ChanelMuslim.com—Pemilihan umum (pemilu) yang diselenggarakan lima tahun sekali akan menghasilkan para pemimpin yang duduk di lembaga legislatif maupun eksekutif.
Pemimpin yang dihasilkan dari proses demokrasi itu diharapkan berkualitas, yang mampu mewujudkan kemajuan dan kesejahteraan bagi rakyat.
Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini menyatakan hal tersebut dalam diskusi kelompok (FGD) “Menggagas Pemilu Ideal 2019” di ruang Fraksi PKS, Senayan, Jakarta, Rabu (21/9/2016). “Pemilu adalah proses memilih pemimpin, baik eksekutif maupun legislatif dengan prinsip demokratis, efektif, dan efesien. Melalui pemilu kita ingin hadirkan pemimpin yang memiliki kapabilitas, integritas, dan loyalitas pada bangsa dan negara,” tandasnya.
Menurut Jazuli, demokrasi yang berlaku di Indonesia bukanlah demokrasi yang liberal, melainkan demokrasi yang harus dibingkai dengan Ketuhanan, kemanusiaan yang adil dan beradab, yang sanggup menghadirkan kesejahtraan bagi rakyat dan menjaga keutuhan NKRI. “Demokrasi kita adalah demokrasi yang melindungi hak rakyat scara penuh. Tidak boleh ada perampasan hak demokrasi dengan intimidasi kekuasaan dan birokrasi serta money politic,” kata anggota Komisi I ini.
Unsur terpenting dalam pemilu, tambah Jazuli, adalah regulasi, penyelenggara, kontestan, dan pemilih. Jika ingin pemilu kita ideal dan berkualitas, maka semua unsur yang terkait ini harus beres,” tegasnya.
Menurut anggota DPR dari Dapil III Banten, ini desain sistem pemilu sudah seharusnya diarahkan untuk mewujudkan hakikat tujuan pemilu tesebut. Dan pemilu 2019 diharapkan menjadi momentum konsolidasi demokrasi.
“Jika kita sederhanakan, kualitas pemilu diukur dari tiga aktor penting pemilu: calon, pemilih, dan penyelenggara. Ketiganya harus berjalan dalam satu sistem penyelenggaraan pemilu yang demokratis,” tuturnya.
Jazuli menguraikan tiga aktor penting tersebut. Pertama, soal calon adalah bagaimana kita bisa menghadirkan calon yang benar-benar berintegritas dan berkualitas. Ini terkait dengan sistem dan kualitas rekrutmen serta kualifikasi/syarat calon.
Data KPK tahun 2014, lanjutnya, telah merilis 74 anggota DPR dan 3600-an anggota DPRD yang terseret kasus korupsi. Lalu data pada Kemendagri tahun 2015 menunjukkan adanya 343 kepala daerah yang berperkara hukum. “Banyaknya pejabat publik yang bermasalah hukum semakin memperkuat perlunya seleksi calon berkualitas,” imbuhnya.
Kedua, soal pemilih, yaitu bagaimana pemilih dapat menggunakan hak pilihnya secara objektif dan rasional, berdasarkan kualitas calon. Dalam hal ini yang bicara adalah soal sistem kampanye, kontestasi gagasan, bukan modal, pencegahan politik uang, dan politisasi birokrasi.
“Hari ini kita dihadapkan pada fenomena money politic yang marak. Demokrasi tidak akan menghasilkan pemimpin berkualitas jika ukuran keterpilihan adalah uang atau kapital,” singkap Jazuli yang baru mendapatkan gelar doktor bidang manajemen SDM ini.
Aktor ketiga, lanjut Jazuli, adalah soal penyelenggara yang bagaimana dapat menjamin independensi dan profesionalitas KPU dan Bawaslu. KPU dan Bawaslu yang kini telah memiliki undang-undang tersendiri, dan Jazuli menjadi pimpinan Pansusnya, dinilai telah menunjukkan hal demikian. Dia berharap ke depan kedua lembaga ini dituntut untuk semakin kuat dan efektif dalam menyosialisasikan pemilu yang berkualitas, menegakkan aturan, dan perlakuan yang sama kepada seluruh peserta pemilu. (mr)