ChanelMuslim.com- Dalam hampir dua pekan ini, media massa menyorot dua isu yang berdekatan. Isu pertama tentang kisruhnya pembagian sembako di Monas, dan yang kedua isu persekusi kelompok tagar 2019GantiPresiden.
Dua isu itu terjadi hanya berselang satu hari, yaitu pada Sabtu, tanggal 28 April dan kasus di CFD (Car Free Day) pada Ahad, 29 April.
Dari segi daya tarik, dua isu itu memiliki bobot yang hampir sama besar. Tapi dari segi dampak dan pengaruh hukumnya, kasus di Monas jauh lebih memiliki bobot yang lebih besar.
Ada beberapa faktor ukuran. Pertama, kasus di Monas masih diduga berdampak pada meninggalnya dua anak yang tewas pada momen itu. Kedua, disinyalir acara di Monas tidak mendapatkan izin dari pemprov DKI, khususnya dalam soal sembako. Dan ketiga, kesemrawutan yang berpotensi melukai atau mencederai warga Jakarta yang ikut berebutan di hari yang panas itu. Belum lagi soal sampah yang ditinggalkan di seputar taman Monas.
Untuk kasus yang terjadi di sekitaran Bundaran Hotel Indonesia pada acara CFD, tak ada satu pun orang yang dinyatakan mengalami luka-luka, apalagi meninggal dunia. Potensi adanya cedera memang tetap ada. Tapi, itu karena adanya pihak tertentu yang salah menempatkan posisi. Walaupun pihak aparat kepolisian sudah memisahkan sedemikian jauhnya.
Dengan kata lain, dari ukuran yang jernih, kasus yang terjadi di Monas jauh lebih besar dari segi pelanggaran hukumnya daripada yang terjadi di sekitaran Bundaran HI.
Namun, kenapa media massa, dari jumlah dan besarnya pengaruh, justru lebih intensif mengangkat isu yang di sekitaran Bundaran HI, daripada yang di Monas. Hanya sebagian kecil saja media yang agak berbeda.
Pemandangan telanjang yang disajikan media massa besar ini, menunjukkan adanya keberpihakan atau ketidakadilan media massa dalam menyajikan berita dan analisisnya. Dan hal ini, lambat laun, akan menggerus kepercayaan publik pada media massa.
Selain itu, pemandangan ini menunjukkan adanya pertarungan isu dalam media massa besar untuk membela dan melawan pihak-pihak yang menjadi teman dan musuhnya.
Dengan kata lain, media massa nyaris tidak lagi sebagai aspirasi atau bahkan advokasi kepentingan publik. Melainkan, sudah masuk pada alat kepentingan pihak-pihak tertentu.
Kalau memang tidak bisa lagi dinafikan dan diluruskan, kini saatnya publik untuk berpikir kritis. Jangan mau lagi menerima informasi apa adanya, sebesar dan sehebat apa pun media yang menyampaikannya. (mh)