Chanelmuslim.com- Namanya Ali Dawabsha. Umurnya baru 18 bulan. Mungil, lucu, dan menggemaskan. Anak tak berdosa ini tiba-tiba menghentak dunia kemanusiaan. Tubuhnya hangus terbakar setelah dilempari bom molotov oleh warga Israel.
Malam itu, para ekstrimis Yahudi menyatroni rumah keluarga Dawabsha di Duma, Selatan Nablus, dengan membawa sejumlah bahan bakar. Tak hanya itu, mereka jua mencorat-coret dinding dan menyebut aksinya sebagai pembalasan mesiah kepada bangsa Palestina. “Dendam itu abadi,” tulis mereka.
Api berkobar, asap mengepul, dan tangis Ali Dawabsha pecah. Permintaan tolong keluarga menembus langit Nablus. Raungan itu menghentak warga Palestina untuk bergegas memadamkan si jago merah.
Tiga buah ambulan langsung menepi. Tiga anggota keluarga selamat, tapi bayi mungil itu tak bisa tertolong. Tubuh Ali Dawabshah, bocah malang itu, hangus terbakar.
Solidaritas Ali menggema di seluruh dunia. Seniman Palestina, Nader Hamudah, mengutuk tindakan bar-bar pemukim Yahudi dan menciptakan lagu solidaritas untuk Ali Dawabsha.
Di Afrika, Baghdad Bounedjah, pemain klub Tunisia Etoile Sportive du Sahel, mencetak gol dan menunjukan gambar Ali Dawabsha di bajunya.
Bagi Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, pembunuhan balita Palestina adalah aksi teroris. Sedangkan Uni Eropa mendesak rezim Israel menolak intoleransi bagi tindakan kekerasan terhadap bangsa Palestina.
Malang, tak lama berselang, ayah kandung Ali Dawabsha menyusul sang buah hati tercinta. Saad Dawabsha (32), meninggal akibat luka bakar pada sekujur tubuhnya. Sementara, istri dan anak mereka lainnya yang berusia 4 tahun, masih berada dalam kondisi kritis.
Lalu apa sikap kita? Terdiam dan sekedar mengheningkan cipta?
Jelang kemerdekaan RI ke-71, kita pun patut bertanya, sudah sejauh manakah nurani kemerdekaan bangsa kita? Ya, bangsa ya belum kering mengutuk arogansi Israel raya di KTT soal Palestina.
M. Zein Hassan dalam buku Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri (1980) menjelaskan bagaimana dukungan nyata Palestina terhadap kemerdekaan Indonesia, di tengah bungkamnya dunia.
Setahun sebelum kemerdekaan Indonesia, tulis Zein, Mufti Besar Palestina, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini telah menyuarakan dukungannya atas kemerdekaan Indonesia.
Maka ketika tersiar Mufti Besar Palestina, Amin Al Husaini, mengucapkan selamat atas kemerdekaan Indonesia, hal ini turut menjadi dukungan bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Berita yang disiarkan radio Berlin berbahasa Arab tersebut, disebarluaskan oleh para mahasiswa Indonesia di Kairo untuk menggelorakan perjuangan kemerdekaan Indonesia, sehingga kabar tersebut dimuat berbagai media di Mesir.
Tak heran, ketika ditanya redaktur majalah “Al-Wa’yul Islami” Kuwait pada tahun 1989, soal siapakah tokoh yang mempengaruhi perjuangannya? Mantan Perdana Menteri Indonesia, Mohammad Natsir, turut menyebut salah satu nama. Dialah Syekh Amin Al Husaini.
Dukungan tokoh Palestina lainnya bagi kemerdekaan RI juga mengalir dari saudagar ternama Palestina, Muhammad Ali Taher pada tahun 1944.
Demi kemerdekaan Indonesia, ia menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa meminta tanda bukti dan berkata, “Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia.”
Semua momentum emosional itu dilakukan oleh bangsa Palestina kepada saudaranya di Indonesia. Meskipun sedang terjajah, bangsa Palestina tidak pernah surut untuk membagikan suaranya demi kemerdekaan bagi negaranya, dan juga Indonesia.
Kondisi inilah yang melatarbelakangi semangat Indonesia dalam mengadvokasi hak asasi sebuah bangsa untuk dapat meraih kemerdekaan.
Sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Sudah seharusnya kita merayakan kemerdekaan bangsa Indonesia dengan puji syukur. Namun jangan pernah melupakan saudara kita. Di sana, di Palestina. 70-an tahun lalu mereka berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. (Mh/pizaro)