MENDORONG peran ibu dalam pencegahan tindak pidana. Umumnya, orang enggan membicarakan isu hukum karena dianggap ‘berat’ dan bukan kompetensinya.
Apalagi bagi ibu-ibu yang sudah membatasi diri dengan kesibukan tugas rumah tangga atau pekerjaan kantor. Isu hukum dirasakan amat jauh berjarak dengan kesehariannya.
Pandangan seperti ini sudah saatnya untuk diubah. Justru para ibu harus didorong untuk menjadi ujung tombak dalam pencegahan terjadinya masalah hukum, terutama dalam hal mencegah terjadinya suatu tindak pidana dalam masyarakat.
Baca Juga: Mencegah Tindak Pidana dengan Shalat
Mendorong Peran Ibu dalam Pencegahan Tindak Pidana
oleh: Rosalita Chandra, S.H., M.H. (Ibu rumah tangga, dosen dan praktisi hukum)
Mengapa ibu dapat memiliki kekuatan untuk mencegah kejahatan? Sebab ibu merupakan tempat belajar pertama bagi anaknya.
Jika seorang ibu dapat mempersiapkan anaknya dengan baik, sama halnya dengan sang ibu telah mempersiapkan masyarakat yang baik pula sedari dini.
Dalam konteks hukum, hal ini dapat dimaknai dengan ibu yang memahami isu hukum nantinya akan dapat mengajarkan anak-anaknya agar terhindar dari masalah hukum, bahkan juga dapat berkontribusi menciptakan masyarakat yang taat hukum, mulai dari pranata terkecil yaitu keluarga.
Ibu perlu menyadari bahwa setiap orang, termasuk diri dan anggota keluarganya, sewaktu-waktu dapat menjadi pelaku tindak pidana atau korban tindak pidana.
Misalnya, potensi sebagai pelaku kejahatan pencemaran nama baik, timbul saat mem-posting sesuatu yang menjelekkan seseorang di sosial media.
Lalu resiko sebagai korban kejahatan, timbul saat kita tidak waspada, mengenakan banyak perhiasan atau memainkan handphone di tempat rawan yang mengundang penjahat beraksi.
Untuk itu, sangat penting memahami hukum agar terhindar dari potensi sebagai pelaku dan juga sebagai korban tindak pidana, termasuk bagaimana menghadapi prosedur hukum jika terjadi suatu masalah hukum yang tak bisa dihindari.
Kemampuan ibu untuk menghadapi isu hukum ini belum disoroti secara baik, padahal peran ini sangat penting. Sebagaimana pentingnya peran para penegak hukum dalam sistem peradilan pidana.
Kita hanya mengenal peran polisi, jaksa, hakim, lembaga pemasyarakatan dan advokat, padahal ada peran ibu yang dapat didorong sebagai garda terdepan dalam pencegahan tindak pidana.
Baca Juga: Ulama Aceh Dukung Hukuman Mati Terpidana Narkoba
Bagaimana cara ibu dalam mencegah tindak pidana?
Pertama, banyak membaca berita mengenai tren kejahatan yang terjadi pada masyarakat saat ini, termasuk juga mengumpulkan informasi mengenai kenapa kejahatan itu bisa terjadi dan apa dampaknya bagi korban.
Hal ini penting untuk diketahui agar ibu mempunyai gambaran yang utuh atas terjadinya suatu tindak pidana. Bukan hanya sekadar bergidik ngeri melihat suatu kejahatan, atau ‘termakan’ hoaks yang beredar lalu ketakutan berlebihan.
Akan tetapi, Ibu juga bijak untuk menjadikannya sebagai bahan pelajaran bagi anggota keluarga agar selalu waspada.
Kedua, mencoba mencari tahu peraturan perundangan atau ketentuan hukum untuk suatu masalah hukum. Jangan membayangkan akan bersusah payah berkutat dengan tumpukan buku hukum dan kitab undang-undang yang tebal.
Era digital seperti saat ini, cukup mencari lewat situs pencarian data, maka akan berseliweran informasi yang kita butuhkan.
Pastikan kata kuncinya tepat, informasi yang didapatkan juga akan jelas.
Misalnya, jika ingin mengetahui ancaman hukuman terhadap pengguna narkoba, cukup masukkan kata kunci “pengguna narkoba, ancaman pidana, pasal…”.
Langsung terlihat pasal dan undang-undang yang mengatur tindak pidana tersebut.
Untuk memahami isu atau masalah hukum, akan lebih mudah dan lebih tepat, jika merujuk pada ketentuan pasal dan undang-undangnya lebih dulu.
