• Tentang Kami
  • Iklan
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
Selasa, 31 Januari, 2023
No Result
View All Result
  • Home
  • Jendela Hati
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Sekolah
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah
Chanelmuslim.com
No Result
View All Result
Home Berita

RUU PKS, RUU yang Tak Layak Disahkan

Juli 28, 2019
in Berita
71
SHARES
543
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterWhatsappTelegram

ChanelMuslim.com- Rancangan Undang-undang Penghapusan Seksual (RUU PKs) masih diperdebatkan hingga kini. Komnas Perempuan bahkan mendesak DPR untuk mensahkan RUU ini.  Menurut Ketua Komnas Perempuan harus disahkan secepatnya, karena masyarakat membutuhkan.

"Tapi yang jauh lebih penting masyarakat, koalisi masyarakat sipil, memberi tekanan bahwa ini kebutuhan mereka, kebutuhan masyarakat, bukan kebutuhan Komnas Perempuan. Tentu juga pemerintah, kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak ini juga kebutuhan masyarakat perempuan untuk tidak mengalami kekerasan seksual," katanya.

Mariana pun mencontohkan kasus yang dihadapi Baiq Nuril. Dari kasus itu dia berharap tidak ada lagi korban selanjutnya.

Benarkah RUU PKS layak disahkan?

Ketua Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia, Rita Soebagio mengatakan RUU PKS yang disedang diusahakan oleh Komnas Perempuan sebetulnya RUU itu belum layak untuk disetujui, karena banyak kekurangan.

Melalui AILA, kata dia, sudah memberikan masukan ke Komnas Perempuan anak mengenai RUU itu. Menurutnya terdapat sejumlah ketidakcocokan dan ketidakjelasan makan maupun tujuan dari sejumlah pasal yang ada di dalamnya.

"AILA juga telah melakukan review terhadap RUU P-ks yang beredar di DPR. Review dan kami kritisi sebagai bentuk kepedulian dan bukan kontra produktif dari perlindungan terhadap perempuan dan anak," katanya dalam diskusi rancangan UU (23/7/2019).

“Salah satunya judul RUU Kekerasan Seksual diganti menjadi RUU Kejahatan Seksual agar selaras dengan KUHP dan RUU KUHP, karena delik kejahatan seksual sudah menjadi delik yang dikenal dalam konsep hukum pidana Indonesia, sedangkan kekerasan seksual tidak ada," tambahnya.

Jika delik kekerasan seksual dipakai maka akan menimbulkan berbagai kerancuan pada tataran dan konsep dan pelaksanaan hukum.

"Berbeda, jika diganti dengan RUU Kejahatan Seksual," kata perempuan berjilbab ini.

Maka, kata Rita, bila ini tetap diusahakan maka ini menjadi RUU yang tak layak disahkan oleh DPR.

Menurut Rita, alasan Komnas Perempuan bahwa tujuan RUU PKS karena banyak kasus perkosaan terjadi, bukanlah suatu urgensi untuk segera disahkan.

“Sebenarnya sudah banyak undang-undang yang dapat mengcover permasalahan dari kasus-kasus perkosaan, yang jadi masalah bukanlah produk hukum melainkan penegakan hukumnya,” tambahnya.

Kerancuan di Draft RUU PKS

Selain masalah dari judul dan tema kekerasan seksual yang rancu dalam segi hukum di Indonesia, dalam pasal 11 Draft RUU PKS disebutkan kekerasan seksual yang dimaksud seperti pemaksaan kontrasepsi,pemaksaan aborsi, pemaksaan pelacuran dan penyiksaan seksual terdapat juga kerancuan.

Pemaksaan Aborsi misalnya, pada prinsipnya adalah aborsi dilarang dan merupakan tindakan kejahatan, karena melakukan pembunuhan pada janin.

Neng, mencontohkan bila seorang orangtua mempunyai anak gadis dan hamil di luar nikah. Bila orangtua ini memaksakan pernikahan pada anaknya belum cukup umur untuk menikah bisa dipenjara.

“Apalagi, beberapa waktu lalu, Mahkamah Konstitusi telah meningkatkan anak perempuan menikah minimal 19 tahun,” katanya.

