Oleh: Tim LKSP.
ChanelMuslim.com- Pertemuan Prabowo Subianto (Ketua Dewan Pembina Gerindra) dengan Megawati Soekarnoputeri (Ketua Umum PDIP) mengakhiri perseteruan lama. Pada pemilihan presiden 2009 keduanya sempat berpasangan, tapi pilpres 2014 membuat mereka terpisah karena tampilnya Joko Widodo. Jalan menuju rekonsiliasi terbuka pasca pertemuan Prabowo dengan Jokowi di stasiun MRT dilanjutkan makan siang di sebuah restoran (13/7).
Pada hari yang sama ketika Prabowo bertemu Mega, ternyata Surya Palon (Ketua Umum Partai Nasdem) mengundang Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk makan siang. Hal itu mengundang spekulasi, terjadi keretakan pada koalisi pendukung Jokowi. Beberapa hari sebelumnya Paloh bertemu dengan pimpinan partai (Golkar, PKB, dan PPP) minus PDIP. Dalam pernyataan pers, Paloh menyebut peluang mendukung Anies sebagai caprès pada pemilu 2024.
Direktur Center for Indonesia Reform (CIR), Sapto Waluyo, melihat fenomena itu hal wajar dalam komunikasi politik. “Tiap elite politik bermanuver untuk memenangkan kepentingannya, meski sebelumnya berkompetisi sengit. Tetapi, kita tidak bisa menyimpulkan akan terbentuk konstelasi baru berdasarkan manuver jangka pendek. Harus dilihat kesepakatan politik yang lebih substansial,” ujar Sapto, sedang menyelesaikan program doktoral di Universitas Indonesia.
Lembaga Kajian Strategi dan Pembangunan (LKSP) menelusir persepsi publik terhadap kemungkinan munculnya konstelasi baru dalam perpolitikan nasional. “Polarisasi politik telah menggejala di dunia nyata, termasuk dalam pemberitaan media online dan percakapan media sosial,” ungkap Muhsinin Fauzi, Direktur LKSP yang menerapkan tools analisis big data.
Tracking isu dilakukan pada 1 Juni – 23 Juli 2019. Metode pemantauan dengan cara menyedot informasi percakapan dan pemberitaan di berbagai kanal, lalu menyeleksinya dengan kata kunci yang relevan. Kemudian ditentukan jangkauan isu dan sentimen yang diungkap netizen.
Tabel 1. Jangkauan Isu
No Isu Jangkauan Kanal Media
1 Pertemuan Prabowo-Megawati 11,67 juta Twitter (87,09%), Media mainstream (7,07%), Instagram (1,53%), Blog (3,46%), Forum (<1%)
2 Pertemuan Surya Paloh-Anies Baswedan 15,27 juta FB (55,54%), Twitter (22,79%), Media mainstream (12,82%), Instagram (5,56%), Blog (2,64%), Forum (<1%)
3 Rekonsiliasi Amien Rais 55:45 51,22 juta Twitter (74,65%), FB (9,65%), Media mainstream (9,01%), Instagram (1,66%), Youtube (3,97%), Blog (<1%), Forum (<1%)
4. PKS Oposisi 156,09 juta FB (50,21%), Twitter (35,15%), Media mainstream (6,25%), Instagram (2,82%), Youtube (4,55%), Blog (<1%), Forum (<1%) Hasil monitoring sebagai berikut:
1. Pertemuan Prabowo–Megawati menarik perhatian publik namun tidak cukup besar (11,67 juta) jangkauan netizen. Percakapan lebih banyak melalui kanal: Twitter (87,09%), Media mainstream (7,07%), dan Blog (3,46%).
2. Pertemuan Anies Baswedan–Surya Paloh menyita lebih banyak perhatian netizen (15,27 juta jangkauan), mayoritas melalui kanal: FB (55,54%), Twitter (22,79%), Media mainstream (12,82%), dan Instagram (5,56%). Pertemuan ini sangat mengejutkan, baik bagi kubu Anies (yang didukung Gerindra dan PKS) maupun kubu Paloh (yang berkoalisi dengan PDIP).
3. Tawaran rekonsiliasi Amien Rais lebih luas lagi menjangkau perhatian (51,22 juta) netizen, dengan saluran utama Twitter (74,65%), FB (9,65%), Media mainstream (9,01%), dan Youtube (3,97%). Bagi pendukung 02, Amien dipandang telah melunak, tapi pendukung 01 melihat Amien kebablasan dengan menyodorkan porsi kekuasaan 55 : 45.
