama menjelaskan tentang budak wanita yang masuk dalam kategori ini.
Menurut mereka, budak wanita itu adalah budak dari peperangan. Bukan budak dalam hal yang selain peperangan. Kedua, budak itu sepenuhnya hanya milik satu tuan atau pemilik. Jadi, tidak bisa di-share selayaknya bayangan umumnya tentang budak. Dan ketiga, ketentuan itu berlaku untuk laki-laki terhadap budak wanita, bukan sebaliknya: majikan wanita terhadap budak laki-laki.
Dalam kenyataannya, perlakuan terhadap budak wanita seperti yang ditafsirkan ulama di atas sudah tidak ada lagi saat ini. Setidaknya, tidak terdengar adanya tawanan wanita di pasukan muslim yang diperlakukan selayaknya isteri.
Wahai orang-orang yang mengaku pakar, berhati-hatilah melakukan penafsiran. Jika Anda bengkok satu derajat, di luar sana akan rusak umat sejagat. (Mh)