Chanelmuslim.com – Pilkada DKI Jakarta 2017 memang belum memasuki proses resmi. Tapi, gembar-gembor pertarungan calon sudah mulai terasa. Masyarakat Jakarta pun terombang-ambing dalam misteri siapa calon pasti. Nasib Jakarta seperti tebak-tebakan buah manggis menjelang Pilkada 2017.
Berbeda dengan pilkada Jakarta periode sebelumnya, saat ini partai-partai politik masih sedikit yang tegas menentukan calon mereka. Baru Gerindra yang secara jelas menjagokan Sandiaga Uno, sementara Nasdem dan Hanura menjagokan Ahok. Sementara, partai-partai lain masih belum ada gelagat. Termasuk PDIP yang belum memberikan sinyal kuat tentang calon mereka.
Sejumlah calon lain masih belum punya kendaraan. Antara lain, Adyaksa Dault, Yusril Ihza Mahendra, Abraham Lunggana, dan Ahmad Dhani. Sementara, untuk bisa mencalonkan diri melalui jalur perseorangan, syarat minimal 525 ribu KTP warga DKI, seperti yang diputuskan MK, bukan perkara ringan.
Seperti disampaikan KPU, pendaftaran calon di Pilkada DKI untuk perseorangan sekitar bulan Juli, untuk yang melalui parpol sekitar akhir Agustus. Atau, satu bulan lebih dahulu calon perseorangan daripada melalui parpol. Karena KPUD membutuhkan waktu sekitar satu bulan untuk melakukan verifikasi data dukungan berupa KTP.
Dengan kata lain, calon yang tidak dapat dukungan parpol dan memilih jalur perseorangan, waktu pengumpulan minimal 525 ribu KTP tinggal tiga bulan lagi. Sebuah upaya yang sangat menuntut kerja keras.
Ahok yang juga petahana saja, saat ini dikabarkan baru bisa mengumpulkan data dukungan berupa KTP warga DKI sebesar 350 ribu. Itu pun hasil dari pengumpulan selama tiga bulan lalu.
Partai Politik Nyaris tak Terdengar
Proses pilkada DKI periode ini menunjukkan hal tidak biasa dibanding periode sebelumnya. Bayangkan, lima bulan menjelang pendaftaran, hanya Gerindra, Nasdem, dan Hanura yang sudah jelas menjagokan siapa. Sementara partai lain masih misterius. Termasuk PDIP yang meraih suara terbesar di DKI Jakarta.
Ada apa? Sejumlah pengamat memberikan penilaian yang beragam. Salah satu hal yang paling jelas bisa ditangkap publik adalah ketegasan Ahok yang tidak mau mengeluarkan biaya mahar atau operasional apa pun kepada partai pengusung. Padahal lazimnya pilkada, calon petahana sangat potensial dalam soal biaya mahar atau biaya operasional.
Sudah menjadi rahasia umum, proses pilkada menjadi ‘bancakan’ sejumlah parpol untuk menimba pundi-pundi keuangan mereka. Bahkan, jauh sebelum proses pilkada, para makelar parpol sudah melakukan gerilya.
Benarkah ini menjadi alasan utama sepinya calon dari parpol di pilkada DKI periode ini? Bisa benar, bisa juga tidak. Namun, fenomena terkatung-katungnya beberapa calon seperti Adyaksa Dault, Yusril Ihza, Abraham Lunggana, dan Ahmad Dhani yang belum mendapat sambutan satu parpol pun bisa menjadi indikasi ke arah itu.
Keempatnya, mungkin terkendala dengan biaya mahar yang menurut Ahok bisa lebih dari seratus milyar rupiah. Itu pun untuk satu putaran, bagaimana jika pilkada melalui dua putaran?
Dengan demikian, calon yang hampir bisa dipastikan maju dan memiliki dukungan jelas baru dua saja: Sandiaga Uno dari Gerindra, dan Ahok yang didukung Nasdem dan Hanura.
Strategi Mengalahkan Ahok
Dari balik kesenyapan suara partai politik di pilkada DKI periode ini, ada kemungkinan konsolidasi partai-partai politik khususnya pemilik suara terbesar di DKI yang ingin mengalahkan Ahok hanya dalam satu putaran.
Strategi mengalahkan Ahok secara telak ini memang bukan perkara gampang. Butuh kesepakatan dan konsolidasi sejumlah parpol untuk mengusung satu pasangan calon secara bulat.
Hitung-hitungannya, kalau calon terdiri dari tiga pasangan, kemungkinan pilkada melalui dua putaran terbuka lebar. Dan di putaran kedua, peluang Ahok menang menjadi sangat besar karena didukung media-media massa besar. Apalagi jika calon terdiri dari lebih tiga pasangan, peluang menang Ahok menjadi jauh lebih besar. Karena, pecahnya suara ‘penantang’ Ahok ke tiga pilihan calon.
Hal ini berarti, hanya butuh satu calon lagi jika ingin mengalahkan Ahok secara telak. Dan itu juga berarti, sejumlah partai harus melakukan koalisi besar dalam mengusung satu calon yang sangat populer dan punya kedekatan dengan masyarakat tradisional Jakarta.
Satu Pasangan Potensial
Jika memang terjadi koalisi besar untuk mengalahkan Ahok secara telak, siapa calon yang paling mungkin maju mewakili koalisi besar itu?
Keputusan itu sangat bergantung pada strategi jitu PDIP sebagai partai yang paling berhak untuk menentukan calon DKI 1, sementara wakilnya bisa didukung sejumlah partai lain.
Selama ini, ada desas-desus bahwa PDIP akan menjagokan Ganjar Pranowo sebagai calon DKI 1. Sosok Ganjar memang dikenal publik khususnya para warga pendatang DKI sebagai pemimpin yang bisa menyaingi kepemimpinan Ahok.
Pertanyaannya, bagaimana posisinya saat ini yang sebagai gubernur Jawa Tengah? Ketentuan UU nomor 12 tahun 2008 huruf q memang mengharuskan pejabat atau kepala daerah yang mencalonkan diri ikut pilkada harus mengundurkan diri dari jabatannya. Tapi, aturan ini sudah dihapus oleh MK dengan berbagai alasan yang konstitusional.
Jadi, kepala daerah boleh mencalonkan diri sebagai calon asalkan mengundurkan diri secara sementara dari jabatannya. Atau, tidak aktif sementara. Dengan kata lain, pencalonan Ganjar Pranowo sangat mungkin diajukan. Tapi tidak perlu terburu-buru karena ingin menjaga perasaan warga Jawa Tengah.
Lalu, bagaimana dengan masyarakat Jakarta yang sebagian besar muslim yang selama ini seperti ada sekat dengan Ahok? Untuk menjawab ini, mungkin calon DKI 2 yang akan mendampingi Ganjar menjadi sangat penting.
Dan satu-satunya calon yang mungkin sangat cocok dan kuat untuk posisi ini adalah artis Dedy Mizwar. Saat ini, Dedy Mizwar sebagai wakil gubernur Jawa Barat. Dan itu berarti, langkah yang sama juga dilakukan Dedy Mizwar mengikuti jejak Ganjar Pranowo untuk tidak aktif sementara.
Boleh dibilang, saat ini, strategi ini yang paling jitu untuk bisa mengalahkan Ahok yang juga petahana saat ini. Atau boleh jadi, ada strategi jitu lain yang kini tengah disiapkan koalisi besar partai-partai di pentas pilkada DKI yang akan berlangsung pada hari Rabu, tanggal 16 Februari 2017. (mh/foto:kompasiana)