Chanelmuslim.com- Pasca kepemimpinan baru Partai Keadilan Sejahtera, berbagai perubahan dan gebrakan mulai terlihat. Mulai dari perubahan pengurus di tubuh elit, hingga langkah baru pembersihan area parlemen. Semua seperti tertuju pada satu titik: konsolidasi ruh gerakan Islam.
Selama ini, pasca pemilu kedua di era reformasi, PKS tampil ‘aneh’ justru setelah mendapatkan perolehan luar biasa di pemilu 2004. ‘Aneh’ karena munculnya kebijakan ‘serba boleh’ yang dirasa asing oleh sebagian kader akar rumput yang mati-matian berjuang hingga perolehan kejutan di 2004.
Sebagian kebijakan yang terkesan aneh antara lain, isu mahar di setiap pilkada. Siapa pun, tak peduli ideologi dan latar belakang calon, jika berani bayar mahal, akan didukung dan diperjuangkan. Kasus di pilkada daerah Jawa Timur adalah salah satunya. Di mana PKS pernah mengusung calon dari PDS (Partai Damai Sejahtera) yang bernuansa Kristen.
Saat itu, kehebohan tak terhindarkan. Perselisihan pendapat antara daerah dan pusat pun muncul ke publik. Kebijakan yang sulit dipahami akar rumput sejenis ini pun kerap muncul di daerah-daerah lain.
Masih banyak kebijakan aneh dan misterius lain yang kian tak terpahami oleh akar rumput. Selain pilkada, kasus munculnya sosok bunda puteri, kehebohan kasus Ahmad Fathonah, dan lainnya; menjadikan PKS kian terasing oleh akar rumputnya sendiri. Puncaknya, tertangkapnya elit-elit PKS oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Di antara mereka adalah Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaq dan Gubernur Sumatera Utara bersama isterinya.
Perubahan Kepemimpinan Baru
Kepemimpinan baru di era Dr. Salim Segaf dan Dr. Hidayat Nurwahid, perubahan begitu terasa di tubuh Dewan Pengurus Pusat atau DPP PKS. Bisa dibilang, hampir 90 persen kepengurusan di DPP merupakan wajah baru yang ideologi pemikirannya nyaris berbeda dengan yang lama.
Setelah mundurnya Sekretaris Jenderal, Taufik Ridho digantikan oleh Mustafa Kamal, maka lengkaplah warna baru DPP PKS. Warna yang sangat identik dengan apa yang selama ini dipahami oleh akar rumput PKS yang sempat terkikis oleh jurus pragmatis dan permissif kepemimpinan Hilmi Aminuddin dan Anis Matta.
Dua momen pasca kepemimpinan baru ini yang menjadi parameter berubah atau tidaknya ideologi gerakan pun sudah terbukti. Dua momen itu adalah pilkada serentak periode pertama yang baru saja usai, dan tawaran koalisi dari pemerintahan Jokowi yang ditolak tegas oleh PKS.
Dua parameter ini, walaupun masih terlalu dini, bisa menjadi tolok ukur bahwa kepemimpinan baru PKS sama sekali berbeda dengan yang lama. Ideologi menjadi patokan utama dari sekadar keuntungan dan kepentingan politik sesaat.
Kepemimpinan PKS saat ini, seperti kelahiran Partai Keadilan di era awal berdirinya partai dakwah ini. Yang menjunjung tinggi ideologi perjuangan, dan lebih mengedepankan strategi jangka panjang untuk meraih kemenangan yang mapan.
Pembenahan di Parlemen
Setidaknya, ada tiga sektor yang menjadi area kekuatan perjuangan PKS. Pertama, jajaran pengurus di tingkat DPP. Selama ini DPP telah dikerdilkan oleh kepemimpinan lama. Tidak lagi bernama Dewan Pimpinan Pusat, melainkan Dewan Pengurus Pusat. Jadi, walaupun di DPP, tugasnya tidak boleh mengambil keputusan, hanya sebagai pengurus yang melakukan tugas-tugas rutin yang telah digariskan Majelis Tinggi Partai.
Kedua, kekuatan kader atau akar rumput. Seperti halnya DPP, kekuatan akar rumput pun telah dimanipulasi melalui pengurus-pengurus di tingkat daerah. Doktrin dan pembekalan mereka tidak lagi kepada nilai sebuah gerakan, melainkan sekadar perolehan kursi dan klaim pemenang pilkada. Siapa pun yang menjadi kepala daerah, tak peduli seideologi atau tidak sama sekali, jika diperjuangkan oleh PKS, maka itulah keberhasilan kader. Bisa dikatakan, kader lebih sebagai objek daripada subjek sebuah gerakan.
Dan ketiga, parlemen, mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Bisa dibilang, produk parlemen PKS periode ini adalah produk pemilu paradigma kepemimpinan lama yang melazimkan aneka transaksi. Sudah bukan rahasia umum, siapa yang ingin masuk sebagai anggota parlemen, mereka harus berkantong tebal. Mulai dari setoran untuk biaya operasional DPP hingga pemenangan di tim sukses pribadi.
Dua area sudah mulai ditertibkan dan dibersihkan oleh kepemimpinan baru: DPP dan jaringan kader. Sementara, area parlemen merupakan area yang paling sulit terkait bahan baku dan orientasi mereka yang ada di sana.
Salah satu batu ujiannya adalah kepemimpinan informal di parlemen. Yaitu, mereka yang sangat berwenang menentukan kebijakan di parlemen. Inilah, boleh jadi, yang dianggap salah satunya adalah sosok Fahri Hamzah.
Sosok Fahri Hamzah, boleh jadi, dianggap kepemimpinan baru PKS sebagai tolok ukur utama. Jika pembersihan Fahri bisa berjalan mulus, maka selanjutnya akan mengikuti tanpa masalah.
Tidak heran jika DPP, usai mengeluarkan kebijakan siapa pengganti Fahri, akan melakukan rekomposisi terhadap alat kelengkapan dewan yang diisi oleh kader PKS. Mulai dari komisi, fraksi, dan sebagainya.
Seperti diberitakan ke publik, DPP menargetkan Senin esok (11/4) akan dilakukan rekomposisi itu. Tidak tertutup kemungkinan, ketua fraksi pun akan berubah.
Langkah ‘pembersihan’ ini mungkin dianggap sangat penting oleh PKS. Mungkin karena nilai strategis parlemen sebagai jembatan antara kebijakan partai dengan rakyat, dan antara partai dengan pemerintah.
Sangat aneh, memang, jika kebijakan partai ke selatan, sementara parlemennya ke arah yang lain. Dan undang-undang memberikan wewenang partai untuk melakukan itu.
Perlunya Ketegasan dan Kesungguhan
Perubahan yang baik memang bukan perubahan yang dipaksakan. Namun, perubahan yang sudah dipahami dan diyakini sangat baik sangat butuh ketegasan dan kesungguhan untuk melaksanakannya.
Tidak boleh ada keraguan sedikit pun. Siapa pun dan apa pun yang selama ini dinilai sebagai ‘hambatan’ untuk meraih cita-cita gerakan Islam harus diluruskan dan dibereskan.
Betapa zhalimnya para tokoh, ulama, dan pakar gerakan Islam saat ini yang terlalaikan dengan fasilitas jabatan dan histeria pencitraan publik. Sementara, Indonesia yang berpenduduk muslim terbesar dunia saat ini kehilangan sentuhan ruh gerakan Islam. Sebuah sentuhan yang menjaga dan meningkatkan kesalehan bangsa dan negara Indonesia. (Mh/foto:pksupdate )