Chanelmuslim.com- Ada-ada saja tingkah Seif al Din Mustafa, warga Mesir yang rindu ingin bertemu keluarganya di Siprus. Karena ingin bertemu mantan isteri, dan tiga anaknya yang terpisah selama 22 tahun, Mustafa nekat membajak pesawat Egypt-Air rute Alexandria – Kairo, yang dipaksanya turun di Bandara Larnaca, SIprus.
Kejadiannya pada Selasa lalu (29/3). Mustafa awalnya sebagai penumpang pesawat Egypt-Air rute Alexandria – Kairo dan duduk di bagian belakang. Sekitar 20 menit lepas landas, Mustafa memanggil seorang pramugari. Sambil menunjukkan sabuk yang dipakainya, pria usia di atas 51 tahun ini mengaku akan meledakkan pesawat jika tidak mengikuti keinginannya.
Pramugari pun berusaha tenang dan tidak menunjukkan kepanikan di hadapan penumpang lain. Setelah diskusi dengan empat awak pesawat, pilot memutuskan untuk mengikuti permintaan Mustafa. Pesawat yang sedianya turun di Kairo, akhirnya terbang lebih tinggi menuju Siprus.
Selama di perjalanan, penumpang tak diberitahu kalau pesawat sedang dibajak. Mereka duduk santai seperti biasa, kecuali beberapa penumpang yang merasa heran kenapa pesawat terbang berjam-jam, dan melalui laut. Padahal, rute Alexandria ke Kairo tanpa melalui laut dan hanya menempuh sekitar satu jam.
Kegelisahan penumpang pun mulai terasa setelah pramugari meminta penumpang mengumpulkan paspor. Ada apa? Rupanya, itu permintaan Mustafa yang ingin memilah mana penumpang asli Mesir, dan mana yang warga asing. Dari data itu, ada tiga penumpang yang merupakan warga asing.
Kegelisahan penumpang yang kian terasa akhirnya ditenangkan oleh awak pesawat melalui pengeras suara. Penumpang diminta tenang dan tidak panik. Pada kesempatan itu pula, awak pesawat mengakui bahwa pesawat memang sedang dibajak dan akan turun di Siprus.
Pilot pun berkoordinasi dengan Bandara Larnaca, Siprus. Dia juga menjelaskan kalau pesawat sedang dibajak. Saat itu juga, Siprus menjadi heboh. Termasuk Presiden pun ikut mengawasi drama pembajakan pesawat yang dilakukan oleh seorang diri.
Begitu pun dengan para penumpang usai pengumuman dari awak pesawat tentang pembajakan pesawat. Mereka gelisah. Mereka khawatir pesawat akan diculik ke tempat yang tidak diketahui seperti yang pernah terjadi pada pesawat Malaysia. Penumpang juga khawatir pesawat akan diledakkan, dan sebagainya.
Suasana di Bandara Laranca, Siprus pun seperti akan perang ketika dikabarkan pesawat akan mendarat. Aparat keamanan dan tim medis sudah bersiap-siap, khawatir akan terjadi hal yang tidak diinginkan.
Hal menarik pun terjadi. Dan itu di luar kebiasaan seorang pembajak. Mustafa meminta agar petugas keamanan Cyprus menghadirkan seseorang bernama Marina Parashkou. Seorang ibu empat anak yang berusia 51 tahun.
Siapa Marina? Setelah identitas yang dituju jelas, pihak keamanan pun menghadirkan Marina. Dan saat itulah, barulah dunia tahu kalau pembajakan dilatarbelakangi kerinduan seorang ayah yang ingin bertemu mantan isteri dan tiga anaknya yang telah terpisah selama 22 tahun.
Pada tahun 1985, Mustafa dan Marina menikah. Waktu itu, usia Marina 20 tahun. Marina mengakui di sebuah media, bahwa ia menikah dengan Mustafa selama lima tahun. Walau hanya lima tahun, mereka dikaruniai tiga orang anak.
Bahagiakah Marina? Ternyata, kenyataan tidak seromantis yang diberitakan sejumlah media. Marina justru menuturkan bahwa lima tahun itu merupakan masa-masa kehidupannya yang paling tidak mengenakkan.
Pasalnya, Mustafa bukan suami yang baik. Selama tinggal di keluarga Marina di SIprus, Mustafa tidak bekerja. Bahkan, warga Mesir ini menjadi pecandu narkoba. Ia suka kasar pada Marina jika tidak bisa mendapatkan narkoba yang diinginkan.
Pada tahun 1990, Marina cerai dengan Mustafa. Selama empat tahun, Mustafa masih bertahan menetap di SIprus. Pada tahun 1994, ia pun kembali ke kampung halamannya di Mesir.
Ketika di Mesir pun, Mustafa bukan tergolong warga negara yang baik. Ia terlibat berbagai aksi kriminal. Mulai dari penipuan, perampokan, dan narkoba. Bahkan, ia sudah tiga kali masuk penjara.
Terakhir, pada peristiwa kerusuhan yang terjadi di Mesir. Waktu itu, penjara yang penuh sesak dengan tahanan politik menjadi rusuh. Sebagian narapidana melarikan diri, termasuk Mustafa. Tapi akhirnya, ia tertangkap lagi dan akhirnya dibebaskan pada tahun 2015.
Sejak keluar dari penjara, entah apa yang dipikirkan Mustafa, ia begitu rindu bertemu keluarganya. Ia ingin melihat seperti apa wajah anak-anaknya yang ia tinggal lebih dari dua puluh tahun.
Namun, apa daya, Mustafa hanya seorang yang telah dicap kriminil oleh pihak keamanan. Dalam keadaan seperti itu, tentu sulit bagi Mustafa bisa berangkat ke luar negeri secara normal.
Setelah mantap dengan rencana yang ia susun berbulan-bulan, Mustafa pun menumpang pesawat lokal rute Alexandria – Kairo. Di situlah, kenekatannya memaksanya berakting sebagai orang yang sedang membawa bom. Padahal, sabuk yang ia katakan berisi bom hanya kumpulan kain biasa.
Tapi akting Mustafa telah mampu menipu dunia yang sedang tidak waras dengan hantu ISIS yang meneror dunia. Mungkin, kisah ini bisa menjadi penilaian lain tentang terorisme dan dunia nyata. Sebuah dunia seorang ayah yang ingin bertemu keluarganya di luar negeri dengan bermodalkan sabuk biasa. (mh/detik.com)