4. Yang paling menarik, sikap PKS Oposisi menyita paling besar perhatian netizen (156,09 juta jangkauan) dengan kanal utama FB (50,21%), Twitter (35,15%), Media mainstream (6,25%), Youtube (4,55%), dan Instagram (2,82%). Sikap itu bisa dipahami mewakili kegelisahan publik pasca pilpres.
Dari segi sentimen netizen, diperoleh temuan berikut:
Tabel 2. Sentimen Publik
No Isu Share of voice Positif Netral Negatif
1. Pertemuan Prabowo-Megawati 3,14 83 % 9 % 8 %
2. Pertemuan Surya Paloh-Anies Baswedan 6,33 38 % 1 % 61 %
3. Rekonsiliasi Amien Rais 55:45 21,55 95 % 2 % 3 %
4. PKS Oposisi 68,99 95 % 3 % 2 % 1. Pertemuan Prabowo - Megawati mendapat porsi share of voice yang rendah (3,14%); dengan sentimen positif (83%), netral (9%), dan negatif (8%), dan total pembicaraan: 254 mention. Pertemuan itu sudah bisa diprediksi publik setelah bertemunya Prabowo dengan Jokowi, karena Jokowi selama ini dikenal sebagai “petugas partai” (PDIP pimpinan Mega).
2. Pertemuan Anies-Paloh juga mendapat SoV rendah (6,33%), dengan sentimen negatif tinggi (61%), dan sentimen positif (38%) serta netral (1%). Total pembicaraan: 125 mention. “Penolakan” publik mungkin berasal dari pendukung Anies yang kecewa atau sebalikny pendukung Nasdem yang tidak setuju dengan manuver Paloh. Emosi publik seperti diaduk-aduk.
3. Rekonsiliasi politik yang ditawarkan Amien Rais memperoleh SoV cukup besar (21,55%). Sebagian besar publik merespon positif (95%), negatif (3%), dan netral (2), dengan total pembicaraan: 858 mention. Publik yang bersikap positif melihat hal itu sebagai terobosan dari kebuntuan politik, sedang yang menilai negatif melihat berorientasi mengemis kursi kekuasaan.
4. Sikap PKS yang konsisten beroposisi mendapat share of voice paling tinggi (68,99%). Sentimen netizen cenderung positif (95%), netral (3%) dan negatif 2%) dengan total pembicaraan: 2.750 mention.
Manuver politik elite terlihat mengguncang perasaan publik yang terbelah dalam pilpres. Perasaan kecewa dan marah melanda publik yang merasa telah berkorban tenaga, harta dan suara. Bahkan, ada jatuh korban nyawa dalam kerusuhan saat mengawal hasil pemilu di gedung Bawaslu. “Para elite asyik berkomunikasi satu sama lain untuk membangun formasi kekuasaan yang mengakomodasi kepentingan mereka, sementara rakyat dibiarkan kebingungan tanpa kejelasan arah politik,” jelas Muhsinin.
Karena itu, sikap konsisten seperti yang ditunjukkan elite PKS menjadi saluran tepat untuk menampung kegelisahan publik. Masyarakat menaruh harapan agar demokrasi tetap dikawal dengan kekuatan oposisi/penyeimbang yang solid dan berpengaruh. Jika kondisi memaksa, maka kekuatan oposisi yang kecil pun bisa berkolaborasi dengan civil society yang kini bangkit dan bersikap kritis.
“Masyarakat perlu memahami perubahan konstelasi politik nasional tidak terjadi serta-merta dalam jangka pendek. Yang terlihat saat ini adalah “manuver elite” untuk mengakomodasi kepentingan masing-masing, jadi masih bisa berubah setiap detik,” papar Sapto. Dalam jangka menengah mungkin terbangun “pola kerjasama” antar partai politik, misalnya dalam formasi kepemimpinan di legislatif atau anggota kabinet.
Itupun belum menggambarkan konstelasi utuh, karena ada “praktek kebijakan” terbentuk oleh kesamaan ideologi, visi dan misi. Lebih kompleks lagi, di balik kerjasama politik formal antar elite dan partai, ada bandar yang berperan membangun konstelasi yang tepat untuk melayani kepentingan mereka, karena politik Indonesia memang dicirikan dengan dominasi oligarki. (Mh)