ChanelMuslim.com–Indonesia membutuhkan lembaga pengawas publik yang dipercaya untuk mengontrol bidang-bidang strategis. Lembaga pengawas itu harus dipimpin tokoh yang kredibel, tidak terpengaruh tekanan dari manapun.
Gagasan itu mencuat dalam bedah buku “Hisbah: Institusi Pengawasan Publik” di kampus Politeknik Keuangan Nasional STAN, Ahad (24/7/2016). Pendiri Hisbah Center for Reform, Sapto Waluyo, menjadi pembicara dan pembedah buku karya Ibnu Taimiyah (1263-1328) bertajuk Hisbah (pengawaasan). Menurut Sapto, hisbah masih memiliki relevansi hingga masa kini.
“Taimiyah menguraikan prinsip hisbah telah dijalankan sejak Nabi Muhammad Saw memimpin negara-kota Madinah. Pengawasan dalam kerangka amar makruf nahi munkar tidak hanya meliputi aspek moral-spiritual, tapi juga mengawasi transaksi ekonomi, perilaku pejabat politik, dan praktek sosial-budaya,” ujarnya.
Sementara Dekan Fakultas Ekonomi Universitas YARSI, Anis Byarwati, yang menjadi penanggap bedah buku tentang hisbah, ini menyatakan bahwa sudah banyak literatur klasik yang mengkaji hisbah. “Namun, Taimiyah mempunyai keunikan karena menyorot praktek ekonomi di lapangan. Seperti manipulasi pedagang, monopoli harga barang kebutuhan pokok, penimbunan barang untuk mendapat keuntungan dan transaksi ilegal; semua diulasnya,” ungkap Anis.
Relevansi hisbah di masa kini, lanjut Anis, menghadapi kendala karena kewenangan yang terdistribusi ke banyak pihak. Padahal, institusi hisbah membutuhkan kewenangan luas dan jelas.
Penanggap lain, Ketua Jurusan Akuntansi PKN STAN, Yuniarto Hadiwibowo mengatakan, fungsi pengawasan dikendalikan dari pusat. “Namun, ada sebagian kewenangan yang ditangani pemerintah daerah, sehingga perlu diawasi pula. Fungsi hisbah di masa lalu tampaknya terlalu luas. Perlu fokus untuk fungsi paling strategis di masa kini,” katanya.
Dalam praktik, menurut Yuniarto, baru Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang menerapkan hisbah dalam format Wilayatul Hisbah (Satpol PP). Kewenangannya terbatas dan efektivitasnya perlu diukur.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Bukopin, Sunarsip, yang memoderatori acara tersebut, mengakui sebenarnya praktik hisbah sudah dijalankan di Indonesia, namun tersebar dan sering sulit berkoordinasi. Sudah ada Ombudsman RI, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, BPK RI atau Otoritas Jasa Keuangan.
“Spirit hisbah yang harus kita tularkan kepada lembaga pengawas publik, sehingga pelanggaran sekecil apapun tak akan luput atau dibiarkan. Lembaga dengan otoritas besar seperti BPK, KPK atau OJK, siapa yang mengawasi? Di situ perlu seleksi pejabat yang ketat dan kredibel,” jelas Sunarsip. (mr)