ChanelMuslim.com – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berharap forum Silaturahim dan Muzakarah Penyatuan Kalender Hijriah-Menteri Agama RI dan PP Muhamadiyah bisa dimanfaatkan untuk bisa mendapatkan penyamaan cara pandang, persepsi, dan paradigma terkait persoalan keummatan yang cukup penting di Republik ini, yaitu terkat penetapan kapan atau waktu 1 Ramadhan, 1 Syawal dan Idul Adha.
“(Penyatuan) kalender hijriah ini, perlu kita sikapi dengan cara pandang yang mudah-mudahan bisa kita samakan, sehingga umat Islam secara keseluruhan mempunyai pegangan yang sama dalam menjalankan ibadahnya, khususnya mengawali Ramadhan, menentukan 1 Syawal dan Idul Adha,” ujar Menag dalam forum Silaturahim dan Muzakarah Penyatuan Kalender Hijriah-Menteri Agama RI dan PP Muhamadiyah di Kantor PP Muhamadiyah-Yogyakarta, Jumat (1/5) kemarin.
Hadir dalam acara tersebut Ketum Muhammadiyah Din Syamsuddin, Dirjen Bimas Islam Machasin, Kabalitbang dan Diklat Abdurrahman Masud, Sesditjen Bimas Islam Muhamadiyah Amin, Direktur Urais Muchtar Ali, Kakanwil Kemenag Yogyakarta Nizar, dan Pengurus Pusat Muhamadiyah.
Dikatakan Menag, sesungguhnya ini persoalan yang cukup lama di Indonesia, dan sejak reformasi dan lalu kemudian persoalan ini semakin muncul di permukaan.
Menurutnya, setelah melakukan diskusi intensif di internal Kemenag, bahwa penetapan 1 Ramadhan, 1 Syawal dan Dzulhijjah (Idul Adha) ini adalah persoalan yang semestinya harus kita satukan karena pada dasarnya potensi untuk menyatu itu sangat besar.
Apalagi hakekatnya, tandas Menag, ini adalah sesuatu persoalan ijtihadi, sesuatu yang terbuka peluang kesempatan bagi kita untuk mengerahkan segala daya upaya kita untuk menghasilkan sikap yang sama.
“Atau ini sesuatu yang sepenuhnya negara atau pemerintah tidak perlu lagi mencampuri persoalan ubudiyah seperti ini, sehingga ada pandangan untuk menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat untuk menentukan pilihannya masing-masing. Ini yang selalu muncul setiap kita melakukan diskusi-diskusi seperti ini,”ujar Menag.
“Itu perlu kita pikirkan, apalagi umat kita yang mayoritas awam sulit mendapatkan penjelasan apa sesungguhnya faktor yang membedakan penetapan itu?,”tambah Menag.
Ini persoalan yang sangat-sangat teknis yang tidak semua kita bisa memahami. Dan kalaulah cukup paham, lanjut Menag, belum tentu memiliki kemampuan menjelaskan apa yang dipahami kepada masyarakat awam itu, karena persoalan teknis memerlukan pemahaman dasar tertentu mengapa ada perbedaan-perbedaan itu.
“Jadi memang forum-forum (muzakarah) seperti ini menjadi penting, dan nampaknya saya optimis ini bisa diselesaikan,” terang Menag.
Mengapa penting, Menag mengatakan, karena sebenarnya, ini implikasinya cukup besar dalam kontek kekinian, di mana Indonesia menjadi sorotan dalam konteks dunia internasional dalam menerapkan dan mengimplementasikan nilai-nilai agama.
Hampir setiap delegasi dari luar negeri yang bertemu, mereka menaruh harapan kepada umat Islam di Indonesia, karena dinilai menjadi salah satu model yang ikut mewarnai peta dunia, di mana umat Islam cukup memberikan contoh yang baik di mata mereka dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi dunia global di masa kini.
“Oleh karenanya, apa yang kita hadapi sekarang ini menjadi sangat relevan bagaimana kita bisa menyatukan ini,” ucap Menag.(jwt/kemenag)