Dalam RUU PKS, bab XIII, Pasal104, kata Neng, ada kerancuan.

“Ada dua dasar hukum yang dipakai, pertama Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan pidananya dijatuhi dengan RUU PKS  ini,” tambahnya.

 “Pertama, di dalam hukum pidana tidak ada tindak pidana memaksakan pernikahan oleh orangtua. Berbeda dengan RUU PKS menindak orangtua bila anaknya melaporkan,” katanya.

Bukan saja orangtua yang dihukum termasuk pelaku baik itu pejabat, tokoh yang ikut memaksakan pernikahan.

“Itu ada di pasal 105 RUU PKS,” tambahnya.

Menurut Neng Zubaidah, di dalam hukum  patrilineal tidak ada paksaan,dalam  pernikahan.

“Hukum Patrilineal dan Hukum Pidana kita itu sinkron. Bila tidak ingin menikah, ya tidak apa-apa. Jadi tidak ada itu pemaksaan dalam pernikahan,” katanya

Kerancuan kedua, adalah dalam pemaksaan aborsi. Menurut Neng, Aborsi itu sudah kejahatan dan dilarang berdasarkan Pasal  75 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

"Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar."

Pasal 194 UU Kesehatan tersebut dapat menjerat pihak dokter dan/atau tenaga kesehatan yang dengan sengaja melakukan aborsi ilegal, maupun pihak perempuan yang dengan sengaja melakukannya.

Selain itu, sanksi pidana bagi pelaku aborsi ilegal juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (Pasal 347).

Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (Pasal 348).

Selain pemaksaan aborsi, kata Neng, juga pemaksaan pelacuran, penyiksaan seksual, dan perbudakan seksual dalam pasal 11 RUU PKS juga mengandung kerancuan.

“RUU PKS berpotensi over kriminalisasi masyarakat, karena norma-norma mengenai kategori di atas tidak memiliki dasar kebutuhan dalam masyarakat Indonesia,” katanya. (Mh/Ilham)

Open New Enrollment JISC JIBBS JIGSC Open New Enrollment JISC JIBBS JIGSC Open New Enrollment JISC JIBBS JIGSC
Previous Post

Di Balik Maju Mundur Wagub DKI

Next Post

Inilah Keseruan Gelaran ‘Family Gathering’ RKI Mimika Papua

Next Post

Inilah Keseruan Gelaran 'Family Gathering' RKI Mimika Papua

Vivi Zubedi: Modest dan Muslim Fashion itu Beda

Ini Ide Bento Sekolah Anak ala Bekal Baim untuk 5 Hari

FOKUS+

TERPOPULER

  • shakila premium

    Kenalan sama Bahan Shakila Premium yang Lagi Naik Daun Yuk!

    24996 shares
    Share 9998 Tweet 6249
  • 5 Pro dan Kontra Media Sosial

    2205 shares
    Share 882 Tweet 551
  • Lirik dan Terjemahan Lagu Rahmatun Lil’Alameen – Maher Zain, Viral di TikTok

    579 shares
    Share 232 Tweet 145
  • 33 Pertanyaan yang Harus Ditanyakan Setiap Gadis Saat Taaruf

    7453 shares
    Share 2981 Tweet 1863
  • 12 Adab dalam Majelis Al-Qur’an

    2104 shares
    Share 842 Tweet 526
  • 4 Macam Mad Lazim, Berikut Ini Pengertian dan Contohnya

    491 shares
    Share 196 Tweet 123
  • Cara Beristighfar untuk Orangtua yang Sudah Meninggal

    1055 shares
    Share 422 Tweet 264
  • 124 Nama Sahabiyat untuk Bayi Perempuan

    1197 shares
    Share 479 Tweet 299
  • Keutamaan Bulan Rajab

    158 shares
    Share 63 Tweet 40
  • Metode Pembelajaran untuk Anak Ber-IQ Rendah

    424 shares
    Share 170 Tweet 106
Chanelmuslim.com

© 1997 - 2022 ChanelMuslim - Media Pendidikan dan Keluarga

Navigate Site

  • IKLAN
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • REDAKSI
  • CAREERS

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Jendela Hati
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Sekolah
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah

© 1997 - 2022 ChanelMuslim - Media Pendidikan dan Keluarga