JEPANG alami krisis populasi terbesar di tahun 2022 dengan hanya berkisar 800 ribu kelahiran. Angka ini adalah yang paling rendah sejak pertama kali pencatatan pada tahun 1899. Menanggapi permasalahan tersebut, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengungkap akan membentuk badan khusus.
Dilansir dari CNN World, Berdasarkan data pemerintah, hampir satu dari 1.500 orang di Jepang berusia 100 tahun atau lebih, menurut data pemerintah.
Bank Dunia mencatat proporsi penduduk berusia 65 tahun ke atas tertinggi kedua di dunia, setelah Monaco.
Semua ini menjadikan Jepang sebagai salah satu negara dengan tingkat kelahiran terendah di dunia.
Baca Juga: Tradisi Melahirkan di Jepang, Tidak Memakai Anti Nyeri
Pemerintah Jepang Bentuk Badan Khusus untuk Atas Krisis Populasi
Kishida menegaskan bahwa kebijakan mengenai anak adalah masalah yang penting dan tidak bisa ditunda.
“Sekarang atau tidak sama sekali, ketika datang ke kebijakan mengenai kelahiran dan membesarkan anak, ini adalah masalah yang tidak bisa menunggu lebih lama lagi,” ujarnya saat berpidato di parlemen pada Senin (23/1).
Jepang akan meluncurkan Badan Anak dan Keluarga pada April yang akan dirancang untuk mendukung orangtua dan memastikan keberlanjutan ekonomi.
Tren tidak memiliki anak ini telah mendorong peningkatan krisis demografis, masyarakat yang menua dengan cepat, tenaga kerja yang menyusut, dan kekurangan generasi muda yang mengisi kesenjangan dalam ekonomi yang stagnan.
Para ahli menunjukan beberapa faktor di balik angka kelahiran yang rendah ini di antaranya, biaya hidup yang tinggi dan kurangnya dukungan pengasuhan anak di kota-kota sehingga sulit untuk membesarkan anak. Itu artinya semakin sedikit pasangan yang memiliki anak.
Pasangan yang tinggal di perkotaan juga seringkali jauh dari keluarga besar yang bisa memberikan dukungan.
Efek pandemi juga membuat generasi muda menunda pernikahan dan kehidupan rumah tangga.
Beberapa orang menunjukan sikap pesimis terhadap masa depan karena frustrasi dengan tekanan pekerjaan dan stagnasi ekonomi.
Perekonomian Jepang terhenti sejak gelembung asetnya meledak pada awal 1990-an. Pertumbuhan PDB negara itu melambat dari 4,9 persen pada 1990 menjadi 0,3 persen pada 2019, menurut Bank Dunia.
Sementara itu, rata-rata pendapatan rumah tangga riil tahunan menurun dari 6,59 juta yen ($50.600) pada tahun 1995 menjadi 5,64 juta yen ($43.300) pada tahun 2020, menurut data tahun 2021 dari Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang.
Pemerintah telah meluncurkan berbagai inisiatif untuk mengatasi penurunan populasi selama beberapa dekade terakhir, termasuk kebijakan baru untuk meningkatkan layanan penitipan anak dan meningkatkan fasilitas perumahan bagi keluarga dengan anak.
Beberapa wilayah bahkan mulai membayar pasangan yang tinggal di sana untuk memiliki anak. [Ln]