Oleh: Ahmad Husein (Wakil Ketua I Aksi Relawan Mandiri HA-IPB)
ChanelMuslim.com – Ottawa, Kanada, 2015. Saya tengah mengikuti pelatihan International Mobilization and Preparation for Action (IMPACT) training yang diselenggarakan oleh Canadian Red Cross. Ini pelatihan untuk mempersiapkan para manajer di Palang Merah-Bulan Sabit Merah agar kapabel terjun dalam misi-misi kemanusiaan beresiko tinggi di seluruh dunia.
Dalam sesi tentang Manajemen Stres di saat bencana dan konflik, Maisan al Masalkhi, rekan saya sesama peserta dari Bulan Sabit Merah Suriah, menanggapi pemateri tentang cara menangani stres di kalangan relawannya. Dengan berkaca-kaca ia berkisah.
“Setiap relawan kami berangkat pagi-pagi ke daerah kawasan perang, hati saya hancur karena tak pernah tahu apakah mereka akan bisa pulang kembali ke markas hidup-hidup,” ujarnya membuka cerita. Mereka relawan-relawan yang tulus, tak membeda-bedakan siapa yang harus ditolong, meski nyawa taruhannya.
Selama perang berkecamuk, Bulan Sabit Merah Suriah telah kehilangan lebih dari 70 relawannya. Semua tewas akibat roket, tembakan, disiksa, diculik, hingga terkena bom. Termasuk di dalamnya, Sekjen Bulan Sabit Merah Suriah, Dr. Abd-al-Razzaq Jbeiro, yang mobilnya dihantam roket dekat Kota Idlib, Januari 2012.
“Setiap mereka berhasil pulang ke markas dengan selamat, mereka sering berteriak-teriak melampiaskan rasa takut, kadang melompat-lompat di atas meja, bertingkah seperti orang panik. Semua karena usaha melepas tekanan tugas yang begitu berat, melampaui kemampuan normal petugas bantuan kemanusiaan. Tolong bantu saya, bagaimana menyelamatkan nasib para relawan kami ini,” Maisan memohon sambil terisak.
Seisi ruangan, termasuk para pelatih, terdiam. Hening. Saya diam-diam mengusap air mata. Di Indonesia, resiko yang dihadapi para relawan kemanusiaan ternyata belum ada apa-apanya.
Relawan: Taruhan Nyawa
Saya kebetulan beberapa saat mendapat tanggung jawab sebagai focal point untuk security and safety operasi tanggap darurat bencana yang dijalankan Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah bersama-sama dengan PMI di area operasi tanggap darurat bencana di Indonesia. Meskipun telah berusaha mematuhi semua SOP keselamatan dan keamanan, tetap saja ketika ada tiga relawan PMI gugur dalam tugas penanganan gempa Lombok 2018, hati saya hancur bukan kepalang. Yang seorang gugur terjatuh dari truk pembawa bantuan karena saat gempa susulan 7.0 Skala Richter, truk oleng di jalur pendakian Senggigi. Seorang lagi meninggal akibat kelelahan setelah menyelesaikan instalasi air bersih di sebuah desa di Lombok Utara. Ia ngotot bekerja sampai dinihari agar penduduk bisa menjalankan solat Idul Adha dan dapat menggunakan air wudhu dengan cukup. Adapun seorang lainnya meninggal kecelakaan lalu lintas saat mengantarkan data program bantuan tunai dari markasnya.
Ada banyak cerita lain soal heroisme relawan. Saya ingat almarhum Tutur Priyanto, relawan senior PMI di Yogyakarta. Ia nekad naik ke Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, untuk membujuk Mbah Marijan, kuncen Gunung Merapi, agar mau turun mengungsi. Tutur punya hubungan baik dengan Mbah Marijan. Tetapi nasib berkata lain. Pada tanggal 26 Oktober 2010 itu awan panas menggulung Kinahrejo, sebelum Tutur berhasil membujuk Mbah Marijan turun. Ia gugur di tempat bersama beberapa orang lainnya, termasuk Mbah Marijan. Nama Tutur kelak diabadikan sebagai nama tim elit tanggap darurat bencana PMI: Tim TUTUR. Sebuah film dokumenter dibuat untuknya tahun 2015 berjudul “Sang Patriot”.
