Oleh: Mardani Ali Sera
ChanelMuslim.com- Bismillah, di saat ramainya pemberitaan rencana pemindahan ibukota dengan estimasi anggaran yang sangat besar (Rp 485,2 Trilyun), Pemerintah malah turut mewacanakan ingin menaikkan iuran BPJS Kesehatan 2 kali lipat.
Dengan rincian: Kelas I dari Rp. 80 ribu menjadi Rp. 160 ribu. Kelas II dari Rp. 51 ribu menjadi Rp. 110 ribu. Kelas III dari Rp. 25.500 menjadi 42 ribu. Pemerintah beralasan kenaikan untuk menutup defisit BPJS tahun 2019 yang diperkirakan sebesar Rp. 28,5 Trilyun.
Keputusan ini sangat memberatkan di tengah beban hidup rakyat yang semakin sulit. Keinginan memindahkan ibukota dengan biaya besar, di sisi lain malah menaikkan iuran BPJS Kesehatan, dapat menciderai hati nurani dan rasa keadilan rakyat.
Menurut saya, menaikkan iuran ini tidak adil, karena akar masalah sesungguhnya ada pada pengelolaan BPJS Kesehatan yang amburadul, bukan pada kecilnya iuran yang dikutip dari masyarakat. Jangan bebani rakyat terhadap masalah yang bersumber dari dalam BPJS.
Di sisi lain, dengan menaikkan iuran bleum tentu dapat mengatasi permasalahan defisit yang sudah terjadi selama bertahun-tahun. Dengan tingginya besaran iuran, bisa jadi penerimaan BPJS Kesehatan justru menurun, karena masyarakat semakin berat untuk membayar iuran BPJS Kesehatan.
Hasil audit BPKP terhadap BPJS Kesehatan menunjukkan bahwa sumber masalah sebenarnya selama ini bukan pada besarnya iuran, tetapi pada aspek pengelolaan BPJS Kesehatan yang bermasalah. Setidaknya ada 6 akar masalah menurut BPKP.
Pertama, banyak rumah sakit rujukan yang melakukan pembohongan data. Untuk mendapatkan penggantian dari BPJS Kesehatan, banyak rumah sakit yang menaikkan kategori. Misalnya kategori D ngakunya C, kategori B ngakunya A. Ini supaya rumah sakit terseb dapat per unit lebih besar.
Kedua, layanan lebih banyak dari peserta. Terjadi penggunaan layanan sebanyak 233,9 juta layanan, padahal total peserta JKN hanya 223,3 juta orang. Perlunya audit lebih mendalam untuk menemukan jawaban itu.
Ketiga, ditemukannya upaya perusahaan peserta mengakali iuran BPJS Kesehatan untuk mengurangi beban perusahaan di dalam membayarkan kewajiban, baik dari sisi badan usaha maupun pegawai.
Keempat, tingkat kepesertaan aktif dari pekerja bukan penerima upah masih rendah, yaitu 53,7%. BPJS berjanji angka itu naik 60 persen.
Kelima, data kepesertaan BPJS Kesehatan yang tidak valid. Ditemukan adanya peserta yang harusnya tidak masuk sistem BPJS Kesehatan justru masuk ke dalam sistem. Selain itu, ditemukan peserta tidak memiliki NIK, bahkan nama ganda.
Keenam, yang utama, sistem manajemen klaim BPJS Kesehatan yang amburadul. Ditemukan adanya klaim ganda peserta, bahkan ada klaim dari peserta yang sudah tidak aktif dan yang sudah meninggal.
Jadi dari ke 6 akar masalah BPJS Kesehatan hasil temuan audit BPKP tersebut menunjukkan bahwa sumber masalahnya ada pada pengelolaan BPJS Kesehatan, bukan pada besar kecilnya iuran yang ditarik dari masyarakat.
Kemudian, saya juga kembali ingin mengingatkan kembali prinsip-prinsip kebijakan BPJS ini dalam Konstitusi kita dan UU terkait BPJS. Agar penyelenggaraan BPJS ini tidak kehilangan arah filosofi dan tujuan dasarnya sebagaimana yang diamanatkan Konstitusi.
Di dalam UUD 1945 Pasal 28 H ayat 3 menyatakan dengan tegas bahwa: "Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat."
Kemudian Pasal 34 UUD 1945 ayat 2 mengamanatkan: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan."
