ChanelMuslim.com – Sudahkah kita membaca Alquran dengan benar? Atau kita termasuk pada bagian yang berpendapat bahwa Alquran yang penting dipahami maknanya dan diamalkan, sehingga membaca Alquran semampunya tanpa mengikuti kaidah hukum-hukum tajwid bukanlah suatu keharusan.
Namun, tak dapat disangkal bukan, saat kita mendengarkan Alquran dengan suara merdu dan bacaan yang bagus kita seperti terhipnotis dan merasa tenang. Belajar membaca Alquran sesuai hukum tajwid biasa dinamakan tahsin. Saat ini banyak sekali lembaga dan DKM mesjid yang mengadakan tahsin. Ada beberapa hal yang menyebabkan kita harus ‘tahsin’ dalam membaca al-Quran, yang dikutip dari tahsincenter.co, id.
1. Perintah Allah Swt.
Allah Swt memerintahkan dalam QS. Al-muzzammil : (4) : (???? ??????? ??????), dan bacalah Al-Quran dengan tartil, demikianlah lebih kurang terjemahan ayat di atas.
Para ulama telah sepakat bahwa yang dimaksud dengan tartil adalah membaca dengan pelan-pelan, penuh ketenangan dan perhatian yang serius dengan memperjelas pengucapan huruf-hurufnya. Definisi singkat tentang tartil yang disimpulkan oleh seorang sahabat terkenal, Ali Ibn Abi Thalib. Beliau menyimpulkan makna tartil dengan ungkapan yang cerdas“ tajwiidul huruf wa ma’rifatul wuquf”, men-tajwid-kan/membaguskan pengucapan huruf-hurufnya serta mengetahui tempat-tempat berhentinya. Bukankah seseorang yang membaca al-Quran dengan sempurna dan mengetahui kapan ia harus memulai dan memberhentikan bacaannya sesuai dengan ‘titik- komanya’ karena ia paham dari apa yang dibacanya? Perintah membaca al-Quran dengan tartil lebih ditegaskan lagi dalam pemahaman ayat di atas ketika kata perintah ‘rattil’ terulang kembali dalam bentuk mashdar ‘tartila(n)’, yang mengesankan makna adanya perhatian yang besar mengenai terealisasinya perintah Allah ini, pengagungan terhadap obyeknya yaitu Al-Quran, dan besarnya pahala yang Allah berikan kepada para pelaksana perintah ini.
2. Refleksi keimanan setiap hamba yang taat.
Allah Swt berfirman dalam QS. Al-baqarah : 121,
????? ???????? ?????? ?????? ?? ?????? ?????? ?????? ?? ??? ???? ?? ?????? ?? ????????
orang-orang yang telah Kami berikan al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya, mereka itulah orang-orang yang merugi.
Saiful Islam Mubarak Lc., M.Ag., menuliskan dalam Risalah Mabitnya (Permata, 2003), ada beberapa hal yang perlu diresapi sebagai tadabbur dari ayat di atas; Pertama, kata tilawah sebagaimana dalam ayat di atas, yang berarti membaca, sering dihubungkan dengan al-Quran dan tidak biasa dikaitkan dengan selainnya. Hal ini mengesankan keistimewaan al-Quran dibanding kitab lainnya yang mendorong kita untuk mengetahui rahasia membacanya.
Kedua, beliau mengutip pendapat As-Shabuni dalam Shafwatutafasir, bahwa yang dimaksud dengan haqqa tilawatihi, ‘bacaan yang sebenarnya’, adalah bacaan sebagaimana Jibril membacakannya kepada Muhammad Saw, ini menunjukkan bahwa membaca al-Quran mempunyai aturan tertentu yang tidak dimiliki bacaan selainnya dan orang yang membaca dengan demikian adalah yang beriman kepadanya.
Ketiga, ayat di atas menjelaskan dua golongan manusia, yang beriman dan kufur. Golongan pertama adalah yang membaca al-Kitab dengan bacaan yang sebenarnya yaitu sesuai dengan bacaan Rasulullah. Menurut konteks ayat di atas, maka dapat dipahami siapa yang termasuk golongan kedua. Oleh karena itu mempelajari tahsin atau tajwid bukan masalah yang patut diremehkan, sebab ia sangat berhubungan dengan masalah keimanan. Dan bila sudah berusaha untuk mencapai kesempurnaan membacanya dengan mempelajari ilmu tahsin namun belum sampai pada kesempurnaan bacaan yang dicontohkan Rasulullah , mudah-mudahan Allah mengampuni kesalahan dan dosa hamba-Nya. Demikian kurang lebih beliau menuliskan. (w/bersambung)