Siap Fisik, Emosi, dan Kelengkapan
Relawan atau sukarelawan dimaknai sebagai individu yang menjalankan kegiatan kesukarelawanan yang dimotivasi oleh keinginan bebas individu tersebut dengan tidak dilatarbelakangi keinginan memperoleh keuntungan material atau finansial, atau karena tekanan politik, sosial, dan ekonomi dari luar.
Belum ada data valid mengenai jumlah orang yang menjadi relawan di dunia. Tetapi Palang Merah Internasional pernah menghitung angka 13,5 juta orang menjadi relawan aktif Palang Merah-Bulan Sabit Merah. Ini belum termasuk relawan dari organisasi lain dari berbagai bidang.
Lembaga statistik Gallup melakukan penelitian di 146 negara tahun 2017 tentang kesukarelawanan. Hasilnya, dari 7,6 milyar penduduk dunia, jumlah relawan terbanyak ada di Indonesia! Negeri ini menyumbang 53% prosentasi relawan di seluruh dunia. Tertinggi di dunia, jauh mengungguli negara-negara dengan populasi besar seperti Amerika (39%) dan Cina (7%). Budaya, kata Gallup, amat memengaruhi perilaku warganya, termasuk urusan bertindak sukarela. Artinya, potensi sukarelawan di Indonesia amat tinggi dan harus dikapitalisasi sebaik-baiknya.
Dalam situasi bencana, darurat kesehatan, perang, ataupun masa normal, peran relawan amat signifikan. Merekalah ujung tombak yang bersentuhan langsung dengan masyarakat yang menjadi target bantuan. Mereka bukan hanya mengantarkan barang melainkan membangun bersama masyarakat agar kehidupan dapat kembali normal. Para relawan pula yang aktif mendampingi masyarakat dalam masa damai agar mereka dapat mempersiapkan diri menghadapi situasi bencana atau krisis di mana depan.
Menjadi relawan bukan hanya soal kemauan. Fisiknya harus dipersiapkan. Mentalnya harus dibentuk karena hampir setiap peristiwa terjadi tidak dalam situasi nyaman. Dua hal yang sering alpa disiapkan oleh organisasi yang menggerakkan relawan adalah pembekalan ilmu dan keterampilan serta kelengkapan alat (APD= alat perlindungan diri). Karena itu, organisasi yang bergerak di bidang relawan harus berinvetasi lebih serius dalam soal tersebut.
Tanggal 5 Desember setiap tahunnya dirayakan sebagai Hari Sukarelawan International PBB. Sejak tahun ini pula, almamater kita IPB, melalui Himpunan Alumni IPB, telah berinisiatif membentuk badan otonom kemanusiaan dan tanggap kebencanaan yang diberi nama Aksi Relawan Mandiri (ARM). Alhamdulillah, tepat dua hari sebelum Hari Sukarelawan International, IPB meresmikan ARM di depan 500 alumninya dalam acara Forum Silaturahmi Alumni (FSA) V bersama Kementerian Pertanian.
ARM berusaha keras membentuk tim relawannya agar memiliki kesiapan bergerak dengan kematangan fisik, mental, dan kelengkapan. Pelatihan-pelatihan, tugas pendampingan kelapangan, dan lain-lain adalah salah satu upayanya. ARM juga menerima dengan tangan terbuka bagi siapa saja alumni yang tergerak menyumbangkan pikiran, tenaga, dan hartanya untuk bergandengan tangan membantu sesama yang tengah tertimpa musibah bencana di seluruh Nusantara.
Selamat Hari Relawan Internasional 2019. Temukan GEN relawan dalam jiwa Anda.[ind]