ChanelMuslim.com- Pertemuan sekaligus dialog antara Ustaz Abdul Somad dengan Jenderal Prabowo Subianto telah menyemai begitu banyak pelajaran berharga untuk seluruh anak negeri. Jenderal yang santun dan begitu menyimak apa yang disampaikan sang Ustaz. Begitu pun dari sisi Ustaz, sosok yang tetap berwibawa dan bernash meski berhadapan dengan jenderal yang juga calon presiden.
Ungkapan hati berikut adalah salah satu dari sekian banyak pelajaran yang bisa dipetik dan diungkapkan. Sebuah ungkapan hati dari seorang kolumnis bernama Khairul Muttaqin. Berikut penuturannya.
Saya pun terisak menahan air mata menyaksikan secara live visualisasi dialog seorang ulama dan calon pemimpin negeri yang selama ini hanya saya baca melalui literatur-literatur klasik saja…, seolah waktu diputar mundur dan saya hidup sekurun Imam Al- Ghazali yang sampai dipaksa-paksa penguasa untuk jadi Qadhi tapi tetap menolak.
Menariknya lagi, ulama yang fisiknya kurus kerempeng berpenampilan sangat sederhana itu bisa mendongakkan kepalanya penuh izzah menasehati sang jendral yang ada di hadapannya dengan lugas, tegas dan bernas, tampak tak ada sedikit pun kecanggungan apalagi acting yang dibuat-buat.
Nampak sekali sang jenderal gagah itu bukan seperti majikan atau tuan besarnya, tapi lebih terlihat seperti murid kecil di hadapan sang guru agung.
Tetiba suara gelegar sang jendral itu lenyap ditelan senyap, berganti bisikan lembut merajut berharap seuntai nasehat.
“Berbuat adillah anda. Di hadapan anda ada keranjang yang berisi pisau, buah, pena dan bunga. Berikan pisau kepada anak muda supaya dia gunakan berburu, berikan buah kepada anak-anak supaya berbadan sehat, berikan pena kepada para ulama supaya mereka gunaka menulis kebenaran dan berikan bunga kepada wanita supaya berikan cinta kepada suami dan anak-anaknya. Itulah adil….”
Begitu kurang lebih analogi yang dibuatnya menjadikan sang jenderal nan gagah dengan suara khasnya yang menggelegar itu tertunduk khusyuk bahkan berurai air mata.
“Tolong kalau bapak jadi presiden, jangan undang saya ke istana dan jangan jadikan saya pejabat, biarlah saya keluar masuk hutan untuk berdakwah…”
Itu bagi saya adalah kalimat dahsyat di zaman ‘matre’ sekarang ini, di mana semua serba transaksional bahkan ditengah santernya pemberitaan para pelacur jabatan itu. Mereka menghalalkan segala cara, meng’amplopi’ semua yang bisa di-‘amplopi’ (meminjam istilah gus Mus). Tapi, uniknya sang ulama viral ini lebih memilih bertransaksi dengan Rabbnya. Bahkan, sejak ijtimak ulama pertama yang merekomendasikan sang jendral dengan beliau ini. Sehingga bagi saya, ini adalah oase di tengah kegersangan suhu politik yang begitu memanas. Bahkan di tengah hebohnya berita kecurangan pencoblosan oleh para pengemis jabatan yang terjadi di negeri upin-ipin pada hari ini juga.
Karena itu saya sangat berterima kasih kepada sang ulama satu ini yang telah memberikan pelajaran begitu dalam bahwa jabatan, kedudukan dan dunia tidak akan memberikan makna apapun kecuali jika digunakan untuk menolong agama Allah.
Sang ulama tenar ini memberikan optimisme di ujung kegelisahan saya bahwa negeri ini akan bisa bangkit kembali bila semua memberi kontribusi sesuai dg kapasitas masing-masing.
Dalam kitab Nashaihul Ibad, Imam Nawawi sang Ulama asal Banten yang mendunia itu berkata:
قوام الدنيا بأربعة أشياء : علم العلماء , وعدل الأمراء , وسخاء الأغنياء , ودعاء الفقراء
Pilar tegaknya dunia itu dengan empat hal:
1. Ilmunya para ulama.
2. Keadilan para penguasa.
3. Kedermawanan orang-orang kaya.
4. Doa orang-orang miskin.
Terimakasih UAS dan terimakasih Jendral atas pencerahannya hari ini.
Ijinkan dengan iman yang masih compang-camping ini saya mencintai negeri ini.
Akhukum Fillah
Khoirul Muttaqin
(Mh)