ChanelMuslim.com – Baliho Habib
Seorang bapak tampak menelusuri jalan bersama anak lelakinya. Dengan sepeda ontel, ia kayuh sebagian jalan panjang di sebuah kota. Ia sepertinya bukan sekadar bersepeda. Dengan cara itu, ia sebenarnya sedang mengajarkan sesuatu untuk puteranya.
Sepeda itu berhenti ketika sebuah mobil di tepian jalan tampak sedang menurunkan sejumlah orang. Yang membuat sang bapak tertarik adalah sosok-sosok yang turun dari mobil.
Sejumlah orang dengan pakaian compang-camping, adanya yang tampak cacat, berusia paruh baya, turun perlahan dari mobil itu. Setelah itu, masing-masing dari mereka berjalan ke arah yang berbeda.
Baca Juga: Loyalitas dari Ummu Habibah
Baliho Habib
“Ada apa, Pak? Siapa mereka?” tanya sang anak sambil terus menatap gerak-gerik para sosok yang kemudian ditinggal pergi mobil itu.
“Mereka para pengemis, anakku,” jawab sang bapak singkat.
“Kok bisa naik mobil?” tanya sang anak lagi.
“Itulah mereka yang menjadikan meminta-minta sebagai profesi. Mereka menyewa mobil untuk diantar, dan sore nanti akan pulang dengan jemputan mobil juga,” ungkap sang bapak yang diiringi anggukan anaknya.
“Semoga bangsa ini tidak terus melahirkan generasi seperti mereka,” doa sang bapak yang diamini puteranya.
Sepeda pun dikayuh ke lokasi lain. Sepanjang jalan, keduanya menoleh ke kiri dan kanan jalan yang mulai ramai. Sesekali sang anak mendongak ke arah gambar-gambar yang terpasang di tepian jalan.
“Pak, di sini banyak gambar beberapa orang dengan ukuran besar. Siapa mereka?” ucap sang anak.
Sepeda pun berhenti di tepian jalan yang aman. “Itu baliho habib, anakku,” jawab sang bapak sambil terus pandangannya ke arah baliho besar.
“Habib itu siapa, Pak?” tanya anaknya lagi.
“Habib itu sebutan untuk ulama yang ada keturunan dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,” jawab sang bapak. “Mereka biasa mengajarkan ngaji, berceramah,” lanjut sang bapak.
“Kenapa harus pasang baliho, Pak?” tanya sang anak.
“Itu cara untuk mengumumkan adanya acara pengajian besar yang akan diceramahi habib itu,” jawab sang bapak berharap agar anaknya memahami yang ia sampaikan.
“Kenapa harus dengan ukuran besar, Pak?” tanya anaknya lagi.
“Supaya banyak orang bisa membaca dengan jelas pesan undangan pengajian dan siapa yang akan mengajar. Dengan ukuran besar pula, panitia bermaksud menghormati habib yang dimuliakan itu,” jelas sang bapak.
“Apa mereka lebih mulia dari guru di sekolah, Pak?” tanya sang anak.
“Habib dimuliakan karena mengajarkan ilmu agama dengan tanpa pamrih. Ilmu itulah yang menjadikan semua kita bisa selamat hidup di dunia dan bahagia di akhirat kelak,” ungkap sang bapak.
“Pak, tanggal acaranya sudah lewat. Kenapa baliho itu tidak diturunkan?” ucap sang anak mencoba mengingatkan bapaknya dengan tulisan tanggal di baliho yang sudah lewat beberapa hari.
“Anakku, sebagian masyarakat menganggap baliho habib bukan sekadar undangan pengajian. Tapi kebanggaan kalau di daerahnya pernah dikunjungi habib yang mereka muliakan. Itulah kenapa mereka sungkan untuk menurunkan,” jelas sang bapak.
Dalam pemberhentian sejenak itu, bapak dan anak itu masih menikmati istirahatnya. Tiba-tiba, keduanya dikejutkan dengan raungan mobil kendaraan berseragam yang melalui jalan di mana keduanya berhenti.
“Waduh, ada pawai tentara, Pak!” teriak sang anak begitu gembira bisa menyaksikan kegagahan kendaraan aneka lapis baja di dekatnya. Sebuah pemandangan menakjubkan yang jarang ia lihat.
Pawai kendaraan itu pun berhenti tak jauh dari posisi keduanya beristirahat. Tampak sebagian tentara turun dengan rapi, dan berjalan mendekati baliho. Dengan cekatan, mereka pun bahu membahu menurunkan baliho habib itu.
Masyarakat sekitar ikut menyaksikan kegiatan langka itu. Ada di antara mereka yang merekam dengan ponsel masing-masing. Ada yang hanya terdiam karena terpesona dengan pemandangan langka itu. Tergolong langka, karena biasanya kegiatan itu dilakukan oleh petugas lain yang biasa menertibkan pedagang kaki lima.
“Wow luar biasa mulianya habib itu, Pak. Cuma untuk menurunkan balihonya pun harus dilakukan petugas khusus dan istimewa,” ucap sang anak sambil terus dalam pesona dengan pemandangan di hadapannya itu. (Mh)