Dalam upaya untuk menarik calon dari seluruh latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda, Angkatan Pertahanan Australia (ADF) telah mengumumkan rencana untuk merekrut imam Muslim pertama untuk memenuhi kebutuhan rohani personel Muslim.
“Saya telah meminta departemen saya untuk bergerak secepat mungkin mengidentifikasi Imam Islam untuk bergabung dengan komite penasihat agama ADF sehingga memastikan 96 anggota Muslim ADF memiliki Imam yang tepat,” kata Asisten Menteri Pertahanan Australia, Stuart Robert Senin kemarin (2/3/2015) kepada The Sydney Morning Herald.
Berbicara dalam pidato kepada parlemen, ia mengumumkan dirinya meminta Deperatemen Pertahanan untuk memperbaharui upaya dalam merekrut beragam tenaga kerja dari latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda.
Untuk mencapai target ini militer mencari seorang imam Muslim untuk melayani komite penasehat agama di ADF.
Komite, yang mencakup satu Yahudi dan lima pemimpin agama Kristen akan memberikan saran terkait gaya atas kebijakan untuk memenuhi kebutuhan spiritual personil militer.
Mengambil bagian dalam komite penasihat, imam Muslim tidak akan memberikan pelayanan pastoral seperti yang dilakukan pendeta Kristen di ADF.
Kebijakan baru, berusaha untuk memastikan keragaman budaya dalam ADF yang diperlukan untuk terjadi lebih cepat, kata Robert.
“Jelas pertumbuhan tenaga kerja budaya dan bahasa yang beragam, harus mewakili perubahan wajah Australia modern yang tidak bergerak terlalu lambat,” jelas Robert.
Para anggota baru diharapkan dapat membantu ADF terlibat dengan dengan negara tetangga di kawasan Asia-Pasifik dan mitra di luar negeri dengan PBB dan NATO, dan juga dalam pemeliharaan perdamaian serta operasi bantuan bencana.
“Strategi ini lahir dari kenyataan yang sebenarnya bahwa kekuatan tempur akan ditingkatkan,” tambahnya.
“Pada saat operasi militer modern berkembang, akan ada kebutuhan yang berkembang untuk interaksi yang lebih besar dengan pemahaman budaya yang berbeda.”
Saat ini, sekitar 5,7 persen dari 57.000 personel ADF mengidentifikasi diri berlatar belakang berbahasa non-Inggris.
Sekitar 5,4 persen lahir di luar negeri di negara-negara selain Selandia Baru, Inggris, Kanada dan Amerika Serikat.[af/onislam]