Lalu ayat 3 nya menyebutkan: "Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak."
Selanjutnya pada UU No 24/2011 tentang BPJS Pasal 4 menyatakan prinsip penyelenggaran sistem jaminan sosial nasional oleh BPJS, beberapa di antaranya: kegotongroyongan; nirlaba; keterbukaan; kehati-hatian; akuntabilitas.
Dan yang paling penting, bahwa "hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan Peserta."
Atas dasar prinsip-prinsip arah kebijakan yang diamanatkan konstitusi dan UU BPJS serta 6 akar masalah BPJS Kesehatan yang ditemukan oleh BPKP, maka Pemerintah seharusnya mengambil kebijakan-kebijakan sebagai berikut.
Pertama, tetap memegang teguh amanat UUD dan UU BPJS, bahwa tujuan utama penyelenggaran BPJS adalah untuk menjamin kehidupan sosial dan kesejahteraan rakyat, terutama rakyat yang kurang mampu, bukan untuk memberatkan kehidupan mereka. Untuk itu saya meminta Pemerintah untuk membatalkan rencana kenaikan iuran BPJS, karena akan memberatkan kehidupan rakyat dan bertentangan dengan prinsip dan filosofi tujuan BPJS yang diamanatkan UUD 1945 dan UU BPJS.
Solusinya, Pemerintah harus membatalkan rencana pemindahan ibu kota yang memakan dana sangat besar, dan menggunakan dana negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, salah satunya untuk menutup defisit BPJS Kesehatan sehingga Pemerintah tidak perlu menaikkan iuran BPJS Kesehatan yg memberatkan rakyat.
Kedua, Pemerintah perlu segera melakukan reformasi pengelolaan BPJS Kesehatan. Langkah pertama dengan mendalami 6 akar masalah utama yang ditemukan oleh BPKP. Dan juga libatkan seluruh pihak dan daerah untuk mengungkap masalah-masalah penyelenggaraan BPJS Kesehatan di lapangan.
Tidak wajar organisasi dengan pengelolaan dana sebesar BPJS Kesehatan selalu mengalami defisit. Jika melihat beberapa lembaga asuransi kesehatan swasta dengan kemampuan mengelola sumber daya yang terbatas, justru dapat sehat secara finansial dan mampu meningkatkan kualitas pelayanannya.
Reformasi pengelolaan BPJS Kesehatan ini menurut saya sangat mendesak, karena jaminan sosial pelayanan kesehatan adalah salah satu hak dasar rakyat yang diamanatkan konstitusi. Reformasi SDM, sistem manajemen, data dan sistem informasi kepesertaan, layanan rumah sakit, dan lain-lain perlu segera dilakukan oleh Pemerintah terhadap BPJS Kesehatan.
Saya juga menyerukan Pemerintah segera membentuk Satgas independen yang terdiri dari para profesional dan ahli terbaik untuk melakukan audit menyeluruh dan mengawal reformasi pengelolaan BPJS kesehatan ini. Kebutuhan reformasi pengelolaan BPJS Kesehatan ini sudah sangat mendesak.
Selanjutnya, Pemerintah juga perlu membuat kontestasi untuk merekrut orang-orang terbaik dengan kapasitas dan integritas terbaik untuk mengisi manajemen BPJS Kesehatan, sehingga BPJS Kesehatan dikelola dengan benar dan profesional serta tidak membebani dan menyulitkan masyarakat.
Lebih dari itu, kondisi ini seharusnya menjadi pengingat bagi Pak Jokowi bahwa masih banyak permasalahan mendasar yang perlu segera dibenahi. Jangan mengambil kebijakan #GrasaGrusu yang memberatkan keuangan negara di tengah-tengah beban hidup rakyat yang semakin berat dan banyaknya masalah bangsa yang belum terselesaikan.
Kita harap Pak Jokowi mengelola negara ini dengan baik dan benar, berpegang teguh pada Konstitusi dan UU, serta menempatkan kemaslahatan bangsa dan rakyat di atas segalanya. Ingat janji-janji Anda kepada rakyat. Mensejahterakan rakyat adalah janji, pindah ibu kota bukan. (Mh/Aty)
Sumber: https://mardanialisera.id/2019/09/01/kultwit-tidak-perlu-menaikkan-iuran-cukup-perbaiki-pengelolaan-bpjs/