Bukan dengan merujuk pada berbagai berita yang bergentayangan di media sosial tanpa jelas sumbernya. Untuk menambah wawasan, boleh juga mengikuti diskusi isu hukum yang sedang hangat di televisi.
Pasti akan lebih seru dan luas pembahasannya. Namun, jika dirasa malah akan memusingkan kepala dan menambah pikiran, baiknya merujuk pada pasal yang mengatur saja sudah cukup.
Metode ini lebih baik, daripada tidak tahu sama sekali mengenai isu hukum tersebut.
Saat ini, juga sudah banyak situs hukum yang membahas masalah hukum secara ringan. Dengan demikian, lebih mudah untuk memahami penjelasannya.
Pastikan setiap informasi yang diperoleh memang dari situs yang terpercaya dan bukan abal-abal sehingga informasi hukum yang diperoleh juga valid.
Misalnya, jika ingin mencari tahu mengenai prosedur pengajuan penetapan waris, pengangkatan anak dan pengajuan perceraian, dapat melihat situs pengadilan agama di kota wilayah tempat tinggal.
Ketiga, tidak ada salahnya jika memiliki keluangan waktu, ibu membaca suatu peraturan perundangan yang ‘dekat’ isu hukumnya dengan kehidupan sehari-hari.
Misalnya, bagi para ibu yang hobi berbelanja atau memiliki bisnis sendiri, dapat membaca Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Banyak ketentuan hukum terkait jual beli suatu produk serta hak kewajiban produsen dan konsumen. Pengetahuan ini akan sangat bermanfaat saat kita membeli suatu barang atau saat kita menjual produk.
Apakah harus membaca semua peraturan perundangan yang ada di Indonesia? Tentu jawabnya tidak.
Minimal ada 4 kategori peraturan yang perlu diketahui para ibu. Undang-Undang Perkawinan (UU Perkawinan) dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Undang-Undang Perlindungan Konsumen serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
UU Perkawinan dan KHI mengatur mengenai prosedur perkawinan, hak dan kewajiban suami istri dalam perkawinan, serta akibat perceraian.
UU ITE perlu diketahui, terutama agar terhindar dari jerat sanksi terkait pencemaran nama baik dan berita bohong, yang kerap terjadi di sosial media.
Kemudian KUHP yang banyak mengatur ancaman hukuman atas suatu tindak pidana, seperti penipuan, pencurian, penganiayaan hingga pembunuhan.
Di luar peraturan perundangan di atas, ada juga Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan UU Perlindungan Anak yang perlu diketahui, khususnya untuk mencegah kekerasan dalam rumah tangga dan melindungi anak-anak dari tindak kejahatan.
Kedua peraturan ini juga memberikan gambaran kejahatan apa saja yang mungkin terjadi terhadap perempuan dan anak sehingga ibu dapat mengambil langkah-langkah protektif terhadap kejahatan ini.
Keempat, melakukan sosialisasi sederhana kepada anggota keluarga mengenai isu hukum yang telah ibu pahami. Tujuannya semata-mata agar seluruh anggota keluarga dapat lebih waspada dan menjaga diri dengan baik.
Dengan demikian, kita dapat mencegah diri untuk melakukan tindak pidana atau terhindar dari kejahatan. Tidak perlu rumit menjelaskan isu hukum kepada anggota keluarga.
Sebab sesungguhnya instrumen hukum bukan untuk mempersulit, namun untuk mengatur kehidupan semua orang agar tertib, aman dan nyaman.
Salah satu cara mudah untuk menerangkan UU ITE kepada anggota keluarga yang sering bermain sosial media yaitu dengan mengajarkan untuk “berpikir dulu sebelum bicara, berkata yang baik dan benar, atau diam”.
Terakhir, apa yang dapat ibu lakukan jika sudah terjadi tindak pidana? Jika kita sebagai korban, segera melapor ke kantor polisi terdekat.
Aparat penegak hukum akan membantu dalam menangani masalahnya. Ibu harus menentukan apakah diperlukan upaya rehabilitatif untuk memulihkan luka atau trauma pada korban.
Jika kita sebagai pelaku, bersiaplah untuk bertanggung jawab, baik di hadapan negara dengan menjalankan proses hukumnya, maupun di hadapan korban yang akan menggugat kelak di pengadilan akhirat, dan sanksinya langsung dari Allah Yang Maha Adil.
Di hadapan Allah Subhanahu wa taala, hanya korban yang dapat membebaskan pelaku dengan memberikan maafnya